Beranda / Horor / Misteri Rumah Di Ujung Jalan / 2. Ada Apa Dengan Rumah Itu

Share

2. Ada Apa Dengan Rumah Itu

Penulis: Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-24 15:57:19

Mobil Saka melaju dengan cepat melintasi jalan yang tak begitu ramai menuju tempat kerjanya. Hari ini Saka mulai masuk kerja di tempat yang baru. Perusahaannya memindahkannya dari tempat kerja lamanya, dengan alasan cabang baru butuh Saka untuk mengelolanya.

Saka duduk di ruang meeting, menunggu karyawan lain yang belum datang. Tak ada yang salah kenapa Saka harus menunggu, karena memang belum jam masuk kantor. Saka belum hapal jalan menuju tempat kerjanya yang baru. Saka sengaja berangkat lebih awal dari rumahnya. Saka tak menyangka kalau ternyata jalan yang harus dilaluinya tak seperti di tempat kerjanya yang dulu.

Pagi, Pak,” sapa seorang perempuan cantik padanya.

“Pagi,” jawab Saka tanpa melihat ke arah yang menyapanya. Saka masih saja asik menatap laptopnya.

“Apa benar ini Pak Saka?” tanya perempuan itu ragu.

Seketika Saka menghentikan pekerjaanya. Matanya pun langsung melihat ke arah suara yang menyapanya. “Kamu siapa?” tanyanya dingin.

“Saya Ayu, saya admin di sini,” sambil mengulurkan tangannya.

“O..., Saka melihat jam yang melingkar di tangan kanannya. “Kantor ini masuk jam delapan kan? sama seperti kantor pusat?”

“Benar, Pak.”

“Berarti lima menit lagi sudah masuk kan?”

“Iya, Pak seharusnya begitu,” jawab Ayu perlahan.

“Tunggu, maksud kamu menjawab seharusnya begitu apa? Suasana pun menjadi hening. Wajah Ayu pun berubah, ia nampak kebingungan mau menjawab pertanyaan Saka.

“Kenapa kamu bingung? Atau jangan-jangan memang di sini banyak yang sering telat ya?” ucap Saka penuh selidik.

Ayu masih tetap terdiam dan menundukkan kepalanya. “Tapi....”

“Cukup, saya tidak perlu jawaban dari kamu!” Ayu pun langsung terdiam mendengar ucapan Saka.

Setelah semua karyawan datang, Saka pun mengajak mereka meeting membahas peraturan baru yang di buatnya, namun apa yang Saka terapkan di sini semua di sesuiakan dengan kantor pusat jadi tidak ada yang menyalahi aturan sedikit pun. Dari mulai jam kedatangan hingga pulang semua di samakan.

Keputusan yang di ambil Saka sepertinya memberatkan para karyawan. Tanpa Saka bertanya ia tahu dari pandangan mata mereka. Namun menurut Saka semua masih sebatas wajar. Saka paham dimana pun ia berada pasti tidak semua orang akan menyukainya, begitu pun di tempat barunya saat ini. Tapi Saka tak begitu mempedulikannya. Saka yakin suatu saat semua karyawan akan sadar bahwa apa yang di lakukan Saka demi kebaikan perusahaan tempat mereka bekerja.

***

Gerimis masih setia menemani kesendirian Saka. Sore ini ia memilih menghabiskan waktunya di balkon rumahnya. Saka memang lebih memilih menghabiskan waktu senggangnya di rumah dari pada nongkrong di tempat kekinian seperti teman-temannya, makanya di tempat tinggal lamanya banyak yang sering mengatainya kuper alias kurang pergaulan. Saka tak mempedulikan semua itu, baginya dimana pun ia berada yang terpenting Saka merasa nyaman. Bukan ikut tren yang sedang melanda saat ini.

Bahkan tempat tinggal pun Saka memilih yang tak begitu ramai atau tenang. Seperti perumahan yang Saka pilih sekarang. Bukan karena Saka tak mampu membeli rumah di perumahan elit di tengah kota, tapi saat ini bukan itu yang saka cari dan butuhkan. Ia memilih menepi dari hiruk pikuknya kehidupan yang selama ini di jalaninya karena ada seseorang yang ingin Saka lupakan . Seseorang yang sangat di cintainya , tapi perempuan itu pergi begitu saja meninggalkannya.

