Setelah menutup perbincangan mereka lewat panggilan suara, Vian mandi dan sarapan dengan segera. Tak ia hiraukan rasa kantuk yang sudah menyerang sejak tadi. Hanya menyelesaikan masala dengan segeralah ia bisa tenang dan tidur dengan nyenyak. Untuk saat ini, kantor dan Avan adalah tujuan mendesak yang harus segera ditemui.
Kenyataannya, hati yang tak tenang bukan suatu hal yang baik untuk Vian. Ia melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata hingga sesekali menyalip kendaraan lain dan mendapatkan umpatan karenanya. Untung saja tak ada kecelakaan atau kejadian kecil. Jika sampai terjadi, entah bagaimana lagi nasibnya. Mungkin paling baik adalah menerima tuntutan di kantor polisi karena mencelakai orang. Dan kemungkinan paling buruk, kecelakaan dan gegar otak.
Vian yakin, kemungkinan kedua terdengar lebih menyenangkan karena potensi untuk amnesia lebih besar. Ia ingin melupakan kejadian kemarin, dan tak ingin mengingatnya sama sekali. Itu pun jika ia tak kehilangan
“Vi, kau datang?” mata Lena berbinar saat telah menemukan Vian dalam jangkauan penglihatannya. Jika dulu ia hanya bisa bermimpi lebih dekat dengan Vian, maka kini tidak lagi. Ia bisa bertemu dengannya sesuka hatinya. Tentu saja, hal ini karena sedikit campur tangan Avan di dalamnya.“Aku tidak bisa mengabaikan rekan bisnis saat mengadakan kerja sama.”Tak ada yang salah dari Vian. Nada bicaranya masihlah dingin seperti dulu saat Lena mengejar-ngejarnya. Hanya saja, ada setitik rasa bersalah yang Vian rasakan untuk Lena dan Farrin. Dua orang ini, sama-sama wanita dari masa lalunya. Satu yang mengejar dirinya, satu yang ia kejar. Tapi hanya mengejar sebatas angan, bukan secara langsung dan nyata. Kini, begitu keduanya berada di dekatnya, ia bingung harus memilih.“Tidakkah kita bisa melakukan hal lebih dari rekan bisnis saja? Perlukah aku mengingatkanmu tentang kemarin malam?”“Kau tidak bisa mengekangku seperti ini
“A-a, aku tidak menyangka jika hal ini menjadi sejauh itu,” kilah Vian. Ia tersenyum kecut dan mengakui jika tidak membaca proposal sebelumnya dan hanya mengandalkan asumsi. Alhasil, kini ia tengah dipermalukan kliennya sendiri. Ah, tidak. Tak hanya klien tapi juga wanita dari masa lalunya.“Ya ampun! Aku tidak menyangka jika aku pernah menyukai lelaki bodoh sepertimu ini, Vi.”Lena menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Sama sekali tidak menyangka jika pria yang dulu menjadi idola karena sikap dingin dan kepintarannya kini bahkan tak bisa menangkap maksud dari proyek besar yang dijalankan perusahaan. Jika begini, ia ragu bagaimana nanti Vian mengambil alih dari tangan kakaknya yang licik.Jika boleh jujur, Lena memang masih menyimpan rasa untuk Vian. Sejak awal, ia memang menolak proyek besar yang akan melibatkan lahan warisan keluarganya ini. Sudah banyak perwakilan perusahaan yang Avan pimpin datang. Mulai dari menawarkan keuntun
“Jangan menghindariku seperti itu, Sialan! Aku butuh pelampiasan!”“He-hei. Kau tidak bisa melakukan hal ini padaku!”“Aku bisa, dan aku tak akan segan padamu!”Lena ingin terus menyerang, tetapi sayangnya Vian lebih gesit darinya dan menghindari secapat yang ia bisa. Namun, meski begitu tetap saja Vian telah menerima beberapa lebam di mukanya.“Hentikan, Len! Kau tidak tahu betapa fatal apa yang kau lakukan ini?!” bentak Vian. Ia geram karena Lena sama sekali tidak mendengarnya dan semakin liar saja. Rumah yang luas untuknya begitu terasa sempit saat ia hanya bisa menghindar di tempat itu-itu saja. Tak jarang, ada beberapa hiasan yang jatuh saat ia tak sengaja menyenggolnya. Jika nanti kerusakan ini di total, mungkin gaji sebulan setelah kenaikan pangkat tak akan bersisa lagi.Vian hanya tak tahu bagaimana cara menghadapi Lena yang sekarang. Jika dulu, saat mereka masih dalam romansa tujuh belasan ha
