Главная / Thriller / Misteri Kematian di Kota Hema / 4. Menggapai gelar berbarengan.

Share

4. Menggapai gelar berbarengan.

Aвтор: Peony's
last update Последнее обновление: 2024-05-07 19:55:41

"Gimana Bim?? Lolos nggak?" Harapannya begitu tinggi. Terlihat dari mata cantik Alana yang berbinar.

Alana telah resmi menjadi mahasiswa baru. Kini Ia sedang menunggu kabar dari Bima. Bima mengikuti Tes Kepolisian.

Bima terdiam. Tatapannya begitu dalam. Ia tak berucap sepatah kata pun.

Raut wajahnya cemberut. "Hah ... yah! Nggak ya? Apa Bim! Cepet bilang dong. Gue mules banget."

Bima menundukkan kepalanya.

"Yah ...." Alana memeluk erat tubuh Bima. "Gue bakalan ada bareng sama lo kok Bim." Tangannya meraba wajah rupawannya. "Teruss berusaha ya!"

Perlahan terukir senyuman ria diwajahnya. "Panggil gue Pak Polisi."

Alana menutup mulutnya. "Omg ... seriussss?" Matanya terbelalak menatap Bima.

Bima mengangkat satu alisnya dengan sombong. "Of course!"

Tubuhnya men-jingkrak-jingkrak. "Hah ... serius Bim? Horayyy! Gue merasa dilindungi."

"Iya ... emang. Kan lo satwa liar."

Alana terdiam. "Huh? Bruh! Satwa liar? Satwa liar?"

"Iya! Emang kenapa??? Lo gigit tangan gue terus."

"Kapan?!"

"Nih." Bima menunjukkan beberapa bekas gigi di tangannya.

"Itu karena lo ngambil handphone gue tanpa izin!"

"Bodoamat ... satwa liar nggak bakalan ada yang ngaku," ejek Bima lagi.

Alana mendelik. "Ohh ... gue satwa liar. Kenapa lo nampung guee!!!"

"Ya karena gue terlalu sayang sama lo sehingga logika gue nggak hidup. Padahal lo mematikan."

"Sialan!" Alana menggeplak kepala Bima. "Alah, dua tahun lo sukses juga tipe lo bukan gue."

****

4 tahun kemudian ...

Video call berlangsung.

"Bima, kangenn bangettt. Ayo ketemu!! Minggu gue wisuda!! Harus dateng yaaa."

"Gue juga pelantikan, Na."

"Loh bareng? Yah ... nggak bisa dongg."

Bima termenung. "Iya nggak bisa. Kita pake cara alternatif lagi. Lewat video call lagi aja."

"Bosenn."

"Maunya gimana dong cantikku?" tutur Bima dengan lembut.

"Maunya ada Bima."

"Yahh ... tapi untuk kali ini, Bima nya nggak bisa, Alana sinii aja ke Bima."

"Alana juga nggak bisa."

"Jadi? Video call lagi kan jalannya?"

"Hahahhaha iya juga," ucap Alana.

"Gimana? Punya temen nggak?" tanya Bima meledek.

"Sembarangan. Punya dong, dia baik banget loh. Namanya, Lili. First time, dia orangnya jutek banget kalo diajak ngobrol, tapi baik banget banget banget ternyata. Awalnya gue nggak suka sama Lili. Orangnya jutek abis."

"Hahahahaah ... lo udah berapa lama nggak ada temen cerita? Kaciann banget ... tunggu si manis pulang ya."

"Iya, sini dong. Lo nggak kangen sama gue? Sialan gue dihempas."

"Ngawur banget ... gimana kabarnya? Baik-baik aja tanpa gue? Apa masih ngelakuin hal bego?"

"Sialan! Ck ... ya ... makanya ayo temuin gue, gue masih melakukan hal tolol dan hal bego, gue belum mandiri kalo jalan sendiri masih suka kesandung. Puasss??"

"Hahhahahah," suara tertawa Bima begitu renyah. "Belajar mandiri Alana Athaya. Gue kan sekarang nggak selalu di deket lo."

"Ya makanya lo cepet temuin gue, setidaknya kesandung gue berkurang."

"Makanya jalannya hati-hati."

"Emang gue jalannya nyenggol-nyenggol, nabrak-nabrak, langkah tegap, lari sprint, enggak, kan?"

"Oh iya, berarti itu butuh kasih sayang."