Secangkir kopi susu buatannya dan beberapa biskuit yang tadi dibelinya sepulang kerja di swalayan dekat rumahnya menemaninya menikmati waktu senggangnya. Sampai hari ini Saka masih menunggu kabar dari Pak Senin tentang asisten rumah tangga yang di carinya..

Ting tong! Suara bel rumah pun berbunyi. Saka langsung beranjak dari tempat duduknya. 'Ehm baru sadar aku kalau bel rumahku bunyinya seperti itu.' celetuk Saka begitu mendengar suara bel rumahnya. Saka pun segera menuruni anak tangganya rumahnya menuju pintu depan untuk melihat tamunya.

Krek! Terdengar suara gagang pintu rumahnya di buka.

“Selamat malam,” sapa seorang perempuan muda yang berdiri tepat di depan Saka.

“Malam,” jawab Saka penuh selidik memandangi perempuan yang berdiri di depannya dari ujung kaki hingga kepala. "Kamu siapa? Malam-malam begini datang kerumah saya ada perlu apa?”

"Bapak tak perlu takut sama saya. Saya manusia bukan hantu. Saya kemari karena dengar bapak sedang mencari asisten rumah tangga, " jawabnya sopan.

“Iya, benar. Kamu tahu dari mana?” Perempuan itu terdiam tak langsung menjawab pertanyaan Saka. Ia justru menundukkan kepalanya.

“O... pasti dari Pak Senin ya,” jawab Saka penuh keyakinan.

Perempuan itu hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Saka.

"Kebetulan kalau begitu, kamu bisa langsung bekerja besok pagi. Tugas kamu ya sama seperti kebanyakan pekerjaan asisten rumah tangga. Saya kira saya tak perlu menjelaskannya.”

“Iya, Pak. Saya paham," jawabnya lirih.

Saka tertegun ketika perempuan itu masih tetap berdiri di hadapannya tanpa bergeming sedikit pun. “Kenapa kamu masih diam dan berdiri di situ? Kamu masih niat kerja kn?" tanya Saka.

"Iya Pak saya mau kerja. Tapi---."

"Ayo masuk. Kamar kamu ada di belakang. Di situ ada tempat tidur, Ac dan lemari baju. Oh iya nama kamu siapa?” tanya Saka tanpa jeda.

“Asih, Pak,” jawabnya perlahan.

“Ok, malam ini kamu istirahat dulu. Besok kamu sudah bisa mulai bekerja.”

Saka pun langsung meninggalkan Asih dan naik ke ruang atas. Asih memandangi sekitarnya, dia tak menyangka kalau Saka akan langsung menerimanya bekerja di sini. Ternyata benda pemberian Pak Dirga memang ampuh buktinya baru pertama kali bertemu Saka langsung menerimanya bekerja di sini. Asih pun tersenyum bangga dengan keberhasilannya.

***

Hari masih pagi buta semerbak aroma masakan dari dapur sudah menggugah selera. Perut yang kosong pun semakin meronta ingin segera menikmati makanan. Setelah rapi Saka pun turun ke bawah. Matanya langsung tertukj pada meja makan. Tak seperti biasa kini sepiring nasi goreng dan secangkir teh hangat sudah tersaji di meja makan. Saka sangat senang dengan cara kerja Asih. Bahkan beberapa barang yang masih berserakan dan belum sempat di bereskannya sudah tak ada di tempat semula. Sepertinya Asih sudah menaruhnya di tempat yang seharusnya.

“Asih jangan lupa kunci pintu kalau nanti kamu mau belanja. Uang belanja saya tarok di dekat televisi. Jangan sekali-kali terima tamu sembarangan.”

“Baik, Pak,”sahut Asih dengan sopan. Asih pun menutup pintu pagar rumah Saka lalu masuk kedalam rumah.

Tanpa di sadari Asih dari kejauhan sepasang mata memperhatikan gerak geriknya.

Pagi ini semua berjalan sesuai rencana Saka, karyawan datang tepat pada waktunya selam Saka bekerja tak ada hambatan yang berarti baginya di tempat kerjanya yang baru. Ayu pun selalu mengerjakan tugasnya tepat waktu. Kantor pusat pun sangat senang dengan laporan yang di berikan Saka hari ini.

