Saka memang bukan orang yang suka mengurusi hal yang tidak ada sangkut paut dengan dirinya. Namun jika ia merasa ada sesuatu yang janggal menurutnya, ia akan mencari tahu apa jawabannya. Begitu pun dengan aturan yang berlaku di komplek perumahan tempat tinggalnya. Bagi Saka larangan untuk tidak datang ke rumah nomor tiga belas sangat tak masuk akal. Apalagi selama ia menempati perumahan itu tak ada kejadian apapun yang di alaminya.
Kebetulan hari ini hari libur, Saka juga tak ada janji dengan siapapun. Untuk mengisi waktunya ia memilih lari pagi mengitari komplek perumahannya. Setelah bersiap dengan style olah raganya, Saka pun berjalan perlahan berkeliling lingkungan sekitarnya. Langkahnya pun terhenti tepat di depan rumah kosong di ujung jalan. Pandangannya tertuju pada sosok seorang perempuan yang sedang menyirami tanaman di depan rumah. Perempuan itu pun melihat ke arah Saka, dia pun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Dengan ragu Saka membalas senyuman perempuan itu. Belum sempat Saka mengajak berbincang-bincang perempuan itu lalu meninggalkannya memasuki rumahnya. 'Aneh, kata Pak Senin rumah ini kosong, tapi kenapa tadi ada perempuan.' gumam Saka heran.Saka masih berdiri di tempatnya, ia masih bingung dengan apa yang baru saja di lihatnya. “Mas Saka ngapain pagi-pagi bengong di sini?”Saka pun terperanjat mendengar ada suara yang menyapanya. “Eh, Pak Dirga,” jawabnya gugup. “Ini Pak saya lagi olah raga aja. Badan sakit semua udah lama enggak di ajak gerak," jawab Saka sambil menggerakkan tangannya. Pak Dirga menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Saka. Namun pandangannya tajam menatap kearah saka. “Dari awal saya sudah sampaikan ke Mas Saka tentang peraturan yang berlaku di perumahan ini. Pokoknya Mas Saka jangan macam-macam ya, saya sudah peringatkan dari awal jangan pernah datang atau mencari tahu tentang rumah ini,” ucapnya sedikit mengancam. “Iya, Pak. Saya juga cuma lewat, tapi aneh juga ya Pak sampai segitunya Pak Dirga melarang saya padahal saya cuma berdiri di depan rumah.” “Sebelumnya saya minta maaf. Mas Saka itu pendatang warga baru di perumahan ini jadi menurut saya mematuhi peraturan yang sudah lama berlakudi sini itu merupakan kewajiban," jelas Pak Dirga dengan wajah kesal. “Iya, Pak saya paham, saya cuma mengutarakan apa yang ada dalam pikiran saya saja.” “Kalau begitu kenapa Mas Saka tidak segera pergi meninggalkan tempat ini?” “Oh iya Pak saya disini karena masih mendengarkan penjelasan Bapak. Kalau begitu saya permisi." Tanpa menunggu jawaban Pak Dirga Saka pun langsung pergi. “Orang baru mau sok tahu! Sepertinya aku harus berhati-hati sama dia,” gumam Pak Dirga sambil memandang Saka dengan sinis. *** Saka hanya mengaduk-aduk makanan yang tersaji di depannya, tak seperti biasanya ia selalu menikmati makanan yang di buat Asih dengan lahap. Tanpa sepengetahuannya, Asih memperhatikan gerak-geriknya. Awalnya Asih ragu ingin menanyai Saka karena tak seperti biasanya Saka tak selera dengan makanan yang di sajikan Asih hanya diaduk. Sepertinya Saka tak selera dengan masakan yang di buat Asih. Tapi keingintahuannya