Share

Misteri Rumah Di Ujung Jalan
Misteri Rumah Di Ujung Jalan
Author: Novita

1. Rumah Baru

Author: Novita
last update Last Updated: 2023-07-24 15:51:14

Akhirnya Saka menemukan rumah kontrakan yang sesuai keinginanya. Rumah minimalis modern yang letaknya di sebuah perumahan yang tak cukup padat. Akses ke jalan raya pun sangat mudah apalagi di sekitar perumahan ada sebuah supermarket yang menjual kebutuhan sehari-hari. Setelah melunasi pembayaran rumah Saka pun mengangkut barang-barangnya dari tempat tinggal lamanya yang letaknya cukup jauh dari tempat barunya. Disini Saka ingin membuka lembaran baru dan melupakan masa lalunya yang tak mengenakan.

Saka mengangkat kedua tangannya meregangkan otot-otonya yang terasa lelah karena seharian sibuk berkemas.

“Udah mau di tempatin ini, Mas?” sapa seorang laki-laki berseragam yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.

“Iya, Pak,” jawab Saka sambil mendongakkan melihat ke arah seseorang yang menyapanya.

“Oh iya ngomong-ngomong Bapak sibuk enggak? kalau boleh bisa bantu saya beres-beres. Soal ongkos Bapak tenang aja,” ucap Saka tanpa basa-basi pada seorang laki-laki yang baru di temuinya.

“Boleh, Mas. Lumayan buat tambahan beli rokok sama pulsa. He... he," jawabnya dengan ramah dan penuh semangat karena mendengar tawaran dari Saka. Laki-laki berseragam itu mengibaskan tangannya agar bersih. "Sebelumnya kita kenalan dulu. Nama saya Senin,” ucap lelaki itu sambil mengulurkan tangannya pada Saka.

Saka menatap wajah Pak Senin dengan heran. “kenapa Mas, ada yang aneh dengan saya?” tanya Pak Senin karena melihat ekspresi wajah Saka setelah memperkenalkan diri.

“Berarti Bapak lahirnya hari senin ya?” ucap Saka percaya diri

“Enggak,” sahut Pak senin cepat. “kata Ibu, saya lahirnya hari jumat. Memang kenapa, Mas?”

“Aneh.” Gumamnya. “Oh iya perkenalkan nama saya Saka,” ucapnya sopan sambil menundukkan badan.

“Mas Saka kayak opa-opa korea.”

Saka mengerutkan wajahnya mendengar komentar Pak Senin.

“Apa yang bisa saya bantu ini?” tanya Pak Senin sambil kepalanya celingukkan melihat barang- barang Saka yang masih berada di dalam truk.

“Turunin aja semua, Pak. Habis itu baru kita beresin," ucap Saka memberitahu Pak Senin.

“Siap,” jawabnya seperti menerima perintah komandan.

Tak perlu menunggu instruksi Saka selanjutnya, Pak Senin pun bergegas menurunkan barang-barang dari dalam truk dan memasukkan ke dalam rumah Saka.

“Mas Saka,” tiba-tiba suara Pak Senin memanggilnya.

“Iya, Pak.” Saka pun langsung keluar rumah dengan peluh yang membasahi keningnya.

“Ada apa, Pak," tanyanya dengan tergopoh-gopoh.

“Ini ada Pak Dirga,” ucap Pak Senin sambil menunjuk kearahh seorang lelaki setengah baya.

“Siang, Pak,” sapa Saka dengan ramah.

Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya. “Perkenalkan saya Dirga ketua RT di sini," ucapnya.

Sepertinya orang ini belagu. Batin Saka.

“Oh iya, Pak. Saya Saka sebelumnya mohon maaf saya belum ke rumah Bapak. Seperti Bapak lihat saya baru aja pindahan,” jawab Saka dengan tak enak hati.

“Santai saja, lagian tadi enggak sengaja lewat sini. Terus lihat rumah ini kok sudah ada penghuninya.”

