Share

3

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 23:59:00

"Ini semua adalah ujian dari Sang Pencipta. Mungkin ini cara Tuhan untuk menghapus dosa-dosaku. Aku harus menjalaninya dan harus kuat walaupun sekarang tak ada seorang pun yang perduli denganku. Aku yakin Tuhan akan ikut tangan dalam masalah ini. Tuhan tidak tidur! Tuhan Maha segalanya! Ia Tahu ini semua! Aku yakin Tuhan akan membantuku!" 

"Kemana aku harus pergi?" tanyaku di dalam hati dengan berjalan lunglai. Aku tak tahu mau kemana. Dari kejauhan aku masih mendengar suara warga meneriakiku. Segala sampah serapah mereka lontarkan.

Aku terus berjalan meninggalkan kampung halamanku. Kampung halaman yang dulunya adalah sebuah hutan rimba yang kini berubah menjadi perkampungan dan juga perkebunan sawit.

"Abah lah dulu pendatang yang pertama kali datang ke kampung ini," cerita Ayahku kala itu.

Kampung yang bernama Desa Madinah yang terletak di Provinsi Riau ini dulunya adalah hutan belantara. Dulu hanya segelintir orang yang tinggal di kampung ini. Mereka adalah orang-orang Melayu yang sudah turun temurun hidup di sekitaran hutan Riau. Mereka tinggal tak jauh dari sungai yang mengalir jernih dan deras. Melalui sungai tersebut orang-orang melayu bisa keluar dari kampung mereka yang dikepung oleh hutan belantara. Pergi ke kota untuk membeli keperluan hidup mereka.

Mereka tak banyak, bahkan sekarang mereka menjadi minoritas di kampung mereka sendiri. Sekarang lebih banyak pendatang dari pada masyarakat pribumi. Bayangkan, yang dulu kampung ini adalah hutan belantara sekarang berubah menjadi pemukiman dan perkebunan sawit.

"Dulu Abah membeli lahan warga dengan harga yang cukup murah. Untungnya orang-orang sini menyambut hangat kedatangan Abah. Dulu Abah hanya mempunyai beberapa hektar kebun sawit saja, tetapi seiring berjalannya waktu tanah Abah semakin banyak," cerita Ayahku dulu.

"Abah juga yang membawa orang-orang kampung kesini sampai sekarang menjadi pemukiman yang sudah hampir seperti perkotaan."

"Ah, andai saja Abah masih hidup mungkin orang-orang tak akan berbuat seperti ini kepadaku karena orang-orang kampung sangat menyegani Abah, tetapi sekarang semua berubah karena seorang provokator. Siapa kira-kira dalang di balik ini semua?" gumamku sambil terus berjalan meninggalkan perkampungan.

Tak terasa aku sudah berjalan cukup jauh. Tanpa beralaskan kaki aku menelusuri jalanan sepi yang di sekelilingnya hanya perkebunan sawit. Perkebunan sawit ini adalah milik Ayahku. Di sepanjang jalan mengalir aliran sungai yang begitu jernih. Biasanya aku sering mandi di sini setiap Abah mengajak berkeliling memantau kebun kelapa sawit nya.

Aku menghentikan langkahku. Aku melihat sebuah bukit tak jauh dari aku berdiri. Bukit ini memiliki banyak kenangan. Dulu ketika ayah dan ibuku masih hidup mereka selalu mengajakku ke bukit itu. Di sana kami bisa melihat seluruh kebun kelapa sawit milik keluarga kami. Setiap ke sana Abah selalu bercerita tentang perjuangan hidupnya. Bagaimana ia bangkit dan bisa menjadi orang terkaya di kampung ini.

"Dulu Abah hanyalah pemuda yatim piatu yang dikucilkan keluarga besar Abah, tetapi Abah tak putus asa. Abah mencari cara untuk bangkit. Dan Abah pun berhasil dengan cara Abah sendiri!"

Aku berjalan mendekati bukit yang tak begitu landai. Suasana sepi. Tak ada orang di sekitar sini. Mungkin area ini belum  masa panen. 

"Bismillah," ucapku seraya menaiki medan bukit yang sudah diberi tangga semen. Meskipun perut ini semakin membengkak, tetapi tak menyurutkan langkahku menaiki bukit. Perlahan aku menaiki anak tangga yang terbuat dari semen itu.

Setibanya di atas bukit angin sepoi-sepoi menghantam wajah yang penuh dengan peluh ini. Ah, begitu segar rasanya ketika semilir angin menghantam wajahku.

"Apakah karena ini semua??" tanyaku di dalam hati seraya melihat hamparan kebun sawit yang begitu luas . Dari kejauhan terlihat pabrik kelapa sawit yang begitu gagah dibangun di antara perkebunan kelapa sawit milik ayahku. Pabrik sawit itu juga milik keluarga besarku.

