Home / Rumah Tangga / Misteri di Rumah Mertua / Bab 7 Undangan Ibu Mertua

Share

Bab 7 Undangan Ibu Mertua

Author: Pena_yuni
last update Last Updated: 2023-04-03 05:43:12

"Makan ... makan di warung nasi dekat pabrik lah, di mana lagi?" Mas Rendra menjawab pertanyaanku dengan wajah yang sedikit memerah.

Aku langsung membuang pandangan, merasa jijik dengan jawaban bohongnya.

"Aku sedang tidak enak badan. Cuma bisa masak ini buat makan. Kalau Mas mau menu yang lain, silahkan masak sendiri," tuturku, lalu mulai mengambil nasi untuk disantap.

Mas Rendra tidak lagi bicara. Dia membiarkanku menikmati makanan seperti orang lapar.

Bayangkan saja, seharian penuh perutku tidak diisi apa pun. Dan itu karena perbuatan Mas Rendra.

Aku yakin betul, jika dia yang membuatku tidur seperti orang mati.

Dari ekor mata, aku melihat Mas Rendra mengambil sedikit nasi dan lauk ayam goreng yang tadi aku masak.

Terlihat sekali dia tidak berselera dengan masakanku. Yang biasanya selalu makan banyak, kini hanya sedikit, bahkan tidak ada setengah dari porsi dia makan.

"Kalau sudah kenyang, gak usah maksain makan, Mas," celetukku.

Mas Rendra menoleh dengan kedua alis yang terangkat ke atas. Alih-alih menjawab ucapanku yang sinis, dia malah memberikan seulas senyum seolah-olah tidak merasa terusik.

"Apa pun masakan kamu, akan aku makan. Kalau kamu sudah kenyang, sini berikan sisanya. Aku akan menghabiskannya," ujar Mas Rendra tanpa ragu.

Dia mengulurkan tangan meminta piringku, tapi tanganku menepisnya.

Enak saja. Aku bahkan masih merasa lapar karena seharian tidak makan.

Akhirnya kami makan dalam keheningan. Meskipun nasi Mas Rendra sudah habis, tapi dia sama sekali tidak beranjak dari kursinya. Dia seperti sengaja menungguku. Cari perhatian.

Malam ini langit dihiasi bintang yang bertaburan di atas sana. Semilir angin malam terasa sejuk menerpa kulit wajah yang mengadah.

Sudah pukul sepuluh malam, tapi aku tidak merasakan kantuk itu datang. Ini pasti karena seharian aku tidur, dan akan terjaga untuk malam ini.

"Sayang ...." Sentuhan tangan besar mengusap ubun-ubunku, lalu membelai rambut hingga pundak.

Aku enggan untuk menoleh dan melihat dia yang telah menorehkan luka. Meskipun bibir berkata kuat, tapi hati tetap rapuh. Aku tak sanggup.

"Sudah malam, ayo kita tidur," bisiknya di telinga.

"Aku belum ngantuk, Mas."

"Aku rindu ...." Bisikan kata yang diucapkan Ma Rendra membuat tubuhku menegang seketika.

Bulu kudukku meremang saat kecupan-kecupan kecil dia daratkan di cengkuk leherku.

"Mas ...." Aku menghentikan aksinya. Membalikkan badan, melihat dia dengan keberatan.

"Kenapa? Kamu masih marah sama aku?"

Jari-jari Mas Rendra menyelipkan rambutku ke belakang telinga. Tatapannya penuh damba, menginginkan sesuatu dariku, yang sudah menjadi haknya sejak setahun pernikahan kami.

Akan tetapi ... kali ini aku berat melakukan kewajibanku. Bayang-bayang pengkhianatan dia terpampang nyata. Dan ... pastinya dia pun sering melakukan itu dengan wanita yang sekarang tengah mengandung buah hatinya.

Kurasakan tikaman busur panah di ulu hati ketika mengingat itu. Tak sadar, tanganku terkepal kuat dengan tatapan benci pada pria di depanku.

"Aku benci sama kamu, Mas." Kata-kata itu meluncur begitu saja tanpa bisa aku kendalikan.

Sepasang netra yang sedari tadi menatapku penuh cinta, kini berubah menjadi tanda tanya.

Mas Rendra mengerutkan kening, dia keheranan dengan kalimat yang baru saja aku ucapkan.

"Tsa, semarah itu kamu padaku, hanya gara-gara tidak membawamu ke pabrik tadi pagi?"

Cih, aku muak dengan pertanyaannya itu.

Kugelengkan kepala, lalu pergi meninggalkan dia seorang diri di ambang pintu yang mengarah pada taman kecil di samping rumah kami.

Aku memang tidak pernah bisa bersandiwara tentang perasaan. Tubuhku akan bereaksi sesuai isi hati.

"Ini, Ibu bicara saja sama Tsania langsung. Dia sedang marah padaku, Bu. Dari tadi dia mendiamkanku."

Aku yang tengah duduk di atas tempat tidur, langsung melihat pada Mas Rendra yang baru saja masuk dengan ponsel yang ditempelkan di telinga.

