Home / Fantasi / Misteri Gadis Lintas Waktu / Kehadiran Gadis Dalam Mimpi

Share

Kehadiran Gadis Dalam Mimpi

Author: Ammi Poe YP
last update Last Updated: 2023-11-18 19:14:52

"Maaf, Bulik. Aku terpaksa ngejar taksinya," tutur gadis itu dengan napas tak beraturan.

"Lho, kamu ini. Taksi kok dikejar."

"Iya, Bulik. Ponsel aku ketinggalan di dalam taksi."

"Oalah, Nduk. Kamu ini masih muda, kok sudah pelupa. Masih untung taksinya bisa dikejar."

"Iya, Bulik. Eh, Bulik ... itu siapa, kok, lihat aku sampai nggak kedip, gitu?"

Aku yang sejak tadi terpegun memperhatikan gadis itu segera tersadar karena mendengar ucapan dia yang blak-blakan. Logat medok Jawa khas gadis desa terdengar aneh di telingaku.

Secara wajah, dia memang mirip gadis yang sering menemuiku. Tapi secara logat ... teramat jauh beda. Benar-benar aneh bagiku karena semua seolah menjadi dejavu.

"Ini Den Darren, anak majikan Bulik." Bik Atin memperkenalkan keponakannya yang terkesan norak itu.

Dengan percaya diri, gadis bernama Meisya itu mengulurkan tangan meraih tanganku. Tanpa malu-malu ia memperkenalkan diri terlebih dahulu. "Kenalin Mas Darren, aku Meisya Anindya Ningrum anak dari Pak Joyo Diwiryo juragan tembakau terkaya di desaku."

Gila bener! Seakan ingin menunjukkan status sosial padaku sampai segitunya dia memperkenalkan diri secara detail. Pakai nama bapaknya segala dibawa-bawa.

Aku tak menjawab, hanya mengulas senyum tipis. Kutarik perlahan tanganku dari genggaman jemarinya.

"Mas Darren ganteng, ya?" ucapnya sembari nyengir, membuat wajahku memerah dibuatnya.

"Hush! Kamu ini, Nduk. Jangan kurang ajar dengan Den Darren, dia anak majikan Bulik. Di sini nanti kamu juga numpang, jadi harus pinter-pinter jaga sikap." Panjang lebar Bik Atin menasihati keponakan yang kelewat percaya diri itu.

"Iya, Bulik." Meisya menjawab seraya mencebik.

"Ya sudah, Bik. Ayo masuk, Mama dari kemarin juga udah nungguin Bibi balik. Kasihan Mama kalau harus ngerjain kerjaan rumah sendirian."

"Baik, Den."

Bik Atin dan gadis itu melangkah mengikutiku dari belakang, kemudian  langsung ke kamar belakang untuk meletakkan barang bawaan.

Tak berapa lama mereka keluar lagi hendak menuju dapur. Sudah pasti untuk menemui Mama yang masih sibuk di dapur.

"Den Darren, Nyonya ke mana? Bibi cari di dapur nggak ada."

"Paling lagi istirahat di kamar, Bik. Nanti aja kalau Mama udah turun baru bicara, ya."

"Baik, Den." Bik Atin melangkah meninggalkan aku yang masih termenung.

Ingin rasanya bertanya lebih jauh lagi tentang Meisya, namun kuurungkan niat itu karena aku tak ingin ada kesalahpahaman. Apalagi gadis itu over percaya diri, bisa-bisa dia bakalan kegedean rasa.

Kuhempas tubuh di sofa dengan kasar bersamaan helaan napas panjang. Antara percaya dan tidak, selama lebih dari delapan tahun aku selalu mimpi yang sama dan hari ini sosok itu hadir dalam kehidupan nyata.

Beberapa kali aku tepuk pipi, mencubit lengan, dan bahkan menggigit telunjuk. Namun, semua terasa sakit. Sudah jelas ini bukan mimpi lagi.

Tetiba kepalaku berdenyut, serasa ditarik-tarik. Kupegang erat kepalaku, berharap rasa sakit ini segera menghilang. Namun, justru slide bayangan klise yang biasa muncul di mimpi kini hadir tanpa aku tidur.

