Share

3. Perempuan Di Rumah Kosong

Saka memang bukan orang yang suka mengurusi hal yang tidak ada sangkut paut dengan dirinya. Namun jika ia merasa ada sesuatu yang janggal menurutnya, ia akan mencari tahu apa jawabannya. Begitu pun dengan aturan yang berlaku di komplek perumahan tempat tinggalnya. Bagi Saka larangan untuk tidak datang ke rumah nomor tiga belas sangat tak masuk akal. Apalagi selama ia menempati perumahan itu tak ada kejadian apapun yang di alaminya.

Kebetulan hari ini hari libur, Saka juga tak ada janji dengan siapapun. Untuk mengisi waktunya ia memilih lari pagi mengitari komplek perumahannya. Setelah bersiap dengan style olah raganya, Saka pun berjalan perlahan berkeliling lingkungan sekitarnya. Langkahnya pun terhenti tepat di depan rumah kosong di ujung jalan. Pandangannya tertuju pada sosok seorang perempuan yang sedang menyirami tanaman di depan rumah.

Perempuan itu pun melihat ke arah Saka, dia pun tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Dengan ragu Saka membalas senyuman perempuan itu. Belum sempat Saka mengajak berbincang-bincang perempuan itu lalu meninggalkannya memasuki rumahnya.

'Aneh, kata Pak Senin rumah ini kosong, tapi kenapa tadi ada perempuan.' gumam Saka heran.

Saka masih berdiri di tempatnya, ia masih bingung dengan apa yang baru saja di lihatnya.

“Mas Saka ngapain pagi-pagi bengong di sini?”

Saka pun terperanjat mendengar ada suara yang menyapanya.

“Eh, Pak Dirga,” jawabnya gugup. “Ini Pak saya lagi olah raga aja. Badan sakit semua udah lama enggak di ajak gerak," jawab Saka sambil menggerakkan tangannya.

Pak Dirga menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Saka. Namun pandangannya tajam menatap kearah saka.

“Dari awal saya sudah sampaikan ke Mas Saka tentang peraturan yang berlaku di perumahan ini. Pokoknya Mas Saka jangan macam-macam ya, saya sudah peringatkan dari awal jangan pernah datang atau mencari tahu tentang rumah ini,” ucapnya sedikit mengancam.

“Iya, Pak. Saya juga cuma lewat, tapi aneh juga ya Pak sampai segitunya Pak Dirga melarang saya padahal saya cuma berdiri di depan rumah.”

“Sebelumnya saya minta maaf. Mas Saka itu pendatang warga baru di perumahan ini jadi menurut saya mematuhi peraturan yang sudah lama berlakudi sini itu merupakan kewajiban," jelas Pak Dirga dengan wajah kesal.

“Iya, Pak saya paham, saya cuma mengutarakan apa yang ada dalam pikiran saya saja.”

“Kalau begitu kenapa Mas Saka tidak segera pergi meninggalkan tempat ini?”

“Oh iya Pak saya disini karena masih mendengarkan penjelasan Bapak. Kalau begitu saya permisi." Tanpa menunggu jawaban Pak Dirga Saka pun langsung pergi.

“Orang baru mau sok tahu! Sepertinya aku harus berhati-hati sama dia,” gumam Pak Dirga sambil memandang Saka dengan sinis.

***

Saka hanya mengaduk-aduk makanan yang tersaji di depannya, tak seperti biasanya ia selalu menikmati makanan yang di buat Asih dengan lahap. Tanpa sepengetahuannya, Asih memperhatikan gerak-geriknya. Awalnya Asih ragu ingin menanyai Saka karena tak seperti biasanya Saka tak selera dengan makanan yang di sajikan Asih hanya diaduk. Sepertinya Saka tak selera dengan masakan yang di buat Asih. Tapi keingintahuannya mengalahkan rasa takut yang menyelimutinya.

“Maaf, Pak kalau Asih lancang. Apa makananya enggak enak? atau Bapak mau di buatkan makanan lain?”

“Oh... enggak kok, Sih,” jawabnya tergagap.

“Tapi Asih perhatikan dari tadi Bapak hanya mengaduk-aduk makanan yang Asih sajikan.”

“Saya lagi enggak enak badan aja. Sejak kemarin badan saya lemas.”

“Bapak mau saya pijit?” ujar Asih dengan ragu.

“Enggak usah, saya enggak terbiasa di pijit.”

Asih mengangggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.

“Kalau begitu saya ke dapur lagi Pak, mau melanjutkan kerjaan.”

“Kamu bawa aja makanan ini kebelakang. Saya mau langsung berangkat.”

Asih pun langsung memunguti makanan yang di sajikan di meja makan. Setelah Asih yakin kalau Saka sudah meninggalkan rumah. Asih pun mengunci pintu dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Seperti biasa setelah Saka pergi Asih baru membersihkan rumah, dari mulai menyapu dan mengepel.