Kembali saat mereka di cafe ....“Len, aku tidak bermaksud apa pun. Hanya saja ....”“Vi, aku tahu. Aku hanya wanita rendah yang dulu pernah mencintaimu. Aku kini hanya seorang janda yang berusaha bertahan di tengah-tengah kekangan keluarga. Aku sadar, kau sudah memiliki istri dan dia jauh lebih baik dariku. Sampai kapan pun, aku tak akan pernah bisa menyamainya di hatimu.” Lena berusaha merendahkan dirinya demi membuat Vian iba. Ia pernah bersama Vian selama beberapa tahun. Hal seperti ini sudah pasti tak akan luput dari pengamatannya tentang Vian.“Ti-tidak, Len. Aku sama sekali tak pernah memandangmu dengan serendah itu. Kamu adalah kamu, dan selamanya tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan siapa pun. Bahkan jika itu adalah istriku.”Mendengar kata istri dari Vian. Lena kembali menyadari dirinya. Ah, iya. Vian telah memiliki wanita pujaan dan impian yang telah ia puja sejak kecil. Tak perlu pengakuan langsung dar
Kali ini keputusan Vian sudah bulat. Ia harus menyelesaikan masalahnya dengan Lena di hotel atau tidak sama sekali. Mungkin terkesan mengada-ada, mencari kesempatan, atau memanfaatkan keadaan. Akan tetapi, hanya itu yang bisa ia lakukan dan pikirkan. Ada banyak resiko mengintai untuk saat ini. Dan ia rasa pilihan ke hotel memberinya resiko terkecil untuk saat ini.Untuk saat ini, bukan untuk jangka panjang karena ia tak akan menjamin ada hal apa yang mengancam di masa depan. Masa depan adalah hal yang perlu diwaspadai. Namun, Vian abai akan masa depan hingga tanpa sadar, ada seseorang yang mengikutinya.Tok! Tok! Tok!“Aku datang,” ujarnya. Ia khawatir jika tak menunjukkan kedatangannya, Lena tak akan membukakan pintu.“Sebentar!” Suara dari dalam sana terdengar, dan tak lama, pintu terbuka menampilkan Lena yang masih berpakaian lengkap seperti tadi. Sebelum ini, ia telah menerima pesan berisi nomor kamar yang dipesan Lena.Ja
“Katakan padaku apa syaratnya,” tegas Vian. Ia tak bisa lagi menahan diri karena ini menyangkut banyak hal. Termasuk kebahagiaan Farrin di dalamnya.“Aku akan menyetujuinya jika kau sudah menjadikan aku sebagai istrimu.”“Apa?!” Vian tersentak kaget saat ia mendengar syarat yang Lena ajukan untuknya. Syarat yang sebenarnya cukup mudah, tetapi sulit di saat yang bersamaan. Mudah karena ia hanya perlu datang ke kantor cacatan sipil atau pendeta, dan sulit karena ia tak berniat untuk mengkhianati Farrin.“Hanya itu saja, Vi. Aku tak meminta apa pun. Begitu hubungan kita resmi, tak ada apa pun lagi untuk semuanya dan aku akan menyetujui yang sudah kujanjikan. Kau bisa memegang ucapanku. Aku juga berani mengundang pengacara untuk menyimpan perjanjian kita.”“Tapi, Len. Aku hanya akan menikahimu jika kau hamil. Bagaimana jika tidak?”Ada keraguan saat Vian mengatakan hal itu. Bagaimanapun juga,
“Jika boleh memilih, aku ingin menjadi satu-satunya orang yang ada di hati dan sisimu, Vi,” ujar Lena. Ia memandang pemandangan kota dari balik kaca yang ada di kamarnya. Melihat kota dari sudut pandang yang lebih tinggi dari biasanya memiliki sebuah keuntungan tersendiri. Kini, ia baru saja menyadari mengapa kamar hotel yang berada di lantai lebih atas memiliki harga yang berbeda dengan yang di bawahnya.Vian sudah tak lagi bersamanya di ruangan ini. Setelah tadi ia menumpahkan tangisnya di pelukan Vian, ia merasa lebih lega. Seolah beban berat yang menghimpitnya saat ini berkurang sedikit demi sedikit. Kehadiran Vian yang kembali ke hidupnya seolah membawa angin segar dalam kepahitan yang ia rasakan.Lena mungkin dipandang iri oleh sebagian orang karena memiliki kehidupan yang sempurna sejak kecil. ia memiliki dua orang tua yang mneyayanginya. Sebagai anak tunggal, tentu kasih sayang mereka hanya berpusat padanya. Tidak ada halangan apa pn meski ia seoran
“Maafkan aku, Fa,” batin Vian. Ia mengoper tuas gear mobil yang ia kendarai agar bisa mendapat kecepatan yang stabil. Setelah bertemu dengan Lena di hotel tadi, ia tak ingin kembali ke kantor. Ia sudah menghubungi Avan dan kakak kembarnya itu menerima alasannya dengan baik. Sepertinya, ia tak memiliki keinginan lain selain mengunjungi Farrin di sekolahnya. Jika melihat jam sekarang, pastilah wanita itu sedang beristirahat atau makan siang.Vian tahu jika beralah. Hanya saja, ia selalu merapal doa semoga kesalahan yang ia buat ini tak meninggalkan hal buruk di masa depan. Farrin yang sudah menjadi cinta pertamanya sejak lama adalah berlian berharga yang tak ingin dilepas begitu saja.Untuk Lena, Vian menyadari secara penuh jika ia adalah seorang pendosa. Ia sadar telah melakukan kesalahan karena tak bisa menjaga hasrat dengan baik. Jika ada hal yang sangat ia inginkan saat ini adalah Lena tak datang untuk memisahkan mereka. Vian mencintai Farrin, itu kenyata