mengalahkan rasa takut yang menyelimutinya. “Maaf, Pak kalau Asih lancang. Apa makananya enggak enak? atau Bapak mau di buatkan makanan lain?” “Oh... enggak kok, Sih,” jawabnya tergagap. “Tapi Asih perhatikan dari tadi Bapak hanya mengaduk-aduk makanan yang Asih sajikan.” “Saya lagi enggak enak badan aja. Sejak kemarin badan saya lemas.” “Bapak mau saya pijit?” ujar Asih dengan ragu. “Enggak usah, saya enggak terbiasa di pijit.”Asih mengangggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis. “Kalau begitu saya ke dapur lagi Pak, mau melanjutkan kerjaan.” “Kamu bawa aja makanan ini kebelakang. Saya mau langsung berangkat.” Asih pun langsung memunguti makanan yang di sajikan di meja makan. Setelah Asih yakin kalau Saka sudah meninggalkan rumah. Asih pun mengunci pintu dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Seperti biasa setelah Saka pergi Asih baru membersihkan rumah, dari mulai menyapu dan mengepel. Asih naik ke lantai atas dan langsung menuju kamar Saka, perlahan ia memegang gagang pintu kamar Saka yang biasanya terkunci. Namun kali ini betapa terkejutnya ia karean pintu itu langsung terbuka.'Bagus, Pak Saka lupa mengunci kamarnya.” Asih tak menyia-nyiakan kesempatan ini ia langsung saja masuk. Seketika matanya menyapu seluruh ruangan kamar Saka. Aroma kopi tercium oleh indra penciuman Asih. Aromanya menyegarkan sekali pantas Pak Saka betah berlama-lama di kamar. Asih pun perlahan membuka laci meja yang letaknya tepat di samping tempat tidur Saka. Walaupun Asih tahu saat ini di rumah tak ada seorang pun kecuali dirinya, namun Asih tetap was-was. Asih takut kalau tiba-tiba Pak Saka pulang dan melihatnya sedang berada di dalam kamar. Mata Asih langsung tertuju pada sebuah album foto berwarna biru muda, perlahan tangannya membuka album itu. Nampaklah foto seorang perempuan yang sangat cantik mengenakan gaun berwarna merah muda dan tersenyum manis. Asih membuka lembar berikutnya dan masih sama ada berbagai pose foto perempuan tersimpan rapi di album itu. Bahkan ia melihat foto Pak Saka dengan perempuan itu. 'Siapa perempuan ini? Pak Saka juga terlihat sangat bahagia ketika berfoto bersamanya. Apa istrinya? Kalau iya kenapa enggak tinggal sama Pak Saka?'Asih pun mengambil ponselnya, sepertinya ia mengetik sesuatu dan mengirimkannya pada salah satu nomor yang tersimpan di ponselnya. *** Siapa sebenarnya perempuan yang menempati rumah itu? ada rahasia apa sebenarnya kenapa Pak Dirga melarang keras aku mendekati rumah itu. Kata mereka rumah itu tak berpenghuni, lalu siapa perempuan yang aku temui kemarin. Sejak kejadian hari itu, pikiran Saka tak tenang. Rasa keingintahuannya semakin besar, entahlah Saka merasa tak asing dengan wajah perempuan yang ia lihat kemarin di rumah kosong itu. Perlahan ia menghembuskan nafasnya, berusaha menenangkan perasaan dan pikirannya. Beberapa file di mejanya belum tersentuh sama sekali olehnya. “Pak Saka kenapa?” suara seorang perempuan mengejutkan Saka. “Sejak kapan kamu berdiri disini? Kenapa enggak ketuk pintu dulu!” ucap Saka kesal karena melihat Ayu sudah berdiri di hadapannya. “Saya sudah ketuk pintu dari tadi, tapi