Share

Si Posesif

Author: Ammi Poe YP
last update Huling Na-update: 2023-11-18 19:19:46

Sudah seminggu gadis cantik itu tinggal bersama keluargaku. Anehnya, semenjak kehadiran dia di rumah ini, malam lelapku tak lagi bermimpi tentang dirinya. Ketenangan bisa lebih kurasakan, bahkan rasa nyaman saat menatap wanita itu begitu nyata hadir dalam relung batin. Aneh memang, tapi semua itu sungguh nyata.

Seperti hari ini, kulihat ia begitu anggun memesona dalam balutan pakaian seragam putih abu-abu dengan rambut digerai dan ada kepangan kecil dari belahan tengah rambut menyamping di kedua sisi. Tak tampak seperti gadis desa, ia justru bak tuan putri yang mengalihkan duniaku. Entah sejak kapan tanpa aku sadari ada pendar asmara yang mulai mengusik istana hatiku yang telah lama kosong.

“Meisya, hari ini kamu sudah mulai berangkat sekolah, ‘kan?” tanya mama yang melihat Meisya telah menggendong tas ransel dan membopong beberapa buku dalam dekapannya.

“Iya, Nyonya. Aku sudah seperti anak kota belum, Nyonya?” tanyanya seraya memacak diri meminta pendapat.

Mama tersenyum melilhat tingkah lucu Meisya, gadis berusia 17 tahun itu. Di usia sweet seventeen, Meisya telah memperlihatkan pesona dalam dirinya. Aku yakin, ia akan jadi primadona di sekolahku nanti. Akan banyak pesaing yang mendekati dan mencoba mendapatkan cintanya.

Tunggu dulu, apa barusan aku bilang ‘akan ada banyak pesaing’? ah, lucu sekali diri ini. Kenapa bisa berpikir seperti itu seolah aku menginginkan cinta dari Meisya.

“Berangkatnya bareng Darren saja, dia naik motor.”

“Darren hari ini maunya diantar sopir aja, Ma.” Aku memotong ucapan mama, sungguh aku belum siap berduaan dengan Meisya karena setiap dekat dengannya justru debaran jantung ini berpacu lebih kencang.

“Kenapa, Sayang?”

“Daren lagi nggak enak badan, Ma. Lagi nggak pengen capek.”

“Lho, kalau sakit kenapa berangkat sekolah?”

“Ma ….”

“Iya, iya. Nanti aku suruh sopir antar kamu dan Meisya.”

“Nggak usah, Nyonya. Biar saya berangkat naik angkot.”

“No, no, no … kamu anak gadis, nggak boleh pergi sendirian. Selama kamu di sini aku yang bertanggungjawab atas keselamatan kamu.”

Kenapa, sih, Mama begitu bersikeras menyuruh Meisya pergi sekolah bersamaku? Sungguh ia tak mengerti jika anaknya susah payah mengendalikan perasaan yang tak menentu ini.

Tak dapat ditolak lagi titah perempuan yang teramat kusayangi ini, akhirnya aku duduk berdua di jok belakang bersama gadis pencuri hati. Entah sejak kapan aku merasa hati ini telah dicuri oleh Meisya.

Debaran ini semakin menjadi kala rambut Meisya mengibas tepat di mukaku. Bau harum vitamin rambut yang ia gunakan menggelitik indera pembau, membangunkan sebuah rasa yang aku sendiri tak mengerti.

“Mas Darren, nanti aku diantar ke kelas dulu, ya? Aku belum tahu ruangan XIB di mana.”

“I-iya,” jawabku gugup.

Aku semakin tak mengerti kenapa aku menjadi salah tingkah. Baru kali ini aku canggung di hadapan gadis. Selama di Sekolah Menengah Atas, setidaknya sudah ada tiga belas cewek yang kubuat patah hati setelah aku pacari. Sedangkan yang aku tolak entah sudah berapa gadis.

“Sudah sampai, Den Darren.” Suara Pak Jo membuyarkan lamunanku.

“Mas Darren, ini sekolahannya, ya? Waah … gede banget! Beda dengan di kampung aku,” celoteh Meisya sembari menampakkan kekagumannya.

“Iya. Ayo, cepetan turun. Aku antar kamu ke ruang kelas.”