“Apa saya sudah bisa kembali ke ruangan, Pak?” tanya Ayu pada Saka yang masih mengamati beberapa file yang di serahkan Ayu padanya.

“Silahkan, saya rasa cukup. Nanti kalau ada hal-hal yang saya kurang paham saya akan memanggil kamu lagi.”

“Terima kasih, kalau begitu saya ke ruangan dulu.”

Saka meregangkan otot-ototnya yang mulai terasa kaku. Karena duduk seharian berkutat dengan semua laporan. Syukurlah Akhirnya mereka sadar akan tugas yang seharusnya mereka lakukan.

***

Saka menghentikan mobilnya karena Pak Senin tiba-tiba berdiri memghalangi jalannya. Perlahan ia pun membuka kaca mobilnya.

"Pak senin ngapain berdiri di depan mobil saya? kalau lagi putus cinta enggak seperti ini caranya Pak, " ucap Saka karena bingung melihat tingakh Pak senin.

"Amit-amit Mas saya bunuh diri sedikit pun enggak pernah terlintas di pikiran saya. Walau saya jomblo tapi saya bahagia," jawab Pak senin

"Terus kenapa Pak Senin bersiri dan memghentikan mobil saya?" tanya Saka dengan wajah yang masih kebingungan.

"Mas Saka, maaf-maaf ya sebelumnya kalau saya kepo," ucap Pak Senin.

"Iya Pak memangnya ada masalah apa?"

“Pak Senin mau tanya apa sama saya,” jawab Saka.

“Ngomong-ngomong di rumah Mas Saka ada perempuan itu siapa?”

“Lho, kok Pak Senin malah tanya saya? Bukannya itu orang suruhan Bapak?” tanya Saka balik.

“Mas Saka ini ada-ada saja, sejak kapan saya nyuruh orang ke rumah Mas. Kalau emang itu orang suruhan saya kan seharusnya saya yang anter ke rumah Mas.”

“Lha terus siapa dia? Dari mana ia tahu kalau saya butuh asisten rumah tangga.” Sesaat suasana menjadi hening, Saka dan Pak Senin larut dalam pikirannya masing-masing.

“Tapi sampai hari ini semua berjalan baik-baik saja kok, Pak. Tak ada yang aneh dengan sikap atau perilaku Asih,” celetuk Saka.

“Jadi nama perempuan itu Asih,” ucap Pak Senin sambil menganggukkan kepalanya.

“Berarti Bapak kenal?”

Pak Senin menggelengkan kepalanya. Pesan saya Mas Saka jangan lengah tetap waspada. Mungkin sampai hari ini semua masih berjalan baik-baik saja, tapi kita enggak akan pernah tahu kedepannya seperti apa."Pokoknya Mas Saka waspada aja.”

“Bapak ini curiga aja sama orang. Jangan-jangan kemarin Bapak juga begitu sama saya?”

“Mas Saka ini, saya kan Satpam jadi wajar dong kalau saya harus selalu waspada. Heran aja saya dari mana Asih tahu kalau Mas Saka lagi cari Asisten. Itu yang membuat saya penasaran."

Saka pun terdiam, benar juga apa yang di katakan Pak senin padanya.

"Gini aja Pak selama enggak ada yang aneh biarin sajalah, lagian kalau sampai saya usir Asih nanti yang bantuin saya siapa, lagian Pak Senin belum dapat juga kan?”

“Iya, juga sih, Mas. Iya terserah Mas Saka aja. Intinya saya sebagai petugas keamanan dari awal sudah memperingatkan Mas Saka."

"Iya Pak terima kasih banyak atas perhatian Pak Senin. Oh iya dari kemarin ada yang mau saya tanyakan sama Bapak. Saya penasaran sama salah satu peraturan yang di tetapkan di perumahan ini."

“Peraturan yang mana? perasaan semua peraturan disini wajar-wajar aja. Mas Saka kali yang aneh.”

“Enak aja. Memang saya barang langka. Kalau saya boleh tahu kenapa Pak Dirga melarang saya datang ke rumah nomor tiga belasndi ujung jalan itu, memangnya ada apa dengan rumah itu?”

“E... Saya juga kurang tahu, Mas. Tugas saya di sini cuma menjaga keamanan perumahan. Pokoknya kalau Pak Dirga melarang ya semua warga ngikutin aja,” jawab Pak Senin dengan gugup.