Asih naik ke lantai atas dan langsung menuju kamar Saka, perlahan ia memegang gagang pintu kamar Saka yang biasanya terkunci. Namun kali ini betapa terkejutnya ia karean pintu itu langsung terbuka.

'Bagus, Pak Saka lupa mengunci kamarnya.” Asih tak menyia-nyiakan kesempatan ini ia langsung saja masuk. Seketika matanya menyapu seluruh ruangan kamar Saka. Aroma kopi tercium oleh indra penciuman Asih. Aromanya menyegarkan sekali pantas Pak Saka betah berlama-lama di kamar. Asih pun perlahan membuka laci meja yang letaknya tepat di samping tempat tidur Saka. Walaupun Asih tahu saat ini di rumah tak ada seorang pun kecuali dirinya, namun Asih tetap was-was. Asih takut kalau tiba-tiba Pak Saka pulang dan melihatnya sedang berada di dalam kamar.

Mata Asih langsung tertuju pada sebuah album foto berwarna biru muda, perlahan tangannya membuka album itu. Nampaklah foto seorang perempuan yang sangat cantik mengenakan gaun berwarna merah muda dan tersenyum manis. Asih membuka lembar berikutnya dan masih sama ada berbagai pose foto perempuan tersimpan rapi di album itu. Bahkan ia melihat foto Pak Saka dengan perempuan itu.

'Siapa perempuan ini? Pak Saka juga terlihat sangat bahagia ketika berfoto bersamanya. Apa istrinya? Kalau iya kenapa enggak tinggal sama Pak Saka?'

Asih pun mengambil ponselnya, sepertinya ia mengetik sesuatu dan mengirimkannya pada salah satu nomor yang tersimpan di ponselnya.

***

Siapa sebenarnya perempuan yang menempati rumah itu? ada rahasia apa sebenarnya kenapa Pak Dirga melarang keras aku mendekati rumah itu. Kata mereka rumah itu tak berpenghuni, lalu siapa perempuan yang aku temui kemarin. Sejak kejadian hari itu, pikiran Saka tak tenang. Rasa keingintahuannya semakin besar, entahlah Saka merasa tak asing dengan wajah perempuan yang ia lihat kemarin di rumah kosong itu.

Perlahan ia menghembuskan nafasnya, berusaha menenangkan perasaan dan pikirannya. Beberapa file di mejanya belum tersentuh sama sekali olehnya.

“Pak Saka kenapa?” suara seorang perempuan mengejutkan Saka.

“Sejak kapan kamu berdiri disini? Kenapa enggak ketuk pintu dulu!” ucap Saka kesal karena melihat Ayu sudah berdiri di hadapannya.

“Saya sudah ketuk pintu dari tadi, tapi tak ada respon dari Bapak. Saya kawatir terjadi sesuatu dengan Bapak.Makanya saya memberanikan diri masuk ke ruangan ini,” jawab Ayu dengan tak enak hati.

“Ada urusan apa? saya belum selesai meneliti laporan yang kamu kasih.”

“Iya, Pak saya tahu. Saya cuma mau kasih tahu Pak Saka, kalau ada klien yang mau ketemu.”

“Memangnya saya ada janji? Saya kan sudah sampaikan ke kamu saya paling tidak suka hal-hal yang mendadak tanpa terencana.”

Ayu terdiam mendengar perkataan Saka. Ia pun memperhatikan Saka yang masih kesal. Sepertinya Pak Saka sedang banyak pikiran sedari tadi uring-uringan terus.

“Maaf, Pak sebelumnya. Bukankah sudah saya jadwalkan tiga hari yang lalu, kalau Bapak hari ini memang ada jadwal ketemu klien?”

“Mana buktinya, kamu jangan cari pembenaran!”

Ayu pun meletakkan buku agenda di meja Saka. Perlahan Saka mengambil buku yang di berikan Ayu. Ternyata memang benar Ayu sudah mengatur jadwal hari ini tiga hari yang lalu.

Saka celingukan ia merasa bersalah telah bersikap kasar pada Ayu.

“Saya minta maaf.”

“Enggak apa-apa, Pak. Mungkin Bapak terlalu lelah sampai Bapak lupa. Apa saya perlu ikut menemani Bapak menemui klien?”

“Iya. Kamu suruh saja Klien masuk ke ruangan ini. Kita meeting di sini saja,” ucap Saka tanpa melihat ke arah Ayu.

Ayu pun meninggalkan Saka yang masih terlihat tak enak hati karena sikapnya terhadap Ayu. Pikiran Saka masih teringat akan perempuan yang dilihatnya di rumah kosong kemarin, entahlah kenapa kejadian kemarin sangat mengganggu pikirannya. Bahkan Saka tak bisa tidur lelap karena perempuan itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status