tak ada respon dari Bapak. Saya kawatir terjadi sesuatu dengan Bapak.Makanya saya memberanikan diri masuk ke ruangan ini,” jawab Ayu dengan tak enak hati. “Ada urusan apa? saya belum selesai meneliti laporan yang kamu kasih.” “Iya, Pak saya tahu. Saya cuma mau kasih tahu Pak Saka, kalau ada klien yang mau ketemu.” “Memangnya saya ada janji? Saya kan sudah sampaikan ke kamu saya paling tidak suka hal-hal yang mendadak tanpa terencana.” Ayu terdiam mendengar perkataan Saka. Ia pun memperhatikan Saka yang masih kesal. Sepertinya Pak Saka sedang banyak pikiran sedari tadi uring-uringan terus. “Maaf, Pak sebelumnya. Bukankah sudah saya jadwalkan tiga hari yang lalu, kalau Bapak hari ini memang ada jadwal ketemu klien?” “Mana buktinya, kamu jangan cari pembenaran!”Ayu pun meletakkan buku agenda di meja Saka. Perlahan Saka mengambil buku yang di berikan Ayu. Ternyata memang benar Ayu sudah mengatur jadwal hari ini tiga hari yang lalu. Saka celingukan ia merasa bersalah telah bersikap kasar pada Ayu. “Saya minta maaf.” “Enggak apa-apa, Pak. Mungkin Bapak terlalu lelah sampai Bapak lupa. Apa saya perlu ikut menemani Bapak menemui klien?” “Iya. Kamu suruh saja Klien masuk ke ruangan ini. Kita meeting di sini saja,” ucap Saka tanpa melihat ke arah Ayu.Ayu pun meninggalkan Saka yang masih terlihat tak enak hati karena sikapnya terhadap Ayu. Pikiran Saka masih teringat akan perempuan yang dilihatnya di rumah kosong kemarin, entahlah kenapa kejadian kemarin sangat mengganggu pikirannya. Bahkan Saka tak bisa tidur lelap karena perempuan itu.“Saya perhatikan akhir-akhir ini Mas Saka murung. Memang ada masalah ya di kantor?” celetuk Pak Senin. “Enggak ada, Pak. Semua berjalan lancar sesuai harapan saya,” jawab Saka tanpa melihat ke arah Pak Senin yang mengajak bicara.Pak Senin pun diam tak berani bertanya lebih jauh lagi pada Saka. Hanya terdengar deru nafas mereka berdua. Bahkan kopi di cangkir saka pun sudah mulai dingin. “Pak, saya tahu Bapak orang baik. Makanya saya percaya.”Mendengar perkataan Saka, Pak Senin pun sontak menengok ke arahnya. “Syukurlah kalau Mas Saka menilai saya seperti itu. Tapi tumben enggak ada angin enggak ada hujan kenapa Mas Saka muji saya?” Saka tak begitu mempedulikan perkataan Pak Senin barusan. “Pak, waktu saya lewat di depan rumah yang katanya tak boleh di kunjungi, saya melihat seorang perempuan.”Mata Pak Senin seketika langsung terbelalak, wajahnya pun langsung pucat dan dia beringsut dari tempat duduknya. “E--- Mas Saka salah lihat kali,” sanggah Pak Senin mendengar perkataan S
Di sebuah taman Saka menghabiskan akhir pekannya kali ini. Sesekali ia menatap beberapa anak kecil yang berlarian bermain bersama. “Ini nomor siapa ya? tiba-tiba aja tanya kabar. Arunika. Enggak mungkin. Tapi kenapa tiba-tiba aku ingat dia.” Saka masih penasaran dengan nomor yang mengirim chat padanya. Ngapain Arun chat lagi? Dia kan udah pergi tanpa pamit.”“Arun cuma nitip pesan sama Tante supaya kamu melupakan dia. Katanya dia mau fokus sama kerjaannya.”“Tapi kenapa mendadak begini, kemarin waktu kita ketemu dia enggak ngebahas apapun.”“Maafkan Tante, Ka. Untuk kali ini Tante enggak bisa bantu kamu. Sebelum dia berangkat Tante juga udah ngomong supaya nemuin kamu dulu, tapi katanya enggak usah.”Saka terduduk lemas. Saat ini ia benar-benar tak bisa berpikir jernih. Separuh jiwanya pergi begitu saja. Hubungannya dengan Arunika selama ini ternyata sia-sia.“Ini ada titipan dari Arun,” ucap Tante Sarah sambil menyerahkan sebuah bingkisan kepada Saka.“Buuuk.” Sebuah bola mengenai Sa