Kuhela nafasku dalam-dalam untuk mengurangi beban ini. Setelah puas kuputuskan untuk kembali turun. Aku ingin melanjutkan perjalananku yang tak tahu kemana. Aku tak membawa apapun dari rumahku. Hanya baju dan jaket hoodie yang kebetulan aku pakai tadi malam. Sekarang hanya Allah yang aku andalkan.

"Kacang rebus, Neng?" tawar seorang pedagang keliling. Ia menghentikan motornya tepat di hadapanku. 

Sepuluh tahun belakangan orang-orang berbondong-bondong datang ke kampung ini. Bukan hanya orang-orang dari Sumatera saja, orang dari luar Sumatera juga mengadu nasib ke kampung yang sudah sangat ramai ini.

"Sa--saya nggak punya uang, A'," sahutku. Sebenarnya perut ini sudah sangat keroncongan. Aku berharap pedagang keliling ini memberikan gratis.

"Nggak usah bayar, Neng, itung-itung sebagai penglaris," terangnya seraya mengeluarkan secarik kertas untuk di jadikan wadah. Ia kemudian menggulung secarik kertas tersebut hingga menyerupai gunung yang terbalik.

"MasyaAllah, terima kasih banyak, A' semoga berkah jualannya," ucapku.

"Amin," jawab lelaki sunda yang masih terlihat muda ini.

Ketika lelaki berkumis ini menggulung kertas tersebut seketika bola mataku membesar. Aku terperanjat ketika melihat sebuah foto berukuran 3*4 di kertas tersebut. Walaupun kertas tersebut hanya sebuah Printer-an aku masih bisa melihat dengan jelas foto tersebut. Foto tersebut adalah foto yang aku pakai untuk aku bubuhkan di Ijazah Sekolah Aliyahku. Selain itu, foto tersebut dipakai Bang Farhan untuk membuat asuransi kesehatanku. Beberapa bulan yang lalu, pasca meninggalnya kedua orang tuaku aku sempat dirawat intensif di Rumah sakit. Bahkan seorang Dokter sempat beberapa kali datang ke rumahku.

Bukan hanya fotoku, di sebelahnya ada foto seorang pria yang ukurannya juga sama.

"Apa maksud dari secarik kertas ini?" Aku bertanya di  dalam hati. Aku benar-benar penasaran dengan secarik kertas itu.

"Ya, Allah, apakah ini sebuah jalan untuk mengungkap ini semua?" batinku berucap.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   31

    Hari ini adalah hari yang sangat spesial bagi aku dan Bang Fadlan. Seminggu setelah keluar dari rumah sakit kami memutuskan untuk melakukan ijab kabul. Kami tak melakukan acara apapun. Hanya ijab kabul saja yang dihadiri beberapa orang penting di kampungku dan juga beberapa para petinggi di perusahaan almarhum ayahku.Acara ijab kabul dilaksanakan di masjid tak jauh dari rumahku. Kini kami tinggal menunggu penghulu dan juga wali hakim datang. Penghulu yang akan menikahkan ku mengatakan kalau acara ijab kabul akan dilaksanakan sekitar pukul sepuluh pagi. Dan sekarang masih pukul delapan.Aku menikah dengan menggunakan wali hakim. Sebab aku tak pernah mengenal saudara-saudara dari pihak ayah maupun ibuku. Semenjak ayahku menginjakan kaki di kampung ini ia tak pernah kembali lagi ke kampung halamannya. Aku bahkan tak tahu di mana kampung halaman ayahku. Begitu juga dengan kampung halaman Ibuku.Walaupun aku aku tak mengadakan pesta pernikahan, tetapi orang-orang di kampungku berbondong

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   30

    Tiga minggu kemudian...Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Pagi ini aku, Ibu Syarah, Kak Aisyah, dan juga Bang Fadlan akan berangkat ke rumah sakit yang ada di Pekan Baru. Siang ini rencananya aku akan melakukan persalinan. Jantungku berdetak tak karuan. Sebentar lagi aku akan melahirkan seorang bayi. Dan sebentar lagi aku resmi menjadi seorang ibu."Semuanya sudah dibawa?" tanya Bang Fadlan sambil beranjak masuk ke dalam mobil. Bang Fadlan tampak gelisah. Sebab setelah bayi ini lahir ia akan melakukan tes DNA. Kami semua ingin tahu apakah bayi yang aku lahirkan adalah darah daging Bang Fadlan atau bukan. Kalau ternyata bukan aku tak tahu bagaimana mana menemukan ayah dari anakku ini. Karena orang yang tahu dari mana benih ini berasal hanyalah Kak Vina. Kalau pun bayi ini darah daging Bang Fadlan apakah dia mau menikahi aku? Jujur dari dalam lubuk hati yang terdalam aku sangat berharap ia menjadi suami ku. Siapa yang tak mau memiliki suami gagah, tampan, dan soleh, tetapi sayangnya