“Iya, Pak nanti kalau sudah selesai saya langsung ke rumah Bapak.”

“Kalau Mas Saka repot titipkan saja sama Senin. KTP sama kartu keluarga saja untuk data.”

“O gitu ya Pak,” jawab Saka mengerti dengan keterangan Pak Dirga.

“Iya sudah silahkan di lanjut beres-beresnya. Oh iya satu lagi pesan saya, Mas Saka jangan sekali-kali masuk pekarangan rumah nomor tiga belas ya di komplek ini.”

"Rumah nomor tiga belas," tanya Saka karena merasa aneh dengan aturan yang baru saja di dengarnya dari Pak Dirga.

“Iya, Pak,” Jawab Saka sambil mengeryitkan dahinya.

***

Aroma mie instans menyeruak di dapur rumah Saka. Karena kelelahan menurunkan barang, Saka tertidur di ruang tamu. Barang-barang yang tadi ia turunkan bersama Pak senin pun masih berantakan dan berserakan dimana-mana. Bahkan Saka tak tahu kapan Pak Senin pulang. Kalau saja perutnya tak protes minta di isi mungkin Saka lebih memilih tidur hingga pagi.

Akhirnya tak butuh waktu lama semangkok mie pun tandas tak bersisa di lahapnya. Setelah merasa kenyang, Saka pun duduk di balkon kamarnya. Tak lupa secangkir kopi menemaninya duduk bersantai sambil menikmati suasana baru rumahnya. Tiba-tiba Saka teringat ucapan Pak Dirga tadi siang. Sebenarnya ada apa dengan rumah nomor tiga belas di ujung jalan itu. Kenapa Pak Dirga melarangnya datang ke rumah itu.

Mungkin memang sudah menjadi tradisi kalau angka tiga belas di anggap angka sial. Padahal aku sendiri suka dengan angka itu. Menurutku angka tiga belas itu unik. Saka melirik jam di rumahnya. Masih jam segini mataku juga belum ngantuk. Dari pada aku bengong mending cari aja Pak Senin . Gumam Saka. Saka pun melangkahkan kakinya keluar rumah menuju pos dimana Pak Senin berjaga.

Namun sampai di sana ternyata tak ada satu orang pun, bahkan Pak Senin yang harusnya bertugas di pos pun tak nampak batang hidungnya.

Kemana Pak Senin ya? udah aku buatin kopi malah enggak ada. Mana tadi lupa enggak minta nomor ponselnya,'Saka terus saja menggerutu karena kelalaiannya.

Saka pun duduk di bangku panjang yang berada di pos tersebut. Semilir angin malam ini membuat mata menjadi ngantuk, bahkan kopi yang di minum Saka tadi tak menimbulkan efek sama sekali. Sekuat tenaga Saka menahan rasa kantuk yang menyerangnya.

“Mas Saka, ngapain di sini?” Saka pun tersentak mendengar suara yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

“Pak Senin bikin jantungan aja. Ini saya mau nganter kopi buat Bapak,” jawabnya sambil menyodorkan sebuah termos kecil.

“Wah, Mas Saka ini memang baik orangnya. Kebetulan stok kopi di sini sudah habis.”

“Iya udah cepat di minum keburu dingin.”

“Ngomong-ngomong ini kopi enggak ada temannya, Mas?” tanya Pak Senin sambil menaikkan alis kanannya.

“Ye... di kasih hati minta ampela. Pak Senin kan tahu saya baru aja pindahan, belum sempat belanja apa-apa. Tadi saja saya cuma makan mie instan Lagian Bapak juga pulang enggak pamit tadi.”

“Mas, tadi waktu saya mau pulang. Saya lihat Mas Saka tidur, mana ngorok kenceng banget. Mau bangunin enggak tega. Jadinya saya langsung pulang aja.”

“Iya, saya paham kok. Pak. Pak Senin punya saudara atau siapa gitu yang butuh kerjaan,” tanya Saka.

“Memang Mas Saka lagi cari pegawai?” tanya Pak Senin sambil menyeruput kopinya.

