Perkataan Edwin berhasil mengiris hati Melody. Tidak salah memang apa yang dikatakan mantan suami Melody itu, Melody yang dulu tidak mengharapkan Edwin tapi kini malah menyesal setelah lelaki itu tidak lagi dimilikinya.“Maaf,” ujar Melody dengan suara lirih, ia bahkan tidak berani menatap mata Edwin.“Semua sudah terjadi. Tidak usah mengungkit masa lalu.” Edwin berucap begitu tegas seolah tidak suka jika apa yang sudah berlalu diungkit kembali, lukanya masih belum benar-benar sembuh.“Tidak bisakah sikapmu seperti dulu, Ed?”“Kamu yang membuatku begini jadi jangan harap aku bisa seperti dulu.”Jika lelaki sudah patah hati beginilah jadinya. Tidak bisa berpura-pura bersikap biasa saja saat hatinya selalu berdenyut nyeri saat bertemu dengan Melody. Salah satu alasan Edwin enggan untuk bertemu Melody bahkan ke sini pun karena keinginan Zea.Kalau bukan Zea yang memaksanya pasti Edwin tidak akan mau. Ia juga ingin pergi jalan-jalan bersama Melody hanya untuk kebahagiaan Zea. Zea sama sep
Tanpa memedulikan mereka Melody beranjak ke kasir setelah mengambil sosis yang diambilkan Edwin tadi. Melody merasa muak melihat Amanda.“Aku tidak menyangka Edwin dijodohkan dengan perempuan ular begitu.” Melody geleng-geleng kepala. Ia tidak akan membiarkan Zea nanti bertemu dengan Amanda takutnya malah Zea disakiti.Melihat Amanda yang bermuka dua membuat Melody yang sempat mundur untuk mendapatkan kembali hati Edwin kini malah terpacu. Ia tidak mau Edwin memiliki pasangan seperti Amanda, bukan merasa dirinya paling baik setidaknya Melody sudah berubah.Mungkin jika pasangan Edwin adalah wanita baik maka Melody tidak akan berani mengusik hubungan Edwin.“Mel!”Melody tidak memedulikan panggilan Edwin dan memilih keluar dari tempat itu setelah membayar belanjaannya.“Mel!”Berhasil. Edwin meraih pergelangan tangan Melody membuat langkah perempuan itu terhenti.“Apa sih? Mau menyalahkanku juga karena kekasihmu itu terlalu lemah didorong sedikit sampai jatuh.”“Pulang duluan ya, aku a
“Kalau mau mesum ya nikah dulu!” Nino geleng-geleng kepala, ia berdiri tidak jauh dari tempat Melody dan Edwin.Edwin langsung bangkit dari atas tubuh Melody, pun dengan Melody yang ikut berdiri. Keduanya merasa sangat canggung dengan jantung yang sama-sama berdegup kencang.Untung saja Nino menutup mata kedua bocah yang tadi pamit bawa pelampung itu. Saking kesalnya Nino sampai melempar sandal yang dipakainya hingga mengenai kepala Edwin tadi.“Siapa juga yang mesum.” Edwin mengelak.“Kau pikir biji mataku ini tidak melihat apa? Kalau masih cinta tidak usah sok-sokan saling menjauh, menikah lagi sana daripada muncul adiknya Zea sebelum kalian menikah,” ujar Nino seenak jidat, ia bicara seenaknya tanpa memperdulikan kini wajah Melody merah padam karena malu.“Papa, tadi kakak dan Abang sedang apa, kenapa dimarahi?” tanya Izel polos.“Bocah tidak usah tahu. Ayo main lagi.” Nino sudah melepaskan tangannya yang tadi menutup mata Izel dan Zea.Melody yang sudah terlanjur malu kini beranja
“Sayang!” Amanda berteriak saat melihat Edwin masih berbaring di ranjang sambil memeluk Zea.Edwin terperanjat dan langsung duduk membuat Zea pun menangis karena kaget. Tadi Edwin memanggil Melody karena Zea merengek saat tidak mendapati sang ibu tidur di sampingnya. Zea sangat manja sekarang, tidur pun harus bersama ayah dan ibunya.“Kamu kenapa ada di sini?” tanya Edwin sambil menggendong Zea mencoba membuat anak itu kembali tertidur.“Ternyata begini ya kelakuan kamu. Bilangnya liburan bareng Zea tapi kenyataannya kamu malah selingkuh!”“Keluar! Jangan teriak-teriak di sini, kamu membuat Zea takut.” Edwin malah mengusir Amanda.Wanita itu terbelalak merasa tidak percaya, “Kamu mengusirku, Ed?”“Kamu di sini juga masalah tidak akan selesai, tidak lihat Zea menangis begini.” Edwin tidak peduli lagi dengan pemikiran Amanda, saat ini ia hanya sibuk menenangkan Zea yang malah menangis semakin kencang.“Pintu masih terbuka, silahkan keluar!” Melody buka suara.“Kenapa harus aku yang kelu