“Tapi, Mas ….”

“Tapi apa?’

“Anak kota suka membully, nggak?” Tampak ada kekhawatiran pada raut wajah lugu itu.

“Kamu takut?”

“Iya, Mas. Katanya kalau anak kota ngebully sampai si korban bunuh diri.”

Ampun, deh! Ini gadis paranoid banget. Tapi nggak salah dia juga, sih, karena memang banyak kasus bullying di sekolah perkotaan. Mungkin karena gaya hidup mereka yang berkiblat kebarat-baratan sehingga hilang norma perilaku yang seharusnya mencerminkan pribadi orang timur.

“Mas! Jangan ngelamun, donk! Gimana kalau nanti mereka nggak suka karena aku gadis dari desa?”

Kuhela napas panjang, mencoba berpikir mencari ide agar gadis ini merasa nyaman dengan lingkungan barunya.

”Ya, sudah. Nanti aku kenalkan kamu ke mereka sebagai adik sepupu aku.”

“Yang bener, Mas? Mas Darren nggak malu punya sepupu dari desa kayak aku?”

Sungguh ia gadis yang lugu dan jujur jika bicara. Kutatap mata indah itu, sesaat aku terlupa bahwa aku masih berada dalam mobil.

“Den Darren, buruan turun. Bentar lagi mau bel bunyi, lho.” Kembali Pak Jo mengingatkan.

“Eh, Iya. Ayo, turun!” titahku seraya membuka pintu mobil.

Begitu turun, Meisya langsung bergelayut di lenganku, membuat aku sedikit kaget dan semakin tak menentu perasaan ini.

“Meisya, tolong lepas tanganmu.”

“Kenapa, Mas Darren? Aku takut kalau harus jalan sendirian.”

Huff ….

“Kok, mendengus? Marah, ya? “

“Meisya … aku antar kamu sampai ke kelas kamu. Tapi tolong jangan gandeng tanganku, kita nggak lagi nyebrang jalan.”

“Hahaha … Mas Darren ini lucu banget, deh!”

Aku mendelik saat melihat gadis polos itu tertawa kecil sembari mencubit perutku. Jujur, kuakui ia gadis supel yang mudah bergaul. Sikapnya tak canggung saat di depan orang yang baru ia kenal. Aku yakin, dia akan banyak kawan bahkan fans pria di sekolah ini.

“Hai, Darren. Wah, punya gebetan baru, ya? Siapa, nih? Kayaknya anak baru.” Tetiba sebuah suara bernada mengejek terdengar dari arah lain, tampak seorang gadis dengan rambut curly ujung diikuti dua teman sesama perempuan di belakangnya.

Otomatis kepala ini menoleh ke arah sumber suara. Alea, gadis populer yang sempat berpacaran denganku meski hanya bertahan satu bulan. Hingga kini ia merasa sakit hati dan terus mencoba menghalau gadis lain yang berusaha mendapatkan perhatianku.

“Hai, anak baru! Jangan mau dikadalin Darren, dia itu playboy cap teri!” ucapnya ke Meisya penuh dengan cibiran.

“Iyakah, Kak? Baru tahu kalau Mas Darren playboy, hahaha … kalau di rumah dia manja banget, lho,” jawab Meisya yang justru makin membuatku kehilangan muka, bola manikku kembali mendelik dan segera kuinjak saja kakinya.

“Auugh! Apaan, sih, Mas Darren ini!” teriak Meisya kesakitan.

“Kamu tahu keseharian, Darren? Kita-kita yang sudah lama kenal dia saja sampai sekarng nggak tahu dia gimana kalau di rumah.”

“Ya, pasti tahu, Kak. Aku tinggalnya di rumah Mas Darren, jadi bisa tahu semuanya. Makan saja masih disuapin mamanya.”

“What? Are you sure?” tanya Alea dengan ekspresi tak percaya.

“Kakak itu ngomong apa, toh? Nggak paham aku, maklum Bahasa Inggrisku nggak pinter. Eh, tapi itu tadi Bahasa Inggris apa bukan, Kak?”

