Prana Jiwo
ꦥꦿꦤꦗꦶꦮꦺꦴ¹
Seseorang memperhatikan Diara dan Glagah dari kejauhan. Dia menghembuskan nafasnya berat, seolah ada beban yang tersemat. Lalu dia pergi sambil menelepon orang lain.
[Kalian di mana, aku sudah menyuruh orang untuk mengambil lukisanku. Dan kalian ikutlah ke gudang, aku akan menunjukkan koleksiku,] pesan Gita di ponsel Diara.
Glagah dan Diara bergegas kembali ke gedung. Setibanya mereka di sana, sudah menunggu beberapa orang dari ekspedisi yang bertugas untuk mengambil lukisan. Diara membuka pintu depan dan mempersilakan orang-orang itu mengambil lukisan. Setelah Glagah mengambil surat legalitas dan sertifikat jual beli, mereka mengikuti truk ekspedisi ke gudang penyimpanan Hardjo Company.
Gedung yang sangat luas itu hanya berlantai satu. Glagah dan Diara mengikuti orang-orang itu. Gita sudah menunggu mereka di pintu. Sambil tersenyum bangga Gita mengajak Glagah dan Diara masuk dan melihat isi dari gudang itu. Diara harus menaha
Glagah memacu mobilnya ke arah yang ditunjukkan oleh peta digital di dashboard mobil. Jl. Tawangmangu. Entah apa yang akan mereka temukan di sana, itu hanya satu-satunya petunjuk untuk mengetahui ada apa ini sebenarnya. Mobil Glagah memasuki jalan kecil, dan buntu, tapi benar jalan itu berpelang Tawangmangu. Jalan itu menuju ke sebuah gerbang rumah yang berdiri kokoh. Gerbang dari kayu yang sangat tebal dan tinggi. Mereka turun dari mobil dan melihat ke sekeliling yang rimbun dengan pepohonan.Tiba-tiba pintu terbuka, orang yang membawa pesan tadi keluar dan memberi isyarat kepada Glagah dan Diara untuk masuk, membawa mobil mereka. Begitu memasuki gerbang, sebuah rumah joglo lengkap dengan pendapa, dan beberapa bangunan kecil di samping menyamping rumah inti.“Ini rumah siapa?” tanya Diara penasaran.“Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya dia tahu tentang semua ini,” kata Glagah.“Silakan menunggu di pendapa, Tuan Karya akan segera keluar,” kata orang yang
Gita sedang menghubungi seseorang. Tampak raut wajahnya gelisah. Bagaimana kebetulan ini bisa terjadi. Hah, tato ini menjadi sumber masalahnya. Tapi Ibunya bahkan tidak mau Gita menghapus tato itu. Katanya tato itu akan mengukuhkan kekuatan yang selama ini tak ter bayangkan olehnya. Orang di seberang saluran telepon berusaha meyakinkan dia, bahwa Glagah bukanlah ancaman. Tapi tetap harus dihilangkan untuk kemungkinan yang tidak diketahui nantinya. Gita tahu dia bukan anak Hardjo Sriwedari dan Nawang Wulan. Dia adalah anak dari kesalahan Hardjo yang akhirnya membuat keluarga bahagia Hardjo berada dalam kehancuran. Gita yang tahu tentang kenyataan ini 10 tahun lalu semakin liar dengan kedatangan seorang yang mengaku kalau dia adalah Ibu biologis Gita. Perempuan bernama Wita itu bahkan mengatakan tato yang hanya dia dan keluarganya yang tahu. Gita yang saat itu tak peduli dengan keberadaan tato di tubuhnya mengabaikan semua kemungkinan. Lalu saat perempuan itu masuk ke rumah ini dan mu
Pesawat Glagah dan Diara bertolak dari Bandara Soekarno Hatta tepat jam 7 malam. Perjalanan yang akan memakan waktu 18 jam itu membuat Diara cemas. Dia belum pernah pergi ke luar negeri sebelumnya. Glagah yang tahu kecemasan Diara mencoba menenangkan.“Kenapa kamu tidak jujur padaku tentang keluargamu?” selidik Diara mencoba untuk mengatasi kecemasannya.“Kan sudah aku bilang tadi, kami harus berada dalam anonimitas. Dan juga sekarang bukan aku yang memegang peranan penting itu. Ayah bahkan tidak memberitahuku siapa. Aku hanya boleh tahu bahwa aku bagian dari mereka. Profesiku sebagai pengacara bisa membantu mereka,” papar Glagah sambil menghela nafasnya.“Sepertinya Laut yang memegang peranan itu sekarang, kalau dilihat dari gelagat dia yang tahu semuanya,” Diara mencoba menebak.“Bisa jadi. Karena setahuku memang hanya keluarga inti yang bisa menjadi penerus. Selama ini aku berpikir Ayah yang mener
