Share

Misteri Rumah Di Ujung Jalan
Misteri Rumah Di Ujung Jalan
Penulis: Novita

1. Rumah Baru

Akhirnya Saka menemukan rumah kontrakan yang sesuai keinginanya. Rumah minimalis modern yang letaknya di sebuah perumahan yang tak cukup padat. Akses ke jalan raya pun sangat mudah apalagi di sekitar perumahan ada sebuah supermarket yang menjual kebutuhan sehari-hari. Setelah melunasi pembayaran rumah Saka pun mengangkut barang-barangnya dari tempat tinggal lamanya yang letaknya cukup jauh dari tempat barunya. Disini Saka ingin membuka lembaran baru dan melupakan masa lalunya yang tak mengenakan.

Saka mengangkat kedua tangannya meregangkan otot-otonya yang terasa lelah karena seharian sibuk berkemas.

“Udah mau di tempatin ini, Mas?” sapa seorang laki-laki berseragam yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.

“Iya, Pak,” jawab Saka sambil mendongakkan melihat ke arah seseorang yang menyapanya.

“Oh iya ngomong-ngomong Bapak sibuk enggak? kalau boleh bisa bantu saya beres-beres. Soal ongkos Bapak tenang aja,” ucap Saka tanpa basa-basi pada seorang laki-laki yang baru di temuinya.

“Boleh, Mas. Lumayan buat tambahan beli rokok sama pulsa. He... he," jawabnya dengan ramah dan penuh semangat karena mendengar tawaran dari Saka. Laki-laki berseragam itu mengibaskan tangannya agar bersih. "Sebelumnya kita kenalan dulu. Nama saya Senin,” ucap lelaki itu sambil mengulurkan tangannya pada Saka.

Saka menatap wajah Pak Senin dengan heran. “kenapa Mas, ada yang aneh dengan saya?” tanya Pak Senin karena melihat ekspresi wajah Saka setelah memperkenalkan diri.

“Berarti Bapak lahirnya hari senin ya?” ucap Saka percaya diri

“Enggak,” sahut Pak senin cepat. “kata Ibu, saya lahirnya hari jumat. Memang kenapa, Mas?”

“Aneh.” Gumamnya. “Oh iya perkenalkan nama saya Saka,” ucapnya sopan sambil menundukkan badan.

“Mas Saka kayak opa-opa korea.”

Saka mengerutkan wajahnya mendengar komentar Pak Senin.

“Apa yang bisa saya bantu ini?” tanya Pak Senin sambil kepalanya celingukkan melihat barang- barang Saka yang masih berada di dalam truk.

“Turunin aja semua, Pak. Habis itu baru kita beresin," ucap Saka memberitahu Pak Senin.

“Siap,” jawabnya seperti menerima perintah komandan.

Tak perlu menunggu instruksi Saka selanjutnya, Pak Senin pun bergegas menurunkan barang-barang dari dalam truk dan memasukkan ke dalam rumah Saka.

“Mas Saka,” tiba-tiba suara Pak Senin memanggilnya.

“Iya, Pak.” Saka pun langsung keluar rumah dengan peluh yang membasahi keningnya.

“Ada apa, Pak," tanyanya dengan tergopoh-gopoh.

“Ini ada Pak Dirga,” ucap Pak Senin sambil menunjuk kearahh seorang lelaki setengah baya.

“Siang, Pak,” sapa Saka dengan ramah.

Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya. “Perkenalkan saya Dirga ketua RT di sini," ucapnya.

Sepertinya orang ini belagu. Batin Saka.

“Oh iya, Pak. Saya Saka sebelumnya mohon maaf saya belum ke rumah Bapak. Seperti Bapak lihat saya baru aja pindahan,” jawab Saka dengan tak enak hati.

“Santai saja, lagian tadi enggak sengaja lewat sini. Terus lihat rumah ini kok sudah ada penghuninya.”

“Iya, Pak nanti kalau sudah selesai saya langsung ke rumah Bapak.”

“Kalau Mas Saka repot titipkan saja sama Senin. KTP sama kartu keluarga saja untuk data.”

“O gitu ya Pak,” jawab Saka mengerti dengan keterangan Pak Dirga.