Alana teringat sesuatu. "Oh iya, pengikut baru di i*******m lo siapa Bim? Namanya 'Mila Veldra' nge dm loh."

"Dm apa?" tanya Bima.

"Katanya 'follback, ini Mila' ... oalahh, kenalan baru yaa."

"Oh, itu Mila. Adiknya Bayu."

Alana mengalihkan pandangannya. "Oalah adiknya Bayu."

Bima menyadari sesuatu seraya tersenyum manis. "Temen gue. Kenapa? Cemburu? Jiahkk."

"Nggak."

"Yaudah cari cowok sana."

"Gampang banget si kunyuk ngomongnya. Oh nyuruh gue cari pacar?"

"Oh maunya gitu? yaudah sana," jawab Bima.

"Di sini banyak sih dokter senior yang ganteng, salah satunya namanya Adelio, dia gantengg loooo."

Raut wajah Bima tampak berubah. "Oh."

"Kasih saran dong ... sama-sama pria udah pasti tau kan ya? Gimana cara deketin atau ... cara jadi pasangan hidupnya."

Bima mendelik. "Tinggal gatel aja sama tebar pesona."

"Okee pak! Akan ku lakukan!"

Bima menatap Alana. Hatinya semakin gundah saat melihat Alana mulai mengaktifkan teleponnya.

"Minta di tampuoll nih orang! Diem nggak! Matiin."

"Haii, Kak Adelio." Suara Alana sedikit dikecilkan dan dibuat imut.

"Heh!"

"Aku mau bilang-" (ucap Alana terpotong oleh Bima yang sedang marah).

"Matiin! Atau gue nggak akan kabarin lo lagi."

Alana menatap Bima seraya tersenyum. "Kenapa? Gundah hatinya?"

"Awas ya kalo suara imut lo dikasih ke orang lain. Cuma buat gue aja!"

****

"Alana." Lili memperlihatkan sebuah foto.

"Hum?? Kenapa?"

"Liat dulu! Coba lo amati."

"Foto cewek lagi date. Cantik."

"Bodoh! Bukan! Coba lo liat lagi!"

"Ck! Apa ... nggak ada loh, cuma ada cewek lagi date fotoin cowoknya."

Lili menarik napasnya. "Mila siapa?!!"

"Hemmmm?" Alana langsung merebut handphone Lili. "Lo dapet darimana! Mila ... gue rasa dia yang DM Bima."

"Hari ini dia pelantikan?" Raut wajahnya berubah menjadi merah. Menahan tangis, menahan amarah. "Gue? Hahahahhah! Brengsek lo Bim!'

"Tenang dulu, Na."

"Enggak bisa."

"Mending omongin deh, Na. Biar nggak ada kesalahpahaman," saran Lili.

"Enggak, Li. Emang sekarang sikap Bima aja yang berubah. Janji manis doang, nggak akan segan-segan gue buat cut off."

"Jangan dulu, Na. Jangan gitu."

"Sakit banget hati gue Li. Kok bisa Bima segampang itu buang gue ya? Dia lupa? Yang selalu ada buat nemenin dia dari dulu siapa? Masa dia secepat itu sih? Gue nggak secantik, Mila ya? Apa gue nggak pantes? Gue ada salah ya?"

"Hushh!! Nggak gitu ... jadi kemana-mana. Mending lo obrolin deh," saran Lili. "Gue bantu, mau?"

"Enggak usah, gue benci banget sama Bima."

****

"Lo Lili temen Alana?" tanya Bima. Kini Ia telah diperbolehkan pulang. "Langsung aja, ini siapa?" Bima menunjukkan foto mesra Alana bersama seorang pria.

"Gue bingung jawabnya."

"Jawab aja Li. Nggak usah diumpetin."

"Ini Adelio."

"Sialan! Dia lagi, dia lagi. Adelio siapa?!!"

"Ck! Diem dulu ... sekarang gini deh ... gue tanya sama lo, foto yang di snapgram Mila. Itu lo, kan? Jangan menyangkal, mending obrolin deh sama Alana. Lo juga masa nggak ngundang Alana ke hari pelantikan lo sih, Bim." Lili meneguk kopinya. "Kelewatan tau nggak. Malah date sama cewek lain."

"Dia bilang wisudanya hari minggu. Gue juga kan hari minggu."

"Tapi maksud Alana minggu depan setelah pelantikan lo. Alana juga nggak tau kalo hari yang di maksud lo tuh minggu-minggu sekarang."