Glagah melajukan mobilnya ke jalan raya Sommebakken untuk mencari pintu masuk ke Tanargevegen. Pemandangan pertanian nan hijau terhampar sepanjang jalan. Membuat Diara sejenak melupakan tentang tujuan mereka berada di sini. Perjalanan darat yang menyenangkan. Diara yang baru pertama kali ke luar negeri sungguh menikmati perjalanannya. Saat mobil mereka melintasi Snode, terlihat laut yang biru di sebelah kiri mereka.“Itu laut!” teriak Diara kegirangan.“Maaf, aku baru pertama kali ke luar negeri,” kata Diara canggung menyadari kekonyolannya.“Hahahaha, tidak apa-apa. Mulai sekarang biasakanlah, mungkin dengan uang yang kamu pegang sekarang kamu akan mulai berkeliling dunia setelah masalah ini selesai,” kata Glagah membuat Diara berpikir.“Benar juga, aku kan sekarang punya uang,” batin Diara senang, dia bertekad untuk berkeliling dunia setelah masalah ini selesai.Perjalanan mereka akhirnya tiba di al
Pagi itu Diara bangun dengan perut lapar seperti biasa. Dia mencium harum omelet dari dapur. Glagah pasti sudah membuat sarapan untuk mereka. Diara mondar-mandir di kamar antar keluar atau tidak. Setelah berulang kali berpikir akhirnya dia menyerah pada rasa lapar dan melupakan jengah yang dirasakannya.Glagah melihat Diara keluar kamar dengan piyama.“Makanlah, aku sudah membuat omelet. Sisa mashed potato kemarin masih bisa aku panaskan,” kata Glagah sambil menuang susu ke dalam gelas di depan Diara.“Sepertinya, aku harus terbiasa dengan menu ini selama kita di sini.” Diara ingin protes karena merindukan nasi.“Jangan merajuk. Wajahmu sangat lucu saat kamu merajuk,” kata Glagah. Lalu seketika menyesal mengucapkannya karena wajah Diara bersemu merah.“Kamu, bisakah tidak membuatku selalu jengah,” pinta Diara sambil menunduk dan memakan makanannya.&ldq
Bintang membaca buku harian Bulan semalaman suntuk. Dia menyadari ternyata adiknya itu harus berjuang sendirian. Bintang merasa egois sudah meninggalkan Bulan. Bahkan kini menyesal tidak bisa melihat kepergian Bulan, ah tidak, seharunya dia menyelamatkan Bulan. Bintang bahkan tidak bisa memejamkan matanya. Dia tidak menyangka Gita bertindak sekeji itu. Benar kata Mamanya sebelum meninggal. Bahwa Gita akan membuat keluarga Hardjo hancur lebur. Bintang bergegas membuka nakas di meja kerjanya. Mengambil surat dari Mamanya. Dia membacanya berulang-ulang. Lalu dia menemukan arti dari surat yang sudah lama dia simpan itu. Sekarang tekadnya sudah bulat. Dia akan membalaskan kematian Bulan. Lalu merebut kembali Hardjo Company. Bintang yang selama ini dikenal lemah, akan menunjukkan kekuatan yang sesungguhnya. Pintu rumah di ketuk saat Glagah membuat sarapan. Diara yang sedang melihat Glagah buru-buru membukakan pintu. Seketika tubuhnya membeku melihat siapa yang ada
Diara dan Glagah kembali ke Tananger saat malam beranjak datang. Perjalanan pulang tanpa lagi canggung tentang perasaan.Ponsel Glagah berbunyi tepat saat mereka sampai di rumah.[Bersiaplah, besok kita kembali ke Indonesia. Aku mempercepat kepulangan, karena ada yang harus kita urus segera di sana. Akomodasi sudah aku lampirkan. Besok jemput aku di alamat yang tertera.] Pesan dari Bintang.Mereka bergegas membereskan bawaan mereka. Dan berusaha memejamkan mata segera. Perjalanan panjang menanti mereka selanjutnya.Glagah mengetuk pintu kamar Diara, hari sudah pagi. Pesawat mereka di Stavanger akan bertolak jam 1 siang. Lebih baik bersiap dari awal.“Di, bangun, sudah pagi, mandilah, aku akan menyiapkan sarapan,” kata Glagah dari balik pintu.Diara mengucek matanya, tersadar dari mimpi. Bergegas ke kamar mandi.Glagah membuat roti bakar untuk menghemat waktu. Diara melihat Glagah sedang menuang susu ke gelas, roti bakar de
Perjalanan Surabaya-Jakarta lewat jalan tol, berjalan tanpa hambatan. Para pengikut Laut sudah memastikan jalur steril dari orang-orang Gita yang tidak tahu tentang keikutsertaan Laut dalam hal ini. Mereka menggunakan media untuk memancing fokus lawan di bandara Jakarta.“Kalian pasti lelah dengan perjalanan nonstop,” sambut Laut melihat wajah lelah Bintang, Glagah dan Diara.“Aku tak menyangka Indonesia berkembang sepesat ini,” kata Bintang.“Kamu terlalu lama menutup diri tentang Indonesia, sampai kamu lupa akan kami,” sindir Laut membuat Bintang tersenyum kecut.Diara sudah tak mampu menimpali obrolan mereka.“Oh ini yang kamu bilang sepasang kekasih itu?” ledek Laut membuat Glagah memutar bola matanya kesal.Laut tertawa melihat reaksi Glagah dan Diara yang salah tingkah.“Mereka pasangan serasi, cantik dan gagah. Ngomongin pasangan, kamu kapan akan menikah?” tanya Bintan