Share

Bab 5. Masa Lalu Bersama Nana

"Kakak, minumlah!" pinta Nur yang sedari tadi berada di sampingku.

"Mbah Atmo, Bi Sari, apa yang sebenarnya terjadi?"

Mbah Atmo dan Bi Sari saling menatap, seperti tengah memikirkan sesuatu.

Suasana hening seketika. Semua mata memandang ke arahku.

"Nur, sebaiknya kau tunggu di luar saja," pinta Mbah Atmo.

Nur mengangguk, dia segera keluar dari kamar tanpa bertanya.

"Nak Aldi tenang dulu, ya. Mbah akan menjelaskannya perlahan, agar Nak Aldi tidak kaget."

Penjelasan Mbah Atmo malah membuatku semakin terkejut, ternyata memang benar ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku. Mbah Atmo mulai bercerita, saat pertama kali aku memasuki desa misterius ini.

Seminggu yang lalu, saat Mbah Atmo menerima kabar akan kedatanganku ke desa ini, beliau sudah mempunyai firasat buruk. Kata beliau, sehari sebelum beliau menerima telepon dari paman Suwarno, beliau sudah merasakan sesuatu yang janggal.

Desa ini seperti kembali pada zaman dulu, saat semua orang mulai percaya pada adanya makhluk halus dan semacamnya.

Orang-orang di desa ini mulai bergunjing, apalagi setelah penemuan burung elang yang selalu mengawasi desa ini setiap malam. Saat burung elang itu coba diikuti oleh beberapa warga yang sedang berjaga malam, burung itu selalu hilang tanpa jejak.

Yang membuat warga semakin heran, burung itu selalu menghilang tepat di atas salah satu rumah warga.

Tapi, Mbah Atmo tak ingin menyebutkan nama warga itu. Beliau berkata, karena belum ada kepastian maksud dan tujuan orang itu mengawasi desa ini.

Pada malam hari saat kedatanganku, Mbah Atmo merasakan sekujur tubuhnya gemetaran, bulu kuduknya berdiri. Aku rupanya sudah ditunggu oleh makhluk dari dunia lain yang sudah menempati desa ini sejak dahulu. Mereka senantiasa memperlihatkan wujud mereka karena merasa senang atas kedatanganku ke desa ini.

Aku semakin tak mengerti, apa yang dimaksud oleh Mbah Atmo? Mengapa aku sangat ditunggu? Apalagi oleh sebangsa makhluk halus?

"Nak Aldi pasti bingung. Mbah akan menunjukkan sesuatu pada Nak Aldi. Kalau Nak Aldi tidak kuat, bicaralah pada si Mbah," ucap Mbah Atmo sambil menggenggam tanganku.

Aku menutup mata perlahan, menarik nafas dalam-dalam.

Dalam gelap, sebuah bayangan muncul. Aku seperti kembali pada jaman dulu lagi. Aku melihat diriku yang masih berusia sekitar lima tahun.

Sepertinya aku ingat ini di mana. Ini adalah rumah Kakekku di desa. Aku terlihat sedang berlari-lari kecil dengan seorang anak perempuan sebayaku di halaman rumah Kakek. Aku terlihat sangat gembira.

Sesekali aku dan anak perempuan itu tertawa saat sedang bermain bersama. Kejadian itu terjadi saat malam hari, saat bulan sedang menujukkan cahayanya.

Tiba-tiba, Ibuku berlari dari arah rumah Kakek dengan tergesa, seperti telah menangis sesegukan.

"Aldi, kamu sedang apa di sini? Ibu mencarimu ke mana-mana," ucap Ibu khawatir.

Suara Ibu terdengar bergetar, dia terus memeluk dan menciumku.

Ayah, Nenek, dan Kakek kemudian datang menghampiri kami.

"Aldi, kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya Ayah yang sedang menggendong adik perempuanku-Ayla.

Mereka semua terlihat sangat khawatir. Aku merasa heran, mengapa mereka seperti telah kehilanganku begitu lama. Padahal aku hanya bermain dengan anak perempuan ini.

Kakek kemudian bertanya padaku yang masih berusia lima tahun itu, "Aldi, kamu sedang bermain dengan siapa?"

"Nana," jawabku dengan nada suara yang masih sedikit belepotan.

"Siapa itu Nana?" tanya Ibu.

Aku menunjuk ke arah anak perempuan tadi. Tapi, anak perempuan itu menunjukkan ekspresi yang tidak biasa. Wajahnya berubah menyeramkan, darah segar mengalir dari kepalanya. Matanya melotot seperti akan keluar dari kelopaknya.

Aku yang berusia lima tahun itu seketika menangis sejadi-jadinya. Tapi, sepertinya kedua orangtuaku, Nenek, dan Kakek tak dapat melihatnya. Aku kemudian dibawa ke dalam rumah, menjauh dari Nana.

Aku sangat kaget, kapan ini terjadi? Mengapa aku tak ingat?

Nana menghampiriku yang tengah memperhatikan mereka dari jauh.

"Hiiihiihiii ...." Tawa Nana terdengar menggelegar di telingaku.

Kupikir Nana tak dapat melihatku seperti yang lain.

Aku terkejut melihat Nana sudah berada di sampingku dan berkata, "Aldi ... kenapa kamu tumbuh jadi besar? Hiihiihii .... "

"Aggrrr ...." Telingaku rasanya sakit sekali setelah mendengar bisikan Nana.

Saat aku membuka mataku kembali, aku sudah berada di dalam rumah. Di sana, sudah ada seorang kakek tua yang disebut orang pintar. Dia terlihat mengobatiku saat itu. Tapi, aku benar-benar tak ingat ada kejadian ini di masa laluku. Orangtuaku pun tak pernah menceritakannya padaku. Keanehan ini membuatku sangat bingung.

Nana berbisik di sampingku lagi, "Aldi ...."

Aku terkejut, mataku seketika melotot padanya. Nana berusia sekitar lima tahun. Wajahnya cantik, kulit putih dengan rambut pirang yang sedikit ikal.

Nana adalah anak keturunan Belanda. Dia sepertinya meninggal saat masih kecil. Seperti halnya anak kecil, dia terus bergelayutan manja padaku. Aku seperti sudah mengenalnya lama, kami seperti sudah sangat akrab.

Nana bilang, saat itu terakhir kalinya kami bermain bersama. Sejak aku diobati orang pintar itu, aku seperti lupa dan tak dapat melihat Nana. Nana juga seperti tak bisa mendekatiku. Nana bilang, dia sangat sedih tak bisa bermain denganku saat itu.

"Nana senang, sekarang Aldi sudah kembali." Nana tersenyum sangat manis saat itu, dia sepertinya benar-benar telah menungguku sangat lama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status