Sesaat Alea dan kedua temannya melotot kaget dengan tingkah Meisya yang benar-benar polos. Entah antara polos atau blo’on yang nggak ketulungan. Setelah itu mereka saling pandang, kemudian tergelak ngakak seolah merasa lucu dengan sikap gadis desa itu.

“Darren, kamu dapat cewek ini dari mana, sih? Mungut dari planet pluto?” ejek Alea yang sontak mengundang tawa keras kedua temannya.

“Eh, Kakak ini tak tahukah? Planet pluto itu sudah nggak ada, karena planet pluto dianggap planet yang gagal.”

“Bodo amat!” ketus Alea sembari mengibaskan rambut dengan tangan kanannya.

Mereka yang menamai gengnya dengan nama The Beauty Girl’s segera beranjak pergi, melenggangkan tubuh bak peragawati. Sebenarnya Alea hanya menang paras saja, tapi untuk kecerdasan ia sama saja dengan rerata siswa lain. Ditambah ia adalah anak dari pemilik yayasan pendidikan tempat aku sekolah ini.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Kemenangan

    Aku mendekat untuk melihat. Di peta itu, ada ruangan kecil yang belum pernah kami temukan sebelumnya. Di sampingnya tertulis dengan tinta merah yang memudar, “Di sini disimpan jantung dan hati korban ritual.”Hatiku berdegup kencang. “Jadi, ini tempat di mana Marsya dan korban lainnya dijadikan tumbal,” gumamku, suaraku serak. Pikiran tentang Marsya, yang telah lama meninggal namun tubuhnya masih dimanfaatkan dalam ritual keji, membuat seluruh tubuhku menegang. Kami sudah berhasil mengalahkan penjaga bayangan, tetapi perjalanan ini jelas belum berakhir. Sesuatu yang lebih gelap dan jahat masih mengintai, dan kami harus segera menemukannya sebelum terlambat.Meisya memandangku dengan mata yang berkaca-kaca. "Darren, kita harus segera mengakhiri ini. Kita tidak bisa membiarkan warisan kegelapan ini terus berlanjut."Aku mengangguk, merasa semangat baru berkobar dalam diriku. "Kita harus menghentikan mereka. Apa pun yang terjadi."Pak Djata mendekat, memperhatikan peta itu dengan tajam.

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Peta Titik Terang

    Aku, Meisya, dan Pak Djata berdiri di tengah ruangan yang nyaris tenggelam dalam kegelapan. Lilin-lilin kecil di sekeliling kami sudah hampir habis, hanya menyisakan nyala lemah yang tak mampu mengusir seluruh kegelapan. Di hadapan kami, bayangan samar bergerak mendekat, mendesis seperti ular yang mengintai mangsanya. Ruangan ini tiba-tiba terasa semakin sempit, udara menebal, dan jantungku berdetak kencang.“Siapa kau sebenarnya?” tanyaku lagi, meskipun suaraku hampir tenggelam oleh ketegangan yang menggulung di udara.Bayangan itu berhenti beberapa langkah dari kami, perlahan-lahan berubah menjadi lebih jelas, lebih nyata. Wujudnya tertutup jubah hitam panjang, matanya merah menyala seperti bara api yang mengintip dari balik tudung yang menutupi wajahnya.“Aku adalah penjaga terakhir rahasia Dr. Wirawan,” suaranya dingin, mengalir seperti angin malam yang membawa ancaman. “Kalian tak seharusnya berada di sini.”Pak Djata, meskipun sudah berusia lanjut, berdiri tegak di depan kami, t

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Penjaga Wasiat

    Pintu ruangan terbuka dengan sendirinya, seolah-olah kekuatan yang menghalanginya telah lenyap. Kami melangkah keluar, disambut oleh pria yang tadi mengabari kami. Raut wajahnya memperlihatkan ketidaktenangan, ternyata ia menunggu dengan cemas di luar."Apa yang terjadi di dalam?" tanyanya dengan nada khawatir.Aku tersenyum lelah. "Kami berhasil mengusir bayangan Dr. Wirawan," jawabku dengan semangat yang terpancar dari suaraku.Mendengar perkataanku, lelaki itu menghela napas lega. Kulit wajahnya yang tadi tegang mulai melonggar, dan matanya yang sebelumnya suram kini berbinar dengan cahaya harapan yang sudah lama hilang. Rasanya seperti aku bisa melihat beban bertahun-tahun yang perlahan terangkat dari pundaknya."Syukurlah ... akhirnya masa kelam rumah sakit ini akan berakhir," ujarnya, suaranya bergetar. "Sudah lebih dari dua puluh tahun kami hidup dalam ketakutan."Namun, di tengah kelegaan yang kami rasakan, ada perasaan ganjil yang tak bisa kuabaikan. Meski bayangan gelap itu