"Haduh!" kesal Bima.

"Lo kenapa mau dinner lagi sama cewe lain?"

"Iya itu gue, tapi gue dipaksa temen. Di hari ulang tahunnya Mila. Tapi gue emang nggak mau Li. Gue dipaksa aja."

Lili mendelik. "Telat lo jelasinnya. Alasannya ngeselin lagi."

"Li, gue mohon. Bantuin gue, setidaknya agar persahabatan gue sama Alana masih berlangsung."

"Ya kalo lo jelasinnya kaya gitu Alana juga muak liat sikap lo. Aneh lo Bim."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misteri Kematian di Kota Hema   71. Ending

    Pagi itu Alana sedang berolahraga, di taman Kota. Hanya berlari kecil. Mengisi waktu yang luang sebelum menjemput Arya. Seseorang dari arah berlawanan menabrak Alana. Hingga botol minumnya terjatuh."Aduh!" Alana terkejut. "Hati-hati dong kalo jalan." Alana sembari mengambil botol minumnya."Sorry Kak! Saya nggak liat." Suaranya tak asing. Alana langsung menoleh. Mereka saling bertatapan. Alana membuka kaca mata hitamnya."Dori?" Ia tercengang tak percaya. Melihat Dori kini jauh berbeda. "Dori bukan sih?"Dori berpikir juga. "Kak Alana ya?" "Iya! ... eh kamu apa kabar?" tanya Alana."Kabarnya baik ... Kak Alana tinggal sekitar sini juga?" Raut wajahnya terlihat antusias."Baik ... kamu tinggal di sini atau ada keperluan lain?" tanya Alana. "Eh kamu sibuk nggak?""Enggak sih ... kebetulan sekarang waktunya lagi luang, saya lagi ada kerjaan disini ....""Kita sambil jalan santai aja gimana?" tanya Alana."Boleh banget tuh kak."Mereka berjalan mengelilingi bunderan taman Kota."Kaka

  • Misteri Kematian di Kota Hema   70. Menerima kemarin, hari ini, hari esok

    "Itu handphone lo udah pecah Alana. Ganti.""Selagi masih bisa dipake, bukan suatu masalah." Alana menatap. "Beliin dong cantik. Bisa dong, dikasih waktu ulang tahun gue nanti?""Gue beliin nanti, tapi ada satu syarat!""Apa?""Lo harus jadi babu gue buat cuci semu baju gue seumur hidup.""Dih ogah ... udah dapet pekerjaan bagus. Malah kerja paksa di rumah lo.""Emang handphone impian lo apa?" tanya Lili.Saat itu mereka sedang berjalan di mall."Tuh." Ia menunjuk pada handphone keluaran terbaru berwarna lavender. "Seharga motor.""Belum juga keluar. Lima belas tahun juga tuh handphone harganya sejuta.""Lima belas tahun? Gila! Ya lo pikir aja ... lima belas tahun mereka udah bisa keluarin handphone model robot. Gue dapet handphone itu berasa katrok.""Wah ... parah sih lo! Nggak tau terimakasih.""Ya lo beliinnya sekarang dong ....""Feedback-nya mau kasih apa?" tanya Lili."Lo beliin gue handphone. Gue beli lo kopi."Lili melirik terkejut. "Lo berharap gue bilang 'wah ayok Alana, gu

  • Misteri Kematian di Kota Hema   69. Ulang tahun yang tak banyak harap

    "Adikku mau apa?""Humm ...." Ia masih cemberut. Masih memakai baju seragam sekolah taman kanak-kanak. "Arya kan pengen beli es krim. Kak Alana lama banget."Alana tersenyum. "Kita beli boneka serigala?""Nggak." Bujukan Alana masih belum mempan."Mau beli boneka pisang?""Nggak mau!""Mau beli boneka Batman?"Ia terdiam. Masih dengan gengsinya. "Nggak!""Apa dong? Yang lari paling belakang harus jajanin es krim." Alana seraya berlari kecil. Agar suasana kembali ramai dan ceria.Alana hanya memiliki Arya di hidupnya. Terlintas di pikirannya bahwa Arya dan Alana sama-sama membutuhkan. Arya seorang diri, begitupun juga Alana.'Bisa saja kamu sebetulnya tak membutuhkan orang banyak. Kamu akan dipersatukan dengan orang yang membutuhkanmu juga yang kamu butuhkan. Mereka yang pergi ... itu sebagai hiasan hidup agar tak membosankan'. (ucapan terakhir Trisna saat Alana hendak keluar ruangan).****Sudah dua tahun lamanya. Rasa rindu terus menggebu. Alana sesekali masih belum bisa menerima. Te