“Iya sudah silahkan di lanjut beres-beresnya. Oh iya satu lagi pesan saya, Mas Saka jangan sekali-kali masuk pekarangan rumah nomor tiga belas ya di komplek ini.”

"Rumah nomor tiga belas," tanya Saka karena merasa aneh dengan aturan yang baru saja di dengarnya dari Pak Dirga.

“Iya, Pak,” Jawab Saka sambil mengeryitkan dahinya.

***

Aroma mie instans menyeruak di dapur rumah Saka. Karena kelelahan menurunkan barang, Saka tertidur di ruang tamu. Barang-barang yang tadi ia turunkan bersama Pak senin pun masih berantakan dan berserakan dimana-mana. Bahkan Saka tak tahu kapan Pak Senin pulang. Kalau saja perutnya tak protes minta di isi mungkin Saka lebih memilih tidur hingga pagi.

Akhirnya tak butuh waktu lama semangkok mie pun tandas tak bersisa di lahapnya. Setelah merasa kenyang, Saka pun duduk di balkon kamarnya. Tak lupa secangkir kopi menemaninya duduk bersantai sambil menikmati suasana baru rumahnya. Tiba-tiba Saka teringat ucapan Pak Dirga tadi siang. Sebenarnya ada apa dengan rumah nomor tiga belas di ujung jalan itu. Kenapa Pak Dirga melarangnya datang ke rumah itu.

Mungkin memang sudah menjadi tradisi kalau angka tiga belas di anggap angka sial. Padahal aku sendiri suka dengan angka itu. Menurutku angka tiga belas itu unik. Saka melirik jam di rumahnya. Masih jam segini mataku juga belum ngantuk. Dari pada aku bengong mending cari aja Pak Senin . Gumam Saka. Saka pun melangkahkan kakinya keluar rumah menuju pos dimana Pak Senin berjaga.

Namun sampai di sana ternyata tak ada satu orang pun, bahkan Pak Senin yang harusnya bertugas di pos pun tak nampak batang hidungnya.

Kemana Pak Senin ya? udah aku buatin kopi malah enggak ada. Mana tadi lupa enggak minta nomor ponselnya,'Saka terus saja menggerutu karena kelalaiannya.

Saka pun duduk di bangku panjang yang berada di pos tersebut. Semilir angin malam ini membuat mata menjadi ngantuk, bahkan kopi yang di minum Saka tadi tak menimbulkan efek sama sekali. Sekuat tenaga Saka menahan rasa kantuk yang menyerangnya.

“Mas Saka, ngapain di sini?” Saka pun tersentak mendengar suara yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

“Pak Senin bikin jantungan aja. Ini saya mau nganter kopi buat Bapak,” jawabnya sambil menyodorkan sebuah termos kecil.

“Wah, Mas Saka ini memang baik orangnya. Kebetulan stok kopi di sini sudah habis.”

“Iya udah cepat di minum keburu dingin.”

“Ngomong-ngomong ini kopi enggak ada temannya, Mas?” tanya Pak Senin sambil menaikkan alis kanannya.

“Ye... di kasih hati minta ampela. Pak Senin kan tahu saya baru aja pindahan, belum sempat belanja apa-apa. Tadi saja saya cuma makan mie instan Lagian Bapak juga pulang enggak pamit tadi.”

“Mas, tadi waktu saya mau pulang. Saya lihat Mas Saka tidur, mana ngorok kenceng banget. Mau bangunin enggak tega. Jadinya saya langsung pulang aja.”

“Iya, saya paham kok. Pak. Pak Senin punya saudara atau siapa gitu yang butuh kerjaan,” tanya Saka.

“Memang Mas Saka lagi cari pegawai?” tanya Pak Senin sambil menyeruput kopinya.

“Saya butuh asisten rumah tangga.”

“Coba nanti saya tanya orang-orang di sini.”

“Tapi saya maunya yang jujur. Jangan sampai nanti saya tinggal kerja barang-barang saya habis di bawa pergi.”

“Siiip... beres kalau soal itu.”

Mereka berdua pun asik ngobrol hingga tak terasa hari mulai pagi. Saka pun akhirnya pamit karena masih harus melanjutkan beres-beres rumahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status