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   29

    Tiga bulan kemudian...Tiga bulan telah berlalu. Bayi yang aku kandung sudah memasuki bulan ke-sembilan. Beberapa minggu ke depan aku akan melahirkan seorang bayi. Aku sudah tidak sabar melihat darah dagingku meskipun aku belum tahu siapa ayah dari bayi yang aku kandung ini."Bayi Ibu laki-laki," kata dokter yang memeriksaku beberapa hari yang lalu. Sudah lebih dari tiga kali aku melakukan USG. Dan hasilnya sama."Kira-kira apa nama bayi ini yang cocok, Ma?" tanyaku kepada Ibu Syarah. Wanita paruh baya ini sekarang tinggal bersamaku di rumah peninggalan kedua orang tuaku.Begitu juga dengan Bang Fadlan. Ia juga tinggal di kampung ku, tetapi ia tidak tinggal di rumahku. Ia tinggal di rumah Bang Arkan seorang diri. Semenjak Bang Arkan dipenjara isterinya memutuskan untuk meninggalkan kampung ini. Ia tidak tahan mendengar gunjingan orang-orang kampung. Salah seorang warga sempat melihat kak Anggi di Pekan Baru. Ia melihat Kak Anggi berdiri di depan rumah karoke dengan berpakaian seksi.

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   28

    Tetapi Polisi-polisi itu tak bisa menyelamatkan Kak Vina. Wanita yang selalu berpakaian seksi itu jatuh ke jurang."Vinaaaaaa!!!!" teriak Ibu Syarah seraya mendekati pagar pembatas. Semua orang ikut berlari mendekati pagar pembatas untuk melihat Kak Vina. "Vinaaaaaa!!" lirihnya. Ia terduduk lemas seraya memegang besi pembatas. Ia menangis sesunggukan meratapi anaknya yang telah jatuh ke jurang yang terjal itu. Hati siapa yang tak hancur melihat anak satu-satunya terjatuh ke jurang.Walaupun anaknya durhaka, tetapi dia tetaplah darah dagingnya. Yang ia kandung sembilan bulan lamanya."Sabar, Ma," Aku mencoba menenangkan Ibu angkatku itu seraya memeluk erat tubuhnya.Pak Kapolda kemudian meraih telfon genggamnya. Segera ia menghubungi tim SAR."Lebih baik kita kembali ke kantor polisi!" ajak Pak Kapolda. Kami pun meninggalkan tempat ini.***Jam menunjukkan pukul 12 malam. Kami tengah menunggu kabar dari tim SAR apakah mereka berhasil menemukan Kak Vina."Selamat malam," seorang pria p

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   27

    Ketika orang tersebut membuka kaca mata dan jaket hitamnya aku dan Ibu Syarah begitu terperanjat. Ternyata apa yang kami sangka-sangka selama ini benar. Orang tersebut adalah Kak Vina anak Ibu Syarah. Wanita berambut pirang itu mengibas-ngibaskan rambutnya yang tergerai panjang. Ia tak gentar walaupun ada lima orang polisi di hadapannya. Kak Vina kemudian menatap aku dan Ibu Syarah. Ia bertanya-tanya di dalam hati siapa dua wanita bercadar ini."Astaghfirullah, ternyata dugaan kami selama ini benar, ternyata anakku ikut dalam masalah ini," ucap Ibu Syarah sambil terus beristighfar. Tangannya bergetar. Matanya berkaca-kaca."Anda jangan sembarangan menuduh saya! Mana buktinya kalau saya melakukan tindakan kejahatan, ha!" ucap Kak Vina dengan meninggikan suaranya."Sudah, kamu mengaku saja Vina, anakku!" ucap Ibu Syarah. Ia kemudian membuka cadarnya.Kak Vina terlihat shock. Ia tak menyangka ternyata orang yang memakai cadar itu adalah ibunya."Ma--ma," seru Kak Vina dengan suara terbat