Bayangan sebuah mobil menghantam motor yang aku tumpangi seolah nyata terjadi membuat aku berteriak dan terbangun dari posisi berbaringku. Sontak teriakan yang keluar dari mulutku mengundang semua yang ada di rumah datang menghampiriku.

"Darren, kamu kenapa, Sayang?" tanya mama dengan sorot netra penuh kekhawatiran.

"Ma, bayangan itu muncul lagi." Napasku tersengal, jantung berdetak teramat cepat.

"Bik Atin, tolong ambilkan air putih untuk Darren!" titah mama kepada Bik Atin yang berdiri tak jauh dari aku duduk.

"Baik, Nyonya." Bergegas wanita itu menuju dapur.

Tatapanku seketika tertuju pada gadis desa itu. Entah mengapa tetiba aku jadi merinding saat melihat Meisya. Apa mungkin ia makhluk tak kasat mata yang menjelma menjadi gadis dalam mimpiku itu?

Aku semakin ketakutan saat ia mulai mendekatiku. Spontan aku merangsek memeluk mama. "Ada apa, Sayang? Kamu nggak sedang sakit, kan?" tanya mama sembari memegang dahiku untuk mengecek suhu badan.

"Sebentar, kamu siapa dan kenapa ada di sini?" tanya mama saat menyadari ada gadis berambut panjang berdiri di depannya.

"Saya Meisya Anindya Ningrum anak dari Pak Joyo Diwiryo juragan tembakau terkaya di desaku, keponakannya Bulik Atin asisten rumah tangga Nyonya."

Aku mendelik mendengar celoteh panjang lebar dari gadis kampung yang menakutkan itu. Entahlah, dia memang cantik ... tapi bagiku dia bak makhluk mengerikan yang terus menerorku.

Aku terbatuk saat melihat Meisya tanpa sungkan meraih jemari mama dan mencium takzim punggung tangannya. Senyum ceria yang selalu menampilkan barisan gigi putih dan rapi itu terus saja tersungging.

"Aku mau ke kamar, Ma." Aku hendak berdiri, namun mama menarikku kembali.

"Minum dulu airnya, biar kamu lebih tenang." Tangan mama meraih gelas di atas nampan yang dibawa Bik Atin.

Segera aku tenggak tuntas air dalam gelas, tak tersisa setetes pun. Setelah itu dengan sedikit sempoyongan aku berusaha berdiri. Aku tak mengerti kenapa tulang kaki ini serasa melunak, lemas sekali.

"Biar Mama papah kamu ke kamar." Dengan sigap mama meraih lenganku dan meletakkan di bahunya.

Perlahan aku tapaki anak tangga yang berasa sangat jauh ujungnya. Ingin sekali segera mencapai pintu kamar tidur dan menghempas tubuh ke peraduan ternyaman.

"Hati-hati, Sayang." Mama mengingatkan saat aku telah mendekat ke tepi ranjang.

Tak sabar tubuh ini ingin berbaring, meletakkan kepala yang penuh dengan memori aneh. Semenjak bertemu dengan Meisya beberapa waktu lalu, justru membuat kilatan slide semakin jelas dan nyata.

"Ma, apa Mama kenal dengan Meisya?" tanyaku saat wanita yang melahirkan aku delapan belas tahun lalu itu hendak keluar dari pintu.

Ia menghentikan langkah, kemudian berbalik ke arahku kembali. Tangan penuh kasih sayang itu mengusap kepalaku dengan lembut.

"Kenapa, Sayang? Kamu suka dengan dia?"

"Bukan, Ma. Tapi Meisya itu persis dengan gadis yang selalu hadir dalam mimpi Darren, Ma."

Mama mengernyitkan dahi. Tatapan wanita di hadapanku ini seolah tengah menelisik dan ingin menemukan sesuatu yang ada di pikiranku.

"Ma, aku serius. Selama ini Darren sering mimpi dan anehnya mimpi itu selalu sama." Aku mencoba meyakinkan mama.

"Apa kamu sebelumnya pernah ketemu dengan Meisya?"

Aku menggeleng lemah. Kuremas rambut yang telah acak-acakan ini. Semakin aku mencoba menemukan jawaban, justru kepalaku semakin sakit.