"Kayaknya begitu. Makanya, Ibu yang bicara, deh. Kalau aku yang ngomong, mana mungkin dia percaya," tuturnya lagi, lalu naik ke ranjang dan duduk di sampingku.

"Apa?" tanyaku, saat dia mengulurkan tangan memberikan ponselnya.

"Ibu mau bicara."

Aku mengembuskan napas kasar. Malas sebenarnya menanggapi kebohongan yang mungkin akan dikatakan ibu mertua tentang kejadian kemarin.

Namun, aku tidak punya alasan untuk menolak bicara dengan ibu mertua. Rasanya tidak sopan, meskipun mereka juga tidak sopan telah menghadirkan wanita lain dalam pernikahan aku dan Mas Rendra.

"Halo," ucapku dingin.

"Tsania ... Ibu minta maaf, jika kemarin Rendra telah kasar sama kamu, Nak. Apa yang ada dalam pikiran kamu, sama sekali tidak benar. Rendra teramat mencintai kamu, dia tidak mungkin berkhianat darimu. Dan soal pakaian bayi itu, itu untuk—"

"Tsania sudah tahu, Bu." Aku memotong ucapan ibu mertua.

"Oh, Rendra sudah menceritakannya?"

"He'em," kataku bergumam.

"Kamu harus percaya sama Rendra, Tsa. Dia itu setia. Dia tidak mungkin mendua. Oh, iya, Ibu mengundang kalian datang ke rumah Ibu, Tsa. Kita makan-makan di sini. Ibu akan masak banyak untuk kalian. Ibu kangen, makan bareng sama kamu, Tsa. Kalau Ibu datang ke rumahmu, kamu paling suka makan masakan Ibu, kan? Sekarang gantian, kamu yang datang ke sini, ya? Ibu masakin apa pun yang kamu mau. Ya, Tsa, ya. Mau, ya besok datang?"

Mataku melirik Mas Rendra yang juga tengah menatapku.

Entah apa tujuan ibu mertua mengundangku datang, tapi ... sepertinya aku tidak boleh melewatkan ini.

Aku jadi penasaran dengan wanita hamil di rumah Ibu, yang dia sembunyikan di gubuk belakang rumah seperti pada foto yang Sabrina berikan.

"Tsa, kamu mau datang, ya?" ucap Ibu lagi.

"Emh ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kau dinikahi krn anak orang kaya njing. jadi sadar diri aja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 139

    "Kayaknya bukan masalah kerjaan, Tsa. Coba, deh, kamu tanya baik-baik sama Rendra. Siapa tahu, dia ... merindukan ibunya?"Aku termenung mendengar penuturan Papa barusan. Apa iya, suamiku merindukan Ibu? "Kenapa tidak bilang dan pergi temui Ibu? Aku enggak akan larang, kok," kataku kemudian. "Mungkin Rendra malu untuk bilang, makanya dia diam. Kamu sebagai istri, harusnya inisiatif tanya. Bagaimanapun juga, wanita yang saat ini ada di rumah sakit jiwa itu, wanita yang telah melahirkan suamimu. Wajib hukumnya kamu mengingatkan suami agar tetap memperhatikan ibunya. Kalau sehat badan, ya dengan tenaga, kalau punya harta, ya dengan harta. Kalau punya keduanya, lakukan bersamaan. Paham, Tsa?" Aku mengangguk lemah dengan tatapan pada Mas Rendra yang memejamkan mata.Papa yang sudah merasakan kantuk, ia pun pamit pada Ayu, mencium pipi chubby cucunya itu sebelum pergi ke kamar. "Mas." Aku mengusap pipi Mas Rendra dengan lembut. Tidak ada respon. Hanya embusan napas teratur yang kudenga

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 138

    "Kamu aku izinkan menjenguk Ayu, tapi dengan satu syarat," ujar Mas Rendra, melanjutkan ucapannya yang menggantung. "Apa syaratnya, Mas?" Roy bertanya. "Jangan berharap membawa dia. Aku tidak akan mengizinkan itu."Dengan wajah yang terlihat kecewa, Roy menganggukkan kepalanya. Aku merasa lega, karena Mas Rendra tidak membiarkan Roy mengurus Ayu. Pikirku, Mas Rendra akan dengan senang hati menyerahkan Ayu, membiarkan keponakannya itu diasuh oleh ayah kandungnya. Akan tetapi, itu hanya ketakutanku saja. Mas Rendra juga pasti sudah memikirkan matang-matang tentang jawaban yang dia berikan pada Roy. "Sekarang kamu boleh pergi," ujar Mas Rendra dingin."Mas, sebelum aku pergi, bodoh tidak jika aku menggendong anakku?" Mataku langsung menatap wajah Roy setelah dia berucap demikian. Aku memperhatikan dengan lekat wajah itu, mencari apakah ada niat jelek darinya untuk Ayu. Namun, aku bukan Tuhan yang bisa tahu isi hati manusia. Aku tidak menangkap niat buruk dari Roy, hanya melihat se

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 136 Pria Asing itu Ternyata ....

