Share

Hancur Tak Bersisa

Author: Azalea
last update Last Updated: 2023-09-30 08:55:04

Kancing kemeja yang dikenakan Melody sudah terbuka. Tanda merah di dadanya membuat kepalaku langsung mendidih.

Tidak hanya Nino dan Melody yang ada di ruangan ini, tapi ada tiga orang lainnya, satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Di meja terlihat botol-botol wine yang sebagian sudah kosong.

“Sayang, karena kebetulan ada di sini. Sekalian kuperkenalkan pada teman-temanku.”

Tanganku mengepal di kedua sisi tubuh, berbalik menatap Nino.

“Mereka teman-temanmu?” tanyaku dengan dada bergemuruh.

“Iya. Sebelum menemuimu aku bertemu dengan mereka karena kamu bilang mau berlibur bersama dengan anak-anakmu, aku tidak mau ganggu. Tapi ternyata kita berlibur di tempat yang sama.”

“Siapa gadis itu?” Tanganku mengarah pada Melody.

“Dia temanku juga? Jangan berpikir macam-macam, sayang. Aku di sini tidak sendiri.”

“Apa yang terjadi padanya sampai terkapar begitu?”

“Dia meminum wine satu gelas dengan sekali teguk jadi langsung tepar. Tapi aku tidak minum, sungguh. Aku sudah berjanji padamu.”

Nino beralih pada temannya menyuruh mereka untuk pergi, “Sekalian bawa Melly pergi juga.”

Melly?

“Melly? Namanya gadis itu Melly?”

Nino mengangguk.

“Bro, boleh dong cicip dikit cewekmu!”

“Jangan sentuh putriku!” teriakku dengan mata memanas dan tubuh gemetar. Mengarahkan telunjuk pada lelaki yang akan membawa Melody.

“Di-dia ... putrimu?” Nino terlihat kaget, “jangan bercanda!”

Selama ini dia memang tidak pernah tahu seperti apa rupa kedua putriku. Bahkan aku tidak memberitahu alamat rumah karena tidak ingin dia nekat datang untuk mendekati kedua putriku meski niatnya untuk merebut hati mereka agar bisa mengizinkanku menikah.

“Sayang ....” Melody mengigau, dia bangkit dengan susah payah aku langsung menghampirinya tapi dia malah mendorongku.

“Minggir, Bunda!” Dia masih mengenaliku.

“Melody!”

Melody berjalan sempoyongan dan hampir ambruk tapi Nino dengan cepat meraih tubuhnya. Dia tersenyum pada Nino, tangannya bahkan mengelus pipi Nino.

“Sayang, kenapa Bundaku ada di sini?”

Hatiku mencelos mendengar itu. Apa selama ini dugaanku tidak salah? Melody dan Nino ada main di belakangku?

Aku selalu berpikir positif karena tidak ingin merusak segalanya. Tapi semuanya kini terbuka di depan mataku sendiri.

“Sayang, jangan salah paham. Dia sedang mabuk jadi hanya meracau saja.” Wajah Nino tampak memucat, “dia mengira aku in-”

Plak!

Satu tamparan kulayangkan di pipinya.

“Bangs*t! Selama ini kamu bermain di belakangku dengan putriku!”

Aku menarik tangan Melody agar terlepas dari Nino.

“Jangan seperti ini, Sayang. Aku tidak tahu dia putrimu. Sungguh.”

“Hubungan kita cukup sampai di sini, jangan pernah muncul di hadapanku dan putriku lagi.” Tangisku yang mencoba dibendung pecah seketika.

Semua impianku hancur seketika, cintaku, putriku dan masa depannya.

“Bunda, lepas!” Melody dari tadi meronta tapi aku memaksanya, menyeret keluar dari kamar itu.

Nino masih mengikutiku mencoba untuk menjelaskan tapi saat ini tidak ada satu kata pun yang bisa masuk ke dalam telingaku. Telinga ini rasanya berdengung.

“Pak, boleh minta tolong bawa putri saya ke kamarnya.” Aku meminta tolong pada kedua orang security yang kebetulan lewat.

Aku tidak bisa membawanya seorang diri apalagi Melody terus berontak dan berteriak.

“Baik, Bu.”

“Sayang.” Nino mencoba meraih tanganku.

Dengan kasar langsung kuhempaskan, “Anggap kita tidak saling mengenal.”

“Kamu tidak bisa seperti ini, setidaknya dengarkan dulu penjelasanku.”

Aku tidak memperdulikan Nino dan menyusul dua orang security tadi yang membawa Melody ke kamar, mereka sudah keluar lagi. Dengan cepat mengunci pintu setelah Melody sudah dibaringkan, tidak ingin melihat Nino.