“Saya butuh asisten rumah tangga.”

“Coba nanti saya tanya orang-orang di sini.”

“Tapi saya maunya yang jujur. Jangan sampai nanti saya tinggal kerja barang-barang saya habis di bawa pergi.”

“Siiip... beres kalau soal itu.”

Mereka berdua pun asik ngobrol hingga tak terasa hari mulai pagi. Saka pun akhirnya pamit karena masih harus melanjutkan beres-beres rumahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   38. Kematian Mayla

    Saka pun segera menghubungi Arunika setelah mendengar kabar dari Asih. Arun pun segera mengirim pesan kepada Bagas agar segera menyusulnya ke rumah Saka. “Mau kemana kamu malam –malam begini?” tanya Bu Erika yang melihat Arunika membawa tasnya. “Arun ada urusan Mama nanti kalau sudah saatnya Mama juga akan tahu,” jawabnya dan bergegas meninggalkan Mamanya. “Ini anak semakin hari semakin aneh pasti dia pergi sama Bagas,” gerutu Mamanya. “Sabar, Bu. Mungkin Mbak Arun memang ada kepentingan mendadak,” sahut Bu Ijah yang berusaha menenangkan Bu Erika. “Kita lanjutin aja buat kuenya, Bu nanti keburu malam dan enggak selesai. Pesanannya kan di ambil pagi.”Bu Erika pun menuruti kata Bu Ijah, ia pun kembalkhiri ke dapur melanjutkan kerjaannya yang belum selesai. “Cepat sedikit, Pak,” ucap Arun pada sopir taksi. “Enggak berani Mbak ini jalannya ramai.” Arun nampak gelisah berkali-kali ia mengecek ponselnya. Semoga aja

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   37. Rahasia Pak Dirga

    “Ayolah, Mas mending kamu jujur aja mau sampai kapan kamu hidup seperti ini dihantui rasa bersalah. Aku tahu ada hal yang kamu rahasiakan,” desak Asih. Karto hanya diam mendengar ocehan Asih. Memang benar apa yang dikatakan Asih Karto sudah bosan hidup seperti ini, setiap hari selalu di kejar ketakutan. Apalagi ia merasa Mayla selalu menghantuinya. Andai dulu aku tak mengikuti kemauan Dirga tentu semua tak akan seperti ini. Batin Karto. “Siapa yang menyuruhmu sebenarnya?” tanya Karto perlahan. “Mas Karto enggak usah banyak tanya, intinya Mas mau enggak bantu aku dan menjelaskan tentang rumah kosong itu.”Karto menghembuskan nafas dengan kasar. “Aku tak tahu dimana Pak Dirga, karena aku juga sedang mencarinya. Kalau tentang Mayla.” Karto terdiam tak melanjutkan perkataannya matanya menyapu semua sudut rumahnya. “Pak Dirga adalah orang yang di percaya Mayla untuk menjaga rumahnya termasuk istrinya, tapi entah setan apa yang merasuki Pak Dirga saat i

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   36. Bujukan Asih

    Taksi yang di tumpangi Asih berhenti di sebuah rumah yang bangunannya terlihat sangat sederhana. Perlahan Asih pun turun dan mengamati rumah yang sedari kecil di tinggalinya. Suasana terlihat sangat sepi seperti tak berpenghuni. Apa Mas Karto sedang pergi ya. Kenapa asepi sekali. Monolog Asih. Asih pun berjalan kembali ke taksi yang ia tumpangi tadi. “Pak, apa sebaiknya Bapak tinggalkan saya saja? Karena saya takut akan lama nanti,” ucap Asih pada sopir taksi tersebut. “Tapi tadi Pak Saka pesan kalau saya harus nunggu, Mbak,” jawab Sopir tersebut.Asih terdiam mendengar jawaban Sopir tersebut. Asih nampak berpikir keras mmencari cara supaya sopir tersebut tak di ketahui Karto. “Gini aja, Mbak. Ini kartu nama saya di situ udah tercantum nomor telepon saya, nanti kalau urusan Mbak sudah selesai, Mbak tinggal hubungi saya.” “Bapak mau kemana?” tanya Asih stelah menerima kartu nama Pak Sopir tersebut. “Saya mau cari w