    Aku dan Mas Rendra saling pandang, sangat terkejut dengan ucapan yang pria itu lontarkan. Mas Rendra membalikkan badan, menatap heran pada pria yang melihat suamiku dengan nyalang. "Siapa yang kau sebut anakku?" tanya suamiku kemudian. Pria itu meneguk ludah dengan kasar. Tanpa mengucapkan satu kata pun, dia pergi menjauhi kami dan naik ke atas kendaraan roda duanya. Mas Rendra mengejar. Suamiku itu berhasil menahan pria asing tadi untuk kabur, sementara aku menghampiri mobil untuk mengambil Ayu yang sengaja kami biarkan di dalam mobil. Awalnya, aku sengaja meninggalkan aku untuk memancing pria itu. Karena aku kira, dia penculik yang mengincar Ayu. Akan tetapi, sepertinya aku salah duga. Dari cara dia tadi berteriak menghentikan Mas Rendra, aku yakin dia bukanlah penculik. "Siapa kamu sebenarnya? Katakan, siapa?!" ujar Mas Rendra, memaksa laki-laki itu untuk bicara. "Lepaskan!" Pria yang kedua tangannya dicekal Mas Rendra, berteriak seraya berontak. "Aku akan melepaskanmu, as

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 135

    "Ini Anak Bayi mau ke mana? Ya ampun ... pagi-pagi gini sudah cantik aja." "Jalan-jalan, dong, Opa," kataku, menjawab pertanyaan yang Papa tujukan pada Ayu. Sekarang hari minggu. Karena pabrik libur di hari ini, aku pun berinisiatif untuk pergi jalan-jalan bersama Ayu. Alhamdulillah-nya, Mas Rendra tidak menolak ketika aku menyampaikan keinginan untuk pergi di hari minggu. Dan sekarang, aku sudah siap untuk pergi. Tinggal menunggu Mas Rendra yang masih mandi, karena tadi gantian menjaga Ayu. "Kalian mau pergi ke mana? Jangan jauh-jauh, kasihan Ayu. Dan ingat kondisi kamu juga, Tsa," ujar Papa seraya meletakkan Ayu di stroller. "Iya, Papa. Palingan ke taman, terus makan-makan doang, sih. Janji, deh enggak akan pulang malam." Aku mengacungkan dua jari ke depan wajah. "Yasudah, kalian hati-hati, ya? Papa udah transfer buat jajan kalian.""Emh ... Papa .... Makasih," tuturku, lalu memeluk Papa. Sebenarnya, Papa sudah aku ajak untuk ikut bersamaku dan Mas Rendra. Akan tetapi, Papa m

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 134

    Gorden yang aku tutup tiba-tiba, aku buka kembali untuk melihat orang tadi. Akan tetapi, orang asing itu sudah tidak ada di tempatnya. Dia pergi dan entah ke mana. Hati semakin khawatir, takut jika orang tadi punya niat buruk padaku, atau semua penghuni rumah ini. Sangat menyeramkan. [Mas, tadi ada orang asing yang ngintai rumah kita,] ujarku, mengirimkan pesan pada Mas Rendra. Sayangnya, suamiku itu membalas pesan yang aku kirim. Jangankan membalasnya, dibaca pun tidak sama sekali. Suamiku itu pasti sedang bekerja saat ini. [Pah.] Aku memanggil Papa, lewat pesan juga. Sama seperti Mas Rendra, Papa juga tidak sama sekali membaca pesanku. Ada rasa kesal pada dua lelaki itu karena mengabaikan pesanku, tapi aku juga sadar jika mereka sedang bekerja saat ini. Lalu aku harus apa untuk mengalihkan rasa takut ini? "Astaghfirullah!"Ketukan di pintu membuatku yang tengah melamun, terlonjak kaget mendengarnya. Dada kuusap berulang kali seraya mengatur napas. "Siapa?" tanyaku, seteng

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 133 Orang Asing

    "Setelah Mama pergi, dia belum pernah datang ke mimpi Papa, Tsa. Papa ingin sekali melihatnya," ujar Papa seraya mengusap kedua matanya. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tanganku mengusap-usap punggung Papa, lalu akhirnya kami berpelukan. Sebenarnya, aku pun merasakan hal yang sama. Tadi setelah salat maghrib, tiba-tiba mengingat Mama. Namun, aku tidak mengatakannya pada siapa pun. Aku pendam rasa ini, karena mungkin hanya aku yang merasakannya. Ternyata tidak, Papa pun merasakan kerinduan yang sama pada wanita yang sudah tidak lagi bersama kami saat ini. "Masih ada penyesalan di sini, Tsa." Papa meraba dadanya. "Seandainya saja saat itu Papa langsung pulang, mungkin sekarang Mama masih ada, ya?" lanjut Papa lagi. "Ssttt .... Jangan bicara seperti itu, Pah. Kan, kata Papa juga semuanya sudah Allah atur. Kapan kita meninggal, di mana dan dengan cara apa, sudah Allah tentukan lebih dulu sebelum kita dilahirkan ke dunia ini."Papa mengurai pelukan, lalu mengangguk pelan. Dia menari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status