Share

Monarchy System : The Mafia
Monarchy System : The Mafia
Penulis: Khoirulzz

Mengacau

"Apa hari ini kamu akan lembur lagi?"

"Tentu, dengan begitu aku akan mendapat uang tambahan untuk membayar kuliahmu"

Ditengah obrolan hangat Devan dan adik angkatnya, suara seseorang memanggilnya, 

"Devan! Cepat bayar hutangmu! Kau sudah beberapa bulan ini kamu belum bayar uang sewa kamarmu."

Orang itu adalah Nyonya Cindy, pemilik sekaligus pengurus rumah susun yang kini ditinggali Devan dan adik angkatnya.

"Maaf Nyonya Cindy, saya nggak punya uang sekarang, bisakah anda memberiku waktu lagi?"

Devan memohon sambil menundukkan kepala, dia sama sekali tak berani menatap secara langsung orang didepannya.

Kedua orang tua Devan meninggal sejak dia masih kecil karena insiden kecelakaan. Meski tidak tahu secara pasti setidaknya itulah yang dia ketahui.

Awalnya keluarga Devan hidup serba kecukupan dan hidupnya pasti terjamin, karena saat itu kedua orang tuanya tergabung dalam sebuah jaringan mafia yang cukup besar.

Saat itu Devan masih berusia lima belas bulan, kedua orang tuanya menitipkannya kepada nenek-nenek kenalan ibunya di perkampungan kecil pelosok kota. Kemudian kedua orang tuanya pun pergi dan tak pernah kembali.

Empat tahun lalu nenek itupun meninggal karena usia tua, dan menitipkan cucu perempuannya yang saat itu berusia lima belas tahun.

Selang tiga tahun kemudian, dia memutuskan pindah ke rumah susun ini karena biayanya lebih murah dan kebetulan juga dekat dengan tempat kuliah adik angkatnya.

Meskipun di tempat ini terbilang sedikit kumuh, namun mereka tetap bersyukur, setidaknya mereka memiliki tempat tinggal.

"Baiklah, ini terakhir kalinya saya peringatkan kamu, kalau dalam waktu dua hari ini kamu tak membayar sewa kamarmu, kau dan adik sialanmu ini harus pergi dari sini!" ucap Nyonya Cindy mengancam dan penuh tekanan.

"..."

Kini Devan menyadari ada seorang gadis sudah berdiri di sebelahnya dengan sedikit ketakutan.

Devan memutar tubuhnya kesamping dan berkata, "kamu gak perlu khawatir masalah ini, biar kakak yang cari jalan keluarnya" ucapnya lembut sembari membelai pelan kepala gadis itu.

"T-tapi—"

Belum sempat gadis itu menyelesaikan ucapannya, Devan sudah memotongnya, "Tugas kamu cuma satu, belajarlah lebih giat lagi".

Gadis itu hanya menunduk dan mengangguk pelan dihadapan kakak angkatnya. Gadis itu adalah Diana Bell, adik angkat Devan Blackwell.

"Baiklah, aku berangkat kerja dulu, jaga dirimu baik-baik," ucap Devan berpamitan sambil mencubit gemas pipi adik angkatnya.

Devan bergegas pergi ke tempatnya bekerja di salah satu hotel berbintang di kota Luxburg, meskipun hanya sebagai pengantar makanan, dia sangat beruntung karena disini termasuk hotel kelas atas di kota tempatnya tinggal.

"Devan! antarkan sarapan untuk tamu di kamar VIP lantai paling atas," ucap kepala dapur hotel itu menyuruh Devan.

"Baik, tuan Lucas...."

Sementara itu, di dalam kamar VIP yang dimaksud, Nancy terbangun dalam pelukan seorang pria bernama Morgan, yang merupakan salah satu eksekutif di perusahaan tempatnya bekerja.

Wajahnya tak berhenti tersenyum karena apa yang telah mereka lalui semalam, meski sudah cukup lama Nancy berpacaran dengan Devan, tak menutup kemungkinan dia menyukai pria yang lebih kaya dan mapan.

Tak hanya itu, pada malam sebelumnya pria itu dengan terang-terangan mengungkapkan cinta padanya di depan seluruh karyawan perusahaan tempatnya bekerja.

"Kau milikku sekarang."  Nancy berkata pada pria itu dan tak lama kemudian mereka berciuman dengan panas. Namun, dia mendengar bel berbunyi.

Dengan terpaksa Nancy berdiri, dengan hanya mengenakan celana dalamnya dia memakai piyama yang sudah disediakan oleh hotel, dan berjalan ke pintu.

"Permisi! Room Service...."

Seketika Nancy berdiri mematung beserta pemuda dengan seragam hotel dan troli di depannya.