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Bayangan Terakhir

    "Kalian pikir ini sudah berakhir?" katanya dengan suara dingin yang membuat darahku membeku.Aku dan Meisya saling pandang dengan cemas. Pria itu adalah Dr. Wirawan, atau setidaknya bayangannya yang masih tersisa di tempat ini. "Kalian berhasil mengusir bayangan gelap, tapi tidak mengusirku," lanjut Dr. Wirawan, suaranya penuh kebencian. "Aku adalah bagian dari rumah sakit ini. Selama rahasiaku belum terungkap sepenuhnya, aku akan terus ada."Aku menatap Dr. Wirawan dengan tegang. "Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanyaku, mencoba mencari cara untuk mengatasi situasi ini.Dr. Wirawan tersenyum dingin, senyum yang penuh dengan kepuasan jahat. "Aku ingin melanjutkan apa yang telah kumulai. Kalian tidak bisa menghentikan aku."Meisya, dengan keteguhan yang luar biasa, melangkah maju. "Kita sudah datang sejauh ini. Kami tidak akan mundur."Pak Djata yang telah berdiri di belakang kami, maju ke depan. "Kalian tidak sendirian," katanya dengan suara tegas. "Kami akan melawan ini bersama."

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Mantra Nyai Kambang

    Nyai Kambang mengangguk pelan. "Aku tahu apa yang kalian hadapi. Dr. Wirawan adalah musuh lama. Dia menggunakan ritual-ritual kuno untuk menguasai kekuatan gelap. Tapi ada cara untuk menyibak misterinya." Dia kemudian berjalan ke sudut ruangan, tempat sebuah rak kayu tua berdiri. Rak itu penuh dengan benda-benda yang tampak antik: botol-botol kaca berisi ramuan, patung-patung kecil dari kayu, dan beberapa gulungan kain yang tampak sudah berusia puluhan tahun. Nyai Kambang menarik napas dalam-dalam sebelum meraih sebuah buku tua yang tergeletak di rak paling atas. Buku itu tampak sangat tua, dengan sampul kulit yang sudah mengelupas dan tepi-tepi halaman yang menguning. Ada simbol-simbol aneh yang terukir di sampulnya, dan begitu Nyai Kambang menyentuhnya, ruangan seakan dipenuhi energi mistis. Cahaya lilin di ruangan itu bergetar, dan aroma dupa semakin menyengat. "Ini," kata Nyai Kambang dengan suara yang lebih lembut, "ini adalah buku yang berisi mantra-mantra dan petunjuk untu

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Lukisan Mengerikan

    Dengan tekad yang semakin kuat setelah mengalahkan bayangan gelap itu, aku dan Meisya melanjutkan pencarian. Aku tahu bahwa pertempuran yang baru saja kami menangkan hanyalah permulaan dari misteri yang lebih dalam, selebihnya adalah sesuatu yang mungkin saja jauh lebih mengerikan.*Keesokan paginya, kabut tipis masih menyelimuti desa di sekitar rumah sakit saat aku dan Meisya melangkah dengan hati-hati di jalan berbatu. Matahari baru saja terbit, memancarkan cahaya oranye keemasan yang menerobos pepohonan rindang. Suara burung berkicau terdengar sayup-sayup, seolah-olah menyambut hari baru dengan harapan yang rapuh.Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menitan, langkah kami berhenti di depan sebuah rumah tua yang terletak di ujung desa. Rumah dengan atap yang mulai lapuk dan dinding-dindingnya yang dipenuhi lumut. Sejenak aku menoleh ke arah Meisya. Wajah gadis itu menyiratkan ketegangan yang mulai menghinggapi pikiran. Segera kugenggam tangannya, mencoba menguatkan keberanian ga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status