Tubuhku luruh ke lantai dengan tangis yang tidak berhenti.

Semuanya sudah hancur. Percintaanku kembali gagal dan yang membuatku sangat terpukul aku gagal menjaga putriku, aku gagal menjadi seorang ibu.

“Bunda, Bunda kenapa?”

Aku tak sanggup bicara, lidah ini rasanya kelu.

“Bunda.” Maura malah ikut menangis.

Saat ini aku tidak bisa pura-pura kuat setelah semuanya hancur tak bersisa. Kenapa takdir sejahat ini padaku sampai memberikan cobaan yang bahkan rasanya tak mampu kuhadapi.

Kenapa harus putriku, Nino? Kenapa? Diantara banyak gadis di luaran sana kenapa harus Melody.

Bunda akan merelakan apapun untukmu, tapi tidak dengan cara seperti ini. Andai mereka menjalin kasih terang-terangan, aku lebih rela melepas Nino demi kebahagiaan Melody daripada harus melihat mereka main di belakang dan menghancurkan segalanya.

Bunda lebih bisa menghadapi kamu yang keras kepala daripada seperti ini. Bunda hancur melihatmu menghancurkan masa depanmu sendiri.

Ya Allah, sakit sekali rasanya. Aku tidak kuat. Hancurnya berkali lipat dengan rasa yang tak terlukiskan.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar janda tolol. selamat utk kehati2an mu yg membuahkan hasil. g guna banget kau sebagai ibu. punya anak gadis tapi tak ubahnya seperti jalang
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Sebuah Kepercayaan

    “Kenapa?”Aku memaksakan senyum agar papa tidak curiga.“Tidak apa-apa, Pa. Edwin bilang sebentar lagi sampai, papa pulang saja. Kasihan Bunda sendirian.”“Benar tidak apa-apa papa pulang?”“Iya, Pa. Zea juga sudah diberi obat, demamnya pasti sebentar lagi turun.”“Ya sudah. Kalau ada apa-apa langsung kabari papa ya?”“Eh, Papa pulang pakai apa?”Papa meringis, “Pinjam motornya Edwin. Besok dikembalikan.”Aku mengangguk, “Sebentar, aku ambil dulu jas hujannya.”Setelah Papa pulang pun Edwin tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya membuatku semakin gelisah.“Apa mungkin dia ….”Aku menggeleng, menepis semua pikiran buruk itu. Tidak akan mungkin Edwin melakukan itu, orang yang mengirimkan pesan pasti hanya orang iseng saja. Tapi Edwin pergi kemana sampai belum pulang, ini sudah sangat larut.Tidak ada yang bisa kutanyai teman kantornya karena memang tidak ada yang kukenal.Apa aku tanya saja pada wanita itu ya. Dia teman kerjanya Edwin. Tapi aku takut malah nanti Edwin malah dipanda

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Kupinjam suamimu

    POV Melody“Kalau tidak tertukar di toko itu sendiri, berarti di kantor. Aku hanya ke dua tempat itu saja. Saat jam makan siang curi-curi waktu kesana untuk membelikan hadiah eh malah tertukar.”Edwin bicara dengan santai. Tidak terlihat mencurigakan.Aku percaya Edwin bukan lelaki seperti itu.“Sudah, tidak apa-apa. Kita lanjut makan ya, aku sudah lapar.” Senyumku masih tersungging.Tidak mau membuatnya malah tidak enak karena hadiah tertukar ini.Aku berpikir malah ada yang sengaja sudah menukarnya. Tapi tidak tahu orang itu siapa. Tidak seharusnya aku memikirkan masalah seperti ini, malah membuat pikiran buruk semakin berkembang.Selesai makan, kami kembali ke kamar. Duduk di sofa yang menghadap jendela, memandang rintik hujan yang belum ada tanda-tanda reda.Kusandarkan kepala di pundak Edwin.“Bagaimana pekerjaanmu hari ini?”“Lumayan melelahkan. Maaf ya, aku malah terlambat datang. Kamu sampai ketiduran tadi.”“Tak masalah, aku mengerti.”“Nanti tunggu libur panjang baru aku aka