Rumah Baru Arunika.Setoples gula kacang menemani Arunika menikmati waktu senggangnya hari ini. “Mau kamu habiskan gula kacang sebanyak itu?” tegur Mama yang melihat Arunika tak berhenti mengunyah sedar tadi.Arunika hanya melirik Mamanya, tanpa mempedulikan ucapannya, karena dia terus asik menikmati gula kacang yang masih tersisa di tangannya. “Ma, kenapa hidup kita enggak semanis gula kacang?” tanya Arunika sambil mengambil gula kacang di toples yang masih dipegangnya. “Maksud kamu bicara seperti itu apa? Tiba-tiba mengumpamakan hidup dengan gula kacang,” ucap Mama menanggapi pertanyaan Arunika. Lagian enggak biasanya kamu seperti ini,” tanya Mama heran karena mendengar pertanyaan Arunika. “Iya, dari pada enggak ada bahan omongan. Tapi benar kan Ma dengan apa yang aku katakan. Buktinya dari kecil aku sama Mama selalu susah. Coba Mama bayangkan kalau hidup itu seperti gula kacang dari awal sampai akhir selalu manis enggak a
Kantor Saka Saka tak fokus dengan pekerjaannya hari ini, berkali-kali Ayu harus mengingatkan Saka tentang pertanyaan yang di ajukan karyawannya. “Maaf, hari ini saya agak kurang enak badan. Bagaimana kalau meeting kita lanjutkan lain kali saja,” usul Saka yang wajahnya terlihat sangat lelah. “Baik, saya rasa enggak masalah, Pak. Lagian tadi kita sudah menemukan beberapa solusinya. Tinggal memantapkan saja,” ujar Ayu.Saka pun langsung meninggalkan ruang meeting. Sampai di ruangannya Saka langsung menegak habis segelas air putih yang biasa di sajikan oleh office boy di kantornya. Mimpi yang dialaminya memang sangat mengganggu pikirannya. Perempuan itu mirip sekali dengan Arunika, tapi Saka yakin itu bukan Arunika. Lalu apa maksud dari perkataannya. Kalau aku yang akan membuka tabir rahasia yang selama ini di tutupi. Rahasia tentang apa? Saka benar-benar di buat bingung dengan mimpinya.TOK! TOK! terdeng
Tak seperti biasanya, Saka langsung menuju dapur membuat minumannya sendiri. Asih hanya terdiam melihat Saka, dengan ujung matanya Asih melirik Pak Saka yang sedang mengaduk minumannya. Asih pun segera memalingkan wajahnya, karena takut Pak Saka melihatnya jika sedang memperhatikan tingkah lakunya.“Kopinya sudah saya tarok dimeja, Pak,” ujar Asih.“Saya lagi enggak pingin minum kopi,” sahut Saka singkat. Asih memilih diam dia benar-benar bingung apa yang harus dilakukannya. “Sarapan Bapak juga sudah siap,” ujar Asih mengalihkan pembicaraan karena bingung melihat sikap Saka.“Kamu makan saja, saya juga enggak pingin sarapan.”DEG! Detak jantung Asih terasa berhenti mendengar jawaban Saka. “E... kalau Bapak enggak selera dengan masakan saya, nanti bisa saya buatkan yang lainnya,” usul Asih. Seketika Saka terdiam mendengar perkataan Asih.“Boleh juga ide kamu. Kalau gitu buatkan saya roti isi saja,” ucap Saka.Asih pun segera membuatkan roti sesuai permintaan Saka, tak butuh wakt