“Aneh? Tapi sejak kemarin saya lewat depan rumah itu menurut saya biasa saja.” Apa benar rumah itu kosong?”

“Iya, Mas itu rumah kosong, menurut saya Pak Dirga ngelarang semua warga ke situ mungkin karena takut nanti ada yang berbuat kurang baik. Mungkin juga Pak Dirga takut kalau ada barang atau bagian rumah yang rusak kalau misal sembarangan orang datang ke rumah itu," jelas Pak Senin.

“Bapak ini ada- ada saja. Bapak kira saya anak ingusan yang enggak tahu sopan santun. Walaupun di depan rumah itu banyak pohon mangganya saya juga enggak akan kok sembarangan ngambil.”

“Iya, Saya paham, Mas. Tapi mau gimana lagi itu sudah peraturan,” jawab Pak Senin sambil menggaruk kepalanya.

Saka menganggukkan kepalanya tanda mengerti akan penjelasan yang di berikan oleh Pak senin padanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   38. Kematian Mayla

    Saka pun segera menghubungi Arunika setelah mendengar kabar dari Asih. Arun pun segera mengirim pesan kepada Bagas agar segera menyusulnya ke rumah Saka. “Mau kemana kamu malam –malam begini?” tanya Bu Erika yang melihat Arunika membawa tasnya. “Arun ada urusan Mama nanti kalau sudah saatnya Mama juga akan tahu,” jawabnya dan bergegas meninggalkan Mamanya. “Ini anak semakin hari semakin aneh pasti dia pergi sama Bagas,” gerutu Mamanya. “Sabar, Bu. Mungkin Mbak Arun memang ada kepentingan mendadak,” sahut Bu Ijah yang berusaha menenangkan Bu Erika. “Kita lanjutin aja buat kuenya, Bu nanti keburu malam dan enggak selesai. Pesanannya kan di ambil pagi.”Bu Erika pun menuruti kata Bu Ijah, ia pun kembalkhiri ke dapur melanjutkan kerjaannya yang belum selesai. “Cepat sedikit, Pak,” ucap Arun pada sopir taksi. “Enggak berani Mbak ini jalannya ramai.” Arun nampak gelisah berkali-kali ia mengecek ponselnya. Semoga aja

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   37. Rahasia Pak Dirga

    “Ayolah, Mas mending kamu jujur aja mau sampai kapan kamu hidup seperti ini dihantui rasa bersalah. Aku tahu ada hal yang kamu rahasiakan,” desak Asih. Karto hanya diam mendengar ocehan Asih. Memang benar apa yang dikatakan Asih Karto sudah bosan hidup seperti ini, setiap hari selalu di kejar ketakutan. Apalagi ia merasa Mayla selalu menghantuinya. Andai dulu aku tak mengikuti kemauan Dirga tentu semua tak akan seperti ini. Batin Karto. “Siapa yang menyuruhmu sebenarnya?” tanya Karto perlahan. “Mas Karto enggak usah banyak tanya, intinya Mas mau enggak bantu aku dan menjelaskan tentang rumah kosong itu.”Karto menghembuskan nafas dengan kasar. “Aku tak tahu dimana Pak Dirga, karena aku juga sedang mencarinya. Kalau tentang Mayla.” Karto terdiam tak melanjutkan perkataannya matanya menyapu semua sudut rumahnya. “Pak Dirga adalah orang yang di percaya Mayla untuk menjaga rumahnya termasuk istrinya, tapi entah setan apa yang merasuki Pak Dirga saat i

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   36. Bujukan Asih

    Taksi yang di tumpangi Asih berhenti di sebuah rumah yang bangunannya terlihat sangat sederhana. Perlahan Asih pun turun dan mengamati rumah yang sedari kecil di tinggalinya. Suasana terlihat sangat sepi seperti tak berpenghuni. Apa Mas Karto sedang pergi ya. Kenapa asepi sekali. Monolog Asih. Asih pun berjalan kembali ke taksi yang ia tumpangi tadi. “Pak, apa sebaiknya Bapak tinggalkan saya saja? Karena saya takut akan lama nanti,” ucap Asih pada sopir taksi tersebut. “Tapi tadi Pak Saka pesan kalau saya harus nunggu, Mbak,” jawab Sopir tersebut.Asih terdiam mendengar jawaban Sopir tersebut. Asih nampak berpikir keras mmencari cara supaya sopir tersebut tak di ketahui Karto. “Gini aja, Mbak. Ini kartu nama saya di situ udah tercantum nomor telepon saya, nanti kalau urusan Mbak sudah selesai, Mbak tinggal hubungi saya.” “Bapak mau kemana?” tanya Asih stelah menerima kartu nama Pak Sopir tersebut. “Saya mau cari w