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Hadiah Tertukar

    “Anak-anak sudah tidur semua, Mas?”“Sudah. Sekarang giliran bundanya yang tidur.” Nino naik ke atas ranjang.Ia sudah memastikan jika anak-anaknya sudah tidur. Anak-anak memang sudah dibiasakan untuk tidur sendiri tapi tetap saja mereka memantau menggunakan monitor.Sebagai pasangan tentu mereka harus memiliki waktu berkualitas untuk berduaan, untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.“Aku masih belum ngantuk, kamu tidur saja kalau sudah mengantuk. Besok kerja ‘kan?” Serra menarik selimut dan membaringkan tubuhnya tanpa ada niat untuk tidur karena memang matanya belum merasa berat.“Aku akan menemanimu. Mana mungkin wanita secantik ini kubiarkan begadang sendirian.” Nino tersenyum lebar, ia berbaring miring menghadap sang istri.“Kapan kemampuan merayumu itu hilang?” Serra mencibir.“Saat ada di hadapan wanita lain.”Laki-laki yang orang pikir tidak akan setia malah sebaliknya. Nino memiliki segalanya, harta, popularitas dan juga tampang. Tapi dalam benaknya sama sekali tidak terpikir

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Bisa Juga Jadi Kebanggan

    Melody menghela napas panjang, melempar begitu saja ponsel ke sofa.“Siapa lagi yang menginginkan keretakan hubunganku dan Edwin?” gumamnya.Ya, ia baru saja melihat foto Edwin yang dipeluk oleh Sarah. Nomor tidak dikenal mengirimkannya pada Melody namun hal itu sama sekali tidak membuat Melody hilang akal dan melabrak ke kantor. Ini masih jam kantor dan Edwin pasti masih sibuk bekerja.Melody itu mantan orang jahat, bilang saja begitu karena dulu ia sama sekali tidak pernah peduli pada siapapun. Jadi ia tahu jelas apa yang terjadi sebenarnya adalah sebuah kesengajaan yang dilakukan oleh salah satu pihak yang mungkin pernah dirugikan baik oleh Melody atau pun Edwin.Ia mengira jika sudah menikah dengan Edwin maka tidak akan ada lagi masalah yang datang tapi ternyata salah. Tetap saja ada masalah yang menghadang karena sangat mustahil kehidupan berjalan tanpa sebuah masalah. Bahkan Serra dan Nino sekalipun yang hidupnya tampak sempurna pasti memiliki masalah dalam kehidupan mereka.“Me

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Pengacau

    “Kalau kau sudah tidak ada rasa, kembalikan aku dengan baik-baik pada orang tuaku.”Perkataan Melody sukses membuat Edwin terbelalak, tangan lelaki itu terangkat menyentuh kening Melody, “Tidak panas.”Melody mencebik, “Kau kira kau mengigau apa? Aku serius, Ed.”“Jangan bicara sesuatu yang mustahil begitu, Mel. Aku tidak akan mungkin meninggalkanmu dalam situasi apapun, kita sudah sama-sama berjanji. Dulu kali pertama aku berjanji dan aku ingkar dan ini kali kedua aku tidak ingin mengingkari janjiku lagi.”Dulu Edwin memang berjanji untuk menjaga Melody dan juga mencintainya sepenuh hati namun karena keras hatinya wanita itu Edwin akhirnya harus mengalah dan melepaskannya meski akhirnya sekarang mereka kembali bersama.Edwin tidak sekedar berucap janji, tapi ia benar-benar akan membuktikannya. Sejauh ini Edwin memang sudah menjalankan perannya dengan baik, bukan hanya sekedar sebagai suami tapi juga ayah untuk Zea.“Isi hati orang tidak akan ada yang tahu, Ed. Aku hanya berpikir real

  • Misteri Kontrasepsi di Kamar Putriku   Waktu Yang Tepat

    "Jangan, Ma. Mama di rumah, temani aku dan Zea di sini. Aku tidak akan membiarkan Mama pindah dari sini, aku tidak bisa tenang. Edwin juga pasti sama." Melody mencoba membujuk ibu mertuanya.Sebenarnya Bu Sanjaya terlanjur malu makanya ia tidak enak tinggal bersama dengan Melody dan Edwin, bukannya benci atau tidak suka. Mengingat apa yang sudah dilakukannya dulu membuat Bu Sanjaya malu setiap bertemu dengan Melody dan Edwin, dan di sini mereka bersama setiap hari.Bu Sanjaya sudah mengakui kesalahannya, ia sadar perbuatannya tidak pantas dan ingin memperbaiki semuanya. Tidak ada kata terlambat untuk berubah menjadi lebih baik. Meski mereka tinggal satu atap dengan keyakinan berbeda tapi itu sama sekali tidak merubah apapun."Mama malu" aku Bu Sanjaya.Melody mengerti apa maksud ibu mertuanya itu."Sudah ya, Ma. Jangan bahas masa lalu, aku pun malu dengan masa laluku sendiri. Sekarang kita jalani saja kehidupan sekarang. Sama-sama memperbaiki diri, kita sudah saling memaafkan bukan."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status