"Aneh. Kalau kamu belum pernah ketemu dia, bagaimana kamu bisa mimpi tentang Meisya? Kamu yakin gadis itu yang ada dalam bunga tidurmu?"

"Iya, Ma. Darren juga kaget saat melihat gadis itu. Darren sama sekali tak pernah menyangka kalau mimpi itu akan menjadi nyata. Dan sekarang yang Darren takutkan adalah ...."

Aku terdiam tak mampu meneruskan kalimat. Ada yang tetiba menyesak dalam relung batin.

"Apa, Darren? Jangan bikin Mama khawatir, donk."

"Mimpi mengerikan itu, Ma. Sebuah mobil yang menabrak Darren. Aku takut kalau sampai hal itu menjadi kenyataan."

Mama sontak memelukku erat. "Jangan berpikir seperti itu, Darren. Mama tak akan sanggup jika harus kehilangan kamu."

Suasana hening. Mama yang tengah gelisah hanya mampu mendekap dan mengelus kepalaku. Pandanganku nanar menatap jauh menembus kaca jendela. Memandang langit dan berharap mimpi buruk itu akan segera berakhir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Kemenangan

    Aku mendekat untuk melihat. Di peta itu, ada ruangan kecil yang belum pernah kami temukan sebelumnya. Di sampingnya tertulis dengan tinta merah yang memudar, “Di sini disimpan jantung dan hati korban ritual.”Hatiku berdegup kencang. “Jadi, ini tempat di mana Marsya dan korban lainnya dijadikan tumbal,” gumamku, suaraku serak. Pikiran tentang Marsya, yang telah lama meninggal namun tubuhnya masih dimanfaatkan dalam ritual keji, membuat seluruh tubuhku menegang. Kami sudah berhasil mengalahkan penjaga bayangan, tetapi perjalanan ini jelas belum berakhir. Sesuatu yang lebih gelap dan jahat masih mengintai, dan kami harus segera menemukannya sebelum terlambat.Meisya memandangku dengan mata yang berkaca-kaca. "Darren, kita harus segera mengakhiri ini. Kita tidak bisa membiarkan warisan kegelapan ini terus berlanjut."Aku mengangguk, merasa semangat baru berkobar dalam diriku. "Kita harus menghentikan mereka. Apa pun yang terjadi."Pak Djata mendekat, memperhatikan peta itu dengan tajam.

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Peta Titik Terang

    Aku, Meisya, dan Pak Djata berdiri di tengah ruangan yang nyaris tenggelam dalam kegelapan. Lilin-lilin kecil di sekeliling kami sudah hampir habis, hanya menyisakan nyala lemah yang tak mampu mengusir seluruh kegelapan. Di hadapan kami, bayangan samar bergerak mendekat, mendesis seperti ular yang mengintai mangsanya. Ruangan ini tiba-tiba terasa semakin sempit, udara menebal, dan jantungku berdetak kencang.“Siapa kau sebenarnya?” tanyaku lagi, meskipun suaraku hampir tenggelam oleh ketegangan yang menggulung di udara.Bayangan itu berhenti beberapa langkah dari kami, perlahan-lahan berubah menjadi lebih jelas, lebih nyata. Wujudnya tertutup jubah hitam panjang, matanya merah menyala seperti bara api yang mengintip dari balik tudung yang menutupi wajahnya.“Aku adalah penjaga terakhir rahasia Dr. Wirawan,” suaranya dingin, mengalir seperti angin malam yang membawa ancaman. “Kalian tak seharusnya berada di sini.”Pak Djata, meskipun sudah berusia lanjut, berdiri tegak di depan kami, t

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Penjaga Wasiat

    Pintu ruangan terbuka dengan sendirinya, seolah-olah kekuatan yang menghalanginya telah lenyap. Kami melangkah keluar, disambut oleh pria yang tadi mengabari kami. Raut wajahnya memperlihatkan ketidaktenangan, ternyata ia menunggu dengan cemas di luar."Apa yang terjadi di dalam?" tanyanya dengan nada khawatir.Aku tersenyum lelah. "Kami berhasil mengusir bayangan Dr. Wirawan," jawabku dengan semangat yang terpancar dari suaraku.Mendengar perkataanku, lelaki itu menghela napas lega. Kulit wajahnya yang tadi tegang mulai melonggar, dan matanya yang sebelumnya suram kini berbinar dengan cahaya harapan yang sudah lama hilang. Rasanya seperti aku bisa melihat beban bertahun-tahun yang perlahan terangkat dari pundaknya."Syukurlah ... akhirnya masa kelam rumah sakit ini akan berakhir," ujarnya, suaranya bergetar. "Sudah lebih dari dua puluh tahun kami hidup dalam ketakutan."Namun, di tengah kelegaan yang kami rasakan, ada perasaan ganjil yang tak bisa kuabaikan. Meski bayangan gelap itu