Seperti anak kecil yang tidak mau ada yang mendahului, Edwin berlari tanpa kata membuat Amanda dan Andrew melongo melihat apa yang dilakukan oleh Edwin.“Edwin, berhenti!” teriak Andrew yang ikut mengejar Edwin.Sedangkan Amanda menghentakkan kakinya kesal, “Aish! Mana bisa aku berlari mengejar mereka, aku tidak bisa. Yang ada nanti kakiku sakit,” gerutunya. Ia memutuskan kembali ke dalam kamarnya untuk menelepon Bu Sanjaya dan melaporkan apa yang terjadi.Sementara Edwin masih tetap berlari memasuki lift.Saat ini tujuan Edwin adalah kamar Melody, tidak ingin ia jika ada yang mendahului bertemu dengan Melody apalagi Andrew. Kedua lelaki ini memang terlihat sangat kekanakan.Saat sampai di lantai kamar Melody, dengan tergesa-gesa Edwin kembali berlari menuju kamar mantan istrinya itu namun berkali-kali menekan bel tidak ada yang menyahut dari dalam.“Dia kemana? Perasaan saat tadi aku keluar dia masih di kamar bersama Zea?” gumam Edwin sambil mencari kontak Melody untuk menghubungi wa
"Aku baik-baik saja, aku bukan sakit, Mas.""Lalu apa? Jangan membuatku khawatir begini, sayang." Nino menggenggam tangan sang istri, ia benar-benar takut Serra sakit."Aku ... Minum obat pencegah kehamilan," ungkap Serra."Apa?"Teriakan Nino itu sampai membuat kedua anaknya kaget dan melihat ke arah lelaki itu."Maaf." Mata Serra berkaca-kaca karena merasa bersalah, ia tahu betul suaminya ingin punya anak lagi tapi malah dipatahkan oleh Serra yang diam-diam meminum pil KB."Kenapa kamu tidak bilang?""Aku takut kamu marah kalau tahu aku minum itu, kamu 'kan mau sekali punya anak lagi.""Kalau memang kamu belum siap lagi punya anak, bilang saja tidak usah diam-diam begini. Di sini kamu yang mengandung dan melahirkan, kamu bahkan tidak bisa membagi rasa sakit itu padaku.""Maaf, Mas.""Tidak apa. Masuklah, mau mandi 'kan."Tangan Nino terlepas malah membuat hati Serra mencelos, ia tahu apa yang diperbuatnya salah karena tidak seharusnya melakukan sesuatu sebelum memberitahu Nino. Nino
Melody langsung menoleh, matanya terbelalak melihat Edwin berdiri di belakangnya.“Ed, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Melody meski ia tahu dari tadi Edwin memang mencari keberadaannya.“Mau membawa Zea,” jawabnya.Padahal niat awal mencari Melody untuk menahan agar Melody tidak bertemu dengan Andrew tapi yang ada di depan mata sukses menyayat hati Edwin.“Papa, kenapa lama?”Edwin menjatuhkan pandangannya pada Zea dan menggendong anak itu, “Makan di tempat lain saja ya.” Sudah terlanjur, ia terlambat dan merasa tidak memiliki harapan. Lebih baik pergi, pikir Edwin.Tanpa bicara lagi Edwin membawa Zea pergi meninggalkan Melody dan Andrew.“Kau lihat bagaimana ekspresinya tadi?” tanya Andrew sambil menahan tawa.“Kau ....” Melody menggantung ucapannya.“Sengaja biar kau tidak perlu melihat lewat rekaman CCTV.” Andrew memainkan alisnya lalu dengan santai menikmati kopi yang baru saja dipesannya.“Berarti Edwin salah paham?”Andrew mengedikkan bahunya, “Kalian itu, aduh ... aku bing
“Mas, ini tidak lucu!” Serra merengut kesal.Nino yang berdiri di depan pintu kamar mandi dengan bertelanjang dada membuat Serra benar-benar kaget. Untung saja ia terjatuh bukan saat kondisi sedang hamil.“Kamu juga tadi mengagetkanku, sekarang gantian,” ujarnya dengan sisa tawanya.Seulas senyum terlihat di bibir Serra, ia merasa lega melihat senyum suaminya. Padahal tadi ia ingat betul jika Nino pergi dari kamar.“Bukannya tadi kamu pergi ke luar, Mas?” tanya Serra, ia baru saja akan berdiri namun dengan gerakan cepat Nino membopong tubuh wanita itu.“Mas, aku bisa jalan sendiri.” Serra protes tapi mengeratkan tangannya di leher Nino.“Tapi aku ingin menggendongmu.” Nino menurunkan Serra di ranjang.“Kamu masih marah?” Ia memulai kembali obrolan itu hanya untuk memastikan jika Nino sudah tidak marah.Meski merasa heran karena tidak sampai lima menit yang lalu Nino masih memasang muka masam dan sekarang sudah full senyum seperti tidak terjadi apa-apa.“Tawaranmu tadi rasanya sayang k