  • Misteri Kematian di Kota Hema   68. Memori yang tak kunjung hilang

    "Saya nggak bisa bermalam di sini." Alana kekeh untuk pulang malam itu juga. "Izinkan saya pulang."Eri kebingungan. "Besok. Besok pagi. Saya janji.""Habis itu kalian pasti rencanain buat bunuh saya kan?" Alana menatap sendu. Wajahnya semakin cemberut. "Kenapa susah banget sih. Saya salah apa? Orang-orang kok khianati saya?" Saya nggak pantas di cintai ya?"Eri menatap Alana sendu. "Perempuan malang." Ia kebingungan. Alana pun pasti tak akan mau jika disuruh untuk beristirahat di kamar. "Makan dulu ya?""Orang-orang dari kemarin kok maksa saya buat makan trus sih? Kalian masukin apa di makanannya?"Traumanya sungguh hebat dan berat. Alana seperti orang depresi. Ia sesekali ketakutan. Sesekali terdiam lagi. Hal itu terus berulang.Eri tak tega melihat Alana seperti itu. Ia langsung menelepon polisi untuk segera mengantarkannya pulang.Malam itu menunjukkan pukul 07:00. Bulan bersinar cantik. Ombak semakin pasang. Lagi-lagi malam itu orang-orang berkerumun. Mengucapkan selamat tinggal

  • Misteri Kematian di Kota Hema   67. Sulitnya hidup dalam ketakutan.

    Pria itu mengerutkan bibirnya. "Kakak ini puasa ya?" Ia berbicara lagi. "Kakak mau istirahat?"Alana hanya menatap."Sekarang saya yang takut kalo Kakak kaya gini.""Usia kamu berapa?""Saya baru 18, kemarin saya baru lulus sekolah. Kenapa? Keliatan tua ya?" Dori tertawa. "Kakak umur berapa?" tanya Dori. Wajahnya senang karena Alana sudah mulai berbicara.Alana terdiam. Air matanya berlinang."Kakak kenapa? Apa wajah saya bikin mata Kakak pedes?"Alana tersenyum. "Kamu mirip adik saya.""Adik Kakak siapa? Sekarang dimana?""Aldo. Aldo namanya. Dia udah pergi kemarin," ucap Alana lagi-lagi raut wajahnya cemberut."Waduh salah lagi." Terbesit di batinnya. Lagi-lagi Dori berusaha menenangkan. "Aldo sudah tenang Kak ...."Alana menatap. "Nggak akan pernah tenang, Ri. Dia di sana nggak akan pernah istirahat."Karena tak ingin Ia salah lagi. Dori mengganti topik pembicaraan. "Gini deh Kak ya ... jujur aroma Kakak tercampur. Saya nggak tau bau apa. Dipersingkat saja sedikit bau bangkai eheh.

  • Misteri Kematian di Kota Hema   66. Dipertemukannya Alana dan Lili

    "Kak." Terdengar seorang pria membangunkan Alana. "Bangun Kak.""Gimana?" "Belum sadar." Pria itu mendengarkan detak jantung Alana. Ia memegang nadi di lengan Alana. "Aman kok. Masih bernapas.""Kak ... kakak masih hidup?" ucapnya lagi. "Kak bangun kak." "Gimana?" tanya pria lain."Belum sadarkan diri ... aduh kak. Cukup satu yang jadi mayat. Kalo dua ... saya takut kak. Nangkep ikan nanti gimana?" gumamnya.Banyaknya polisi sedang mengevakuasi keberadaan Alana dan Lili saat itu.Perlahan Alana mulai tersadar. Ia terbatuk-batuk. "Pak! Perempuan ini masih hidup!" teriak pria itu. "Kak! Kakak masih hidup? Ayo duduk dulu."Membuat polisi-polisi itu mendekat ke arah Alana."Kita amankan ke rumah sakit terdekat." Petugas keamanan hendak mengangkat tubuh Alana.Alana menolaknya seraya mencengkeram tangannya. "Antar saya pulang!""Kamu harus menjalani perawatan dulu."Napas Alana terengah-engah. "Nggak.""Tapi kakak butuh perawatan," ucap pria itu."Nggak! Saya nggak mau. Jangan bunuh sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status