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   26

    "Bagaimana, Pak? Kapan kita bertemu dengan orang tersebut?" tanyaku kepada Pak Kapolda. Aku dan Ibu Syarah sekarang berada di kantor polisi. Tadi pagi sekitar pukul sepuluh kami berangkat dari rumah. Salah seorang warga mengantarkan kami ke kantor polisi."Hari ini kita akan bertemu dengan orang tersebut," jawab pak Kapolda."Kira-kira siapa orang tersebut?" Aku bertanya-tanya di dalam hati."Dimana bertemunya, Pak?" tanyaku lagi."Seperti biasa di tempat-tempat nongkrong, tetapi bukan tempat yang kemarin," jawabnya."Ayo bersiap-siap semuanya kita berangkat sekarang!" seru Pak Kapolda seraya bangkit.Bang Arkan kembali ikut karena dialah orang yang tahu siapa pemilik benih yang tertanam di dalam rahimku ini. Sebelum kami pergi aku menyempatkan diri untuk bertemu dengan Bik Misnah. Aku ingin melihat bagaimana kondisi perempuan yang tak memiliki hati nurani itu."Hai manusia berhati iblis," sapa ku ketika bertemu Bik Misnah yang mendekap di dalam sell. Aku tersenyum sinis kepada wani

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   25

    "Kenapa kau tega melakukan ini kepada ku?!" pekikku seraya melepaskan cadarku, "Apa salah ku!?".Seluruh tubuhku seketika menjadi panas dingin. Buliran air mata terus membasahi pipi ini. Aku menangis sesenggukan di hadapan warga kampung."Hana?" seru warga kampung. Mereka begitu terperanjat. Mereka baru menyadari kalau orang yang memakai cadar itu adalah aku. Hana binti Abdullah. Gadis yang mereka caci maki dan mereka fitnah. Beberapa warga desa terlihat menundukkan kepala mereka. Mereka merasa malu karena pernah memfitnahku."Kenapa kau tega melakukan ini kepadaku? pekikku lagi dengan suara bergetar."Kurang baik apa ayah dan ibuku kepada kau!" tanyaku seraya mendekatinya."Kenapa kau menunduk!" geram ku. Aku kemudian meramas wajah orang tersebut dengan kedua tanganku. Ya, kali ini aku menjadi anak yang tak sopan. Meramas wajah orang yang puluhan tahun lebih tua dariku. Sambil mendekatkan wajahku ke wajahnya aku berkata, "lihat aku!" "Bik Misnah!" tatapku dengan penuh emosi. Suaraku

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   24

    Dan benar saja sesuatu terjadi di keluarga kami. Bang Arkan mengeluarkan memory card dari CCTV kamera yang berukuran sangat kecil itu. CCTV kamera itu harganya sangat mahal. Biasanya dipakai orang-orang untuk menjebak seseorang yang melakukan tindak kejahatan. Setelah mengeluarkan memory card dari CCTV kamera tersebut Bang Arkan memasukannya ke dalam card reader. Kemudian menghubungkannya ke sebuah laptop. Dan bukti pertama pun akan segera terlihat. Kamera tersebut memperlihatkan ada tiga orang berdiri di depan rumahku. Dua orang pria dan satu orang wanita. Mereka seperti tengah berdiskusi. Entah apa yang mereka diskusikan. Tak jauh dari mereka ada sebuah mobil mewah terparkir di sana. Mobil tersebut adalah mobil milik almarhum ayahku. Dan mobil itulah yang menghilangkan nyawa Ayah dan ibuku. Buliran air mata kembali membasahi pipi ini setiap mengingat sesuatu hal yang berhubungan dengan kedua orang tuaku. Sebenarnya aku tak sanggup melihat rekaman itu, tetapi aku ingin men

  • Misteri Janin di Rahim Gadis Perawan.   23

    "Check...,Check," Terdengar suara seseorang dari 'walkie talkie' yang tersimpan di saku celana sopir kami. Lelaki paruh baya yang juga seorang polisi itu mengeluarkan 'walkie talkie' dari saku celananya."Siap, Komandan!" ujarnya."Ayo, semuanya keluar!" pinta Pak Kapolda."Sebentar lagi akan dimulai!" ucap Pak Kapolda lagi dengan suara berbisik.Kampi pun bergegas keluar dari mobil. Sebelum keluar dari mobil, tadi Pak Kapolda berpesan kepadaku untuk memakai cadar. Aku pun menuruti perintah dari pak Kapolda. Ibu Syarah membantuku memasangkan cadar berwarna hitam yang sepadan dengan baju kaftan yang aku pakai. Ia juga memakai baju yang selaras denganku, tetapi ia tidak memakai cadar sepertiku. dr. Syarif juga ikut keluar. Dia akan menjadi saksi nanti. Suasana di balai desa sangat ramai. Semua kursi penuh."Ada apa sebenarnya ini?" ucap warga kampung. Mereka terheran-heran ketika melihat ada sepuluh orang polisi masuk ke balai desa. Sepuluh orang polisi itu kemudian berpencar dan berdir

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status