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Bayangan Terakhir

    "Kalian pikir ini sudah berakhir?" katanya dengan suara dingin yang membuat darahku membeku.Aku dan Meisya saling pandang dengan cemas. Pria itu adalah Dr. Wirawan, atau setidaknya bayangannya yang masih tersisa di tempat ini. "Kalian berhasil mengusir bayangan gelap, tapi tidak mengusirku," lanjut Dr. Wirawan, suaranya penuh kebencian. "Aku adalah bagian dari rumah sakit ini. Selama rahasiaku belum terungkap sepenuhnya, aku akan terus ada."Aku menatap Dr. Wirawan dengan tegang. "Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanyaku, mencoba mencari cara untuk mengatasi situasi ini.Dr. Wirawan tersenyum dingin, senyum yang penuh dengan kepuasan jahat. "Aku ingin melanjutkan apa yang telah kumulai. Kalian tidak bisa menghentikan aku."Meisya, dengan keteguhan yang luar biasa, melangkah maju. "Kita sudah datang sejauh ini. Kami tidak akan mundur."Pak Djata yang telah berdiri di belakang kami, maju ke depan. "Kalian tidak sendirian," katanya dengan suara tegas. "Kami akan melawan ini bersama."

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Mantra Nyai Kambang

    Nyai Kambang mengangguk pelan. "Aku tahu apa yang kalian hadapi. Dr. Wirawan adalah musuh lama. Dia menggunakan ritual-ritual kuno untuk menguasai kekuatan gelap. Tapi ada cara untuk menyibak misterinya." Dia kemudian berjalan ke sudut ruangan, tempat sebuah rak kayu tua berdiri. Rak itu penuh dengan benda-benda yang tampak antik: botol-botol kaca berisi ramuan, patung-patung kecil dari kayu, dan beberapa gulungan kain yang tampak sudah berusia puluhan tahun. Nyai Kambang menarik napas dalam-dalam sebelum meraih sebuah buku tua yang tergeletak di rak paling atas. Buku itu tampak sangat tua, dengan sampul kulit yang sudah mengelupas dan tepi-tepi halaman yang menguning. Ada simbol-simbol aneh yang terukir di sampulnya, dan begitu Nyai Kambang menyentuhnya, ruangan seakan dipenuhi energi mistis. Cahaya lilin di ruangan itu bergetar, dan aroma dupa semakin menyengat. "Ini," kata Nyai Kambang dengan suara yang lebih lembut, "ini adalah buku yang berisi mantra-mantra dan petunjuk untu

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Lukisan Mengerikan

    Dengan tekad yang semakin kuat setelah mengalahkan bayangan gelap itu, aku dan Meisya melanjutkan pencarian. Aku tahu bahwa pertempuran yang baru saja kami menangkan hanyalah permulaan dari misteri yang lebih dalam, selebihnya adalah sesuatu yang mungkin saja jauh lebih mengerikan.*Keesokan paginya, kabut tipis masih menyelimuti desa di sekitar rumah sakit saat aku dan Meisya melangkah dengan hati-hati di jalan berbatu. Matahari baru saja terbit, memancarkan cahaya oranye keemasan yang menerobos pepohonan rindang. Suara burung berkicau terdengar sayup-sayup, seolah-olah menyambut hari baru dengan harapan yang rapuh.Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menitan, langkah kami berhenti di depan sebuah rumah tua yang terletak di ujung desa. Rumah dengan atap yang mulai lapuk dan dinding-dindingnya yang dipenuhi lumut. Sejenak aku menoleh ke arah Meisya. Wajah gadis itu menyiratkan ketegangan yang mulai menghinggapi pikiran. Segera kugenggam tangannya, mencoba menguatkan keberanian ga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status