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   35. Cerita Kita

    “Nach itu Winda,” tunjuk Asih yang melihat Winda dari kejauhan. “Akhirnya datang juga pesenanku,” celetuk Bagas. “Maaf, Mas lama,” ucap Winda begitu berdiri di hadapan Bagas. “Kamu ambil piring, Sih di belakang,” pinta Arun pada Asih. “Baik, Mbak sama saya mau buat munuman sekalian.”Asih pun langsung berjalan ke dalam toko, tanpa di minta Winda segera mengekor di belakangnya. “Asih,” panggil Winda berbisik karena takut Bagas atau Arunika mengikutinya. “Ngapain kamu ngikutin saya?” tanya Asih heran melihat Winda sudah berdiri di belakangnya. “Mau bantuin kamu, lagian dari pada jadi obat nyamuk aku juga enggak ngerti apa yang di bicarakan Mbak Arun sama Mas Bagas mendingan aku ikut kamu,” jawab Winda.Mereka berdua pun membuat minuman dan menyiapkan beberapa roti dan gorengan yang di beli Winda tadi di warung Bu Surti. “Silahkan, Mbak, Mas,” ucap Asih sambil meletakkan minuman dan makanan.D

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   34. Ide Bagas

    Arunika menceritakan semua rasa penasarannya tentang rumah kosong di perumahan dekat toko roti miliknya. Bahkan tentang mimpi yang di alami Saka dan dirinya. Awalnya Dika tak percaya karena Dika mengira Arunika hanya menghayal karena terobsesi ingin menemukan Kakanya. Namun setelah Arun menemukan bukti foto-foto di rumah kosong itu Dika mulai mempercayai kecurigaan Arunika terhadap Pak Dirga. “Aku kehilangan jejak Pak Dirga, makanya aku bingung,” keluh Arun dengan suara lirihnya. “Apa dia tak punya sanak keluarga yang bis kita mintai keterangan?” tanya Dika. “Kenapa kita enggak kepikiran hal itu dari awal, setidaknya kita bisa tanya sama Pak Senin atau Asih tentang Pak Dirga,” imbuh Bagas sambil menepuk keningnya. “Dik, apa Nanda pernah menceritakan sesuatu atau mungkin berkeluh kesah tentang keadaannya?” tanya Ayu sambil menatap Dika seolah meminta mengingat sesuatu hal sebelum Nanda menghilang.Dika terdiam wajahnya nampak serius mengi

  • Misteri Rumah Di Ujung Jalan   33. Dia Adalah Perempuan Itu

    “Kamu mau kemana, Run pagi-pagi gini. Lagian bukannya toko buka jam sembilan,” tegur Mama Arunika ketika melihat Arun sudah rapi. “Arun ada perlu Bu mau pergi sama Bagas. Hari ini kayaknya Arun juga enggak akan sempat ke toko. Mama tenang aja udah ada Winda sama Asih, mereka bisa di andalkan kok,” jawab Arunika. “Kamu itu bukannya nyari Kakakmu tapi sibuk aja dengan Bagas.”Arunika memejamkan matanya sambil membelakangi Mamanya mendengar perkataan Mamanya hatinya begitu sakit jelas sekali Mamanya selama ini hanya memikirkan Kakaknya. Ma andai Mama tahu selama ini usahaku mencari Kak Nanda. Bahkan aku pergi dengan Bagas pun karena Kak Nanda. Sampai Bagas yang bukan keluarga kita mau bantu mencari kak Nanda karena dia tahu gimana perlakuan Mama ke aku. monolog Arunika. “Belum saatnya Arun menjelaskan apa yang Arun lakukan sama Bagas Ma. Karena selama Kak Nanda belum di temukan Arun akan selalu salah di mata Mama.” “Kamu marah sama Mama?”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status