Setelah sadar dari keterkejutannya Devan berkata, "Nancy, kena—" tak menyelesaikan perkataannya, Devan merasa seakan ada seseorang didalam.

Dia memutari troli itu berniat masuk kedalam, "Tidak! Devan, pergilah," ucap gadis itu terkejut sambil berusaha menutup pintu.

"F*ck! .... Nancy, minggir sekarang!"

Nancy menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak! Aku tidak.... Sial, Devan Pergilah! Aku tak ingin kau mengacaukan semuanya!"

Mendengarnya Devan tersentak, namun dia masih berusaha menahan pintu agar Nancy tak menutup pintu itu.

"Apa katamu? Aku, mengacau? Mengacaukan apa? Nancy, aku pacarmu! aku berhak tahu siapa orang didalam itu!"

"Devan, kau tahu maksudku, jadi pergilah! Aku sudah tak membutuhkanmu!" Nancy berkata kesal pada Devan.

Nancy benar-benar tak ingin Devan masuk dan mengacaukan semuanya, dia sama sekali tak peduli dengan Devan, tapi tidak dengan Morgan.

Dia baru berhasil mendapatkan Morgan kemarin malam, tentu dia tak ingin kehilangan Morgan, karena pria itu sangat berharga dimatanya.

Namun, saat Nancy masih berusaha keras mendorong pintu itu agar tertutup, sebuah suara membuat Nancy tersentak dan secara tak sengaja melepas pintu itu.

"Nancy.... apa ada masalah?" Morgan bertanya kepada Nancy memastikan.

Brak!.

Saat pintu itu sedah terbuka, Devan dengan jelas melihat seorang pria berdiri disana hanya dengan memakai celana dalam.

"Ja-jadi—"

Devan tak bisa lagi menyusun kata-katanya, beberapa hari terakhir dia tak bisa menghubungi Nancy, dan sekarang dia melihatnya berada didalam kamar yang sama.

Pupil mata Morgan sempat melebar, namun tak lama dia mendekati Devan dan tersenyum seakan meremehkan Devan.

Takut Morgan marah, Nancy berusaha mendekat dan berucap, "Sayang, a-aku b-bisa je—"

Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Morgan menarik Nancy ke pelukannya dan berkata, "Tidak perlu."

Mata Devan melebar, dia melihat Morgan mencium Nancy dan melumat bibirnya. Tak hanya itu, tangan Morgan meraba bokong Nancy dengan dengan gemas.

Beberapa saat kemudian, tangan Morgan meremas dua bukit kembar milik Nancy dan berkata, "Apa kau kemari hanya untuk menonton kami? Lakukan tugasmu! Bawa masuk makanan itu!."

Membuat Devan tersentak dari pikirannya yang tiba-tiba saja kosong, Devan menatap mata pria itu dan mengabaikan Nancy yang tampak bergairah saat Morgan melakukan itu padanya.

Dengan menahan marah dan malu yang sangat luar biasa, Devan kembali mendorong troli itu masuk dan meletakkan makanan di meja.

"Ini, untukmu," ucap Morgan sambil melempar puluhan uang pecahan seratus dollar ke lantai, melihat banyaknya uang itu membuat Nancy melebarkan matanya.

"Ambil itu! dan, pergi dari sini!" Morgan berkata dengan nada menghina ke Devan.

Devan terdiam sejenak dan mengambil semua uang itu satu-persatu, melihat itu Morgan berkata terkekeh, "hehehe.... lihatlah lah Nancy! Apa benar pemuda menyedihkan ini pacarmu? Aku tak percaya wanita secantik dirimu berakhir dengan pemuda sialan seperti ini."

Melihat Devan memunguti uang itu dan mendengar ucapan Morgan, membuatnya kesal dan malu.

"Sial!.... Devan, kau sangat memalukan! Aku menyesal pernah kenal denganmu!" Ucap Nancy menghina Devan.

Namun, saat semuanya selesai Devan berdiri dan tersenyum pada Morgan namun mengabaikan Nancy.

"Satu lembar ini untukku," ucap Devan sambil menunjukkan selembar uang kepada Morgan, "Sisanya, tiga belas ribu empat ratus dollar ini untuk harga wanita ini, silakan nikmati hari kalian."

Setelah itu, Devan berjalan mendekati Nancy dan berkata pelan, "Nancy, layani Tuan ini dengan baik, lakukan seperti yang seharusnya," lalu Devan pergi begitu saja meninggalkan mereka.

"Brengsek itu menjual ku?" Nancy bergumam kesal, "F*ck.... Siapa bajingan itu? Aku akan menghajarnya, holy shit." Morgan mengumpat kesal berusaha menahan amarah.

Devan tersenyum kecut saat mendengar Morgan berteriak kesal didalam sana. Sambil membuka seragam hotelnya, dia berkata, "Sepertinya aku akan dipecat "

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status