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   35. Cerita Kita

    “Nach itu Winda,” tunjuk Asih yang melihat Winda dari kejauhan. “Akhirnya datang juga pesenanku,” celetuk Bagas. “Maaf, Mas lama,” ucap Winda begitu berdiri di hadapan Bagas. “Kamu ambil piring, Sih di belakang,” pinta Arun pada Asih. “Baik, Mbak sama saya mau buat munuman sekalian.”Asih pun langsung berjalan ke dalam toko, tanpa di minta Winda segera mengekor di belakangnya. “Asih,” panggil Winda berbisik karena takut Bagas atau Arunika mengikutinya. “Ngapain kamu ngikutin saya?” tanya Asih heran melihat Winda sudah berdiri di belakangnya. “Mau bantuin kamu, lagian dari pada jadi obat nyamuk aku juga enggak ngerti apa yang di bicarakan Mbak Arun sama Mas Bagas mendingan aku ikut kamu,” jawab Winda.Mereka berdua pun membuat minuman dan menyiapkan beberapa roti dan gorengan yang di beli Winda tadi di warung Bu Surti. “Silahkan, Mbak, Mas,” ucap Asih sambil meletakkan minuman dan makanan.D

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   34. Ide Bagas

    Arunika menceritakan semua rasa penasarannya tentang rumah kosong di perumahan dekat toko roti miliknya. Bahkan tentang mimpi yang di alami Saka dan dirinya. Awalnya Dika tak percaya karena Dika mengira Arunika hanya menghayal karena terobsesi ingin menemukan Kakanya. Namun setelah Arun menemukan bukti foto-foto di rumah kosong itu Dika mulai mempercayai kecurigaan Arunika terhadap Pak Dirga. “Aku kehilangan jejak Pak Dirga, makanya aku bingung,” keluh Arun dengan suara lirihnya. “Apa dia tak punya sanak keluarga yang bis kita mintai keterangan?” tanya Dika. “Kenapa kita enggak kepikiran hal itu dari awal, setidaknya kita bisa tanya sama Pak Senin atau Asih tentang Pak Dirga,” imbuh Bagas sambil menepuk keningnya. “Dik, apa Nanda pernah menceritakan sesuatu atau mungkin berkeluh kesah tentang keadaannya?” tanya Ayu sambil menatap Dika seolah meminta mengingat sesuatu hal sebelum Nanda menghilang.Dika terdiam wajahnya nampak serius mengi

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   33. Dia Adalah Perempuan Itu

    “Kamu mau kemana, Run pagi-pagi gini. Lagian bukannya toko buka jam sembilan,” tegur Mama Arunika ketika melihat Arun sudah rapi. “Arun ada perlu Bu mau pergi sama Bagas. Hari ini kayaknya Arun juga enggak akan sempat ke toko. Mama tenang aja udah ada Winda sama Asih, mereka bisa di andalkan kok,” jawab Arunika. “Kamu itu bukannya nyari Kakakmu tapi sibuk aja dengan Bagas.”Arunika memejamkan matanya sambil membelakangi Mamanya mendengar perkataan Mamanya hatinya begitu sakit jelas sekali Mamanya selama ini hanya memikirkan Kakaknya. Ma andai Mama tahu selama ini usahaku mencari Kak Nanda. Bahkan aku pergi dengan Bagas pun karena Kak Nanda. Sampai Bagas yang bukan keluarga kita mau bantu mencari kak Nanda karena dia tahu gimana perlakuan Mama ke aku. monolog Arunika. “Belum saatnya Arun menjelaskan apa yang Arun lakukan sama Bagas Ma. Karena selama Kak Nanda belum di temukan Arun akan selalu salah di mata Mama.” “Kamu marah sama Mama?”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status