Dirumah Arunika“Ma,” ucap Arun sambil memijat pundak Mamanya.“Tumben kamu di rumah,” tegur Mama sambil mengelus tangan Arun.“Sekali-kali boleh ‘kan Ma. Ada yang mau Arun sampaikan ke Mama,” ucap Arun.Arun pun duduk di samping Mamanya. “Apa ada hal penting yang mau kamu sampaikan. Enggak biasanya kamu seperti ini,” ucap Mama datar.Arun tahu apapun yang Arun lakukan tidak akan pernah membuat Mama senang. Walau Arunika sudah berusaha sekuat tenaga. Karena yang di inginkan Mama selama ini hanya Kak Nanda bukan Arunika anak yang hanya membawa kesedihan dan kesengsaraan dalam hidup Mama. Tapi apapun perlakuan Mama Arunika tak akan merasa sakit hati. Arunika sudah sangat berterima kasih Mama masih mau merawatnya hingga hari ini. Bahkan perjuangan Mama membesarkannya tak akan pernah Arun lupakan. Sebagai anak Arunika tahu mengapa Mama bisa seperti ini.“Apa kamu dapat kabar tentang Nanda?’ tanya Mama yang membuyarkan lamunanku.Benar dugaan Arunika Mama pasti mengira kalau Arunika akan m
Arunika tersenyum lega melihat Mamanya yang asik melayani pengunjung yang datang silih berganti. Kini semua sudah lengkap, Arun mempekerjakan satu orang karyawan di toko rotinya. Di rumah Mama di bantu Bu Ijah membuat kue. Kini tak hanya kue-kue tradisioanl yang aku jual. Beberapa kue kekinian dan minuman juga sudah tersedia.Di depan toko roti kami juga ada beberapa anak muda yang sedang duduk meikmati kopi dan croisan. Kini Arun sudah merasa lega jika ada keperluan lain Arun tak perlu bingung jika ingin meninggalkan toko kuenya. Mama juga tak akan kecapekan membuat kue atau datang ke toko kue untuk membantu Arunika. Sekarang Arunika bisa fokus mencari Kak Nanda.“Ma, mau Arun antar pulang atau masih mau disini?” “Memangnya kamu mau kemana?” tanya Mama yang melihatku membawa tas dan mengenakan jaket.“Arun enggak mau kemana-mana. Cuma takut aja Mama kecapekan, lagian sekarang sudah ada Winda. Jadi Mama enggak apa-apa kalau enggak kesini juga,” jelas Arun“Iya sudah. Biar Mama pulan
Saka menutup teleponnya setelah memberi tahu Ayu kalau dia datang telat ke kantornya. Saka turun dari mobilnya dan melangkah masuk.“Selamat datang di Sweet Bakery,” sapa Winda ramah.Saka tersenyum menjawab sapaan Winda.“Silahkan, Pak biar saya bawakan nampannya. Mata Saka melihat berbagai macam kue yang berjajar di rak, semua sangat menggugah seleranya. Tiba-tiba matanya tertuju pada croisan. Perlahan Saka mendekati rak yang berisi berbagai macam croisan.“Croisanya enak banget lho, Pak,” ujar Winda membuyarkan lamunan Saka.“Ough... saya minta croisannya sepuluh. Tapi bungkusnya di jadkan dua ya,” ucap Saka.Winda nampak terkejut mendengar pesanan Saka. Enggak salah ini.“Ada minuman juga,” ujar Saka begitu melihat cup yang berjajar di sebelah kanan.“Iya, Pak ada,” jawab Winda.“Memangnya enggak repot ya di sini sendiri?” tanya Saka.“Enggak, Pak. Biasanya saya ada teman. Mungkin dia datangnya telat.”Saka menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Winda. Dengan cekatan Winda