Share

Pertemuan Pertama dan Terakhir

"Hello kak, apa terjadi sesuatu?"

Bermaksud untuk mengabari adiknya, namun saat panggilan tersambung dan suara di seberang sana terdengar, dia tak menjawabnya.

Entah kenapa dia merasa semakin tak berguna, setelah tak sengaja memergoki pacarnya yang sedang tidur dengan pria lain.

Kini dia harus kehilangan pekerjaannya karena perlakuan buruk kepada pria yang bersama pacarnya di hotel tadi, dia berjalan tak tahu arah di pusat kota.

Sekarang dia duduk di sebuah kursi panjang di taman kota, pikirannya kosong menatap nanar entah kemana.

"Kakak, ada apa? Apa terjadi sesuatu?" Kali ini Devan tersadar dari lamunannya dan segera menjawab gugup, "Ti-tidak, tidak ada, hanya saja...."

Dia sengaja menggantung kata-katanya seakan mempertimbangkan sesuatu, tak lama kemudian dia berkata, "Mungkin aku baru pulang besok, ada sesuatu yang harus aku kerjakan, apa kamu tidak keberatan?"

"Hmm.... Baiklah, aku sama sekali tak keberatan, aku akan menunggumu besok kak."

Mendengarnya, Devan tersenyum kecut dan tak terasa air matanya mengalir, tak ingin adiknya mengetahui kesedihannya, dia berusaha menutupi kesedihannya dan berkata, "Baiklah, kakak akan pulang besok."

Tanpa menunggu reaksi Diana, dia memutus panggilannya begitu saja, kini Devan menundukkan kepalanya sambil masih terus menangis.

Tak lama kemudian dia merasa seseorang duduk di sampingnya, dia berusaha menghilangkan bekas air matanya sebisa mungkin.

"Ada apa denganmu? Sepertinya hidupmu sangat kacau sekali," ucap Pria tua yang duduk disebelahnya yang lebih terlihat seperti seorang gelandangan.

Devan tersenyum kecut, wajahnya sedikit canggung, "Ya, hidupku sangat kacau sekali.

Dia tak ingat kapan terakhir kali menangis, namun sejak kecil hidupnya keras dan tak pernah mudah. Namun kali ini Devan merasa sudah sampai pada batasnya.

Namun, saat seseorang memergoki dirinya menangis, membuatnya sedikit canggung dan menundukkan kepalanya lagi.

Bahkan kali ini Devan merasa sedikit malu karena keadaan yang dia alami saat ini.

"Sebesar apa masalah yang membuat pemuda tampan dan gagah sepertimu, terlihat seperti kehilangan semangat hidup?"

"Aku tak menganggap masalah sebelumnya, tapi hari ini aku merasa sangat malu, dan sangat tak berguna, bahkan aku membenci diriku sendiri," ucap Devan pasrah sambil menggelengkan kepala.

"Hahaha, sepertinya ini gadis bukan?"

Devan mengangguk pelan namun sesaat kemudian menggeleng, "Ya begitulah, eh, tidak!" Devan sempat memikirkan sesuatu, "Sepertinya aku tak menangisi gadis itu, tapi apaa yang dia lakukan padaku benar-benar membuatku malu."

Seakan menyadari sesuatu, Devan menatap kakek itu dan mengernyitkan dahinya, "Kek, apa kau mencoba menertawakan ku?"

"Tidak, tidak.... Tapi...." Pria tua itu menggantung kata-katanya seolah mempertimbangkan sesuatu, "Hais, apa yang begitu memalukan, lupakan saja dia, cari penggantinya, aku lihat kamu cukup tampan, sangat mudah untuk mencari penggantinya."

"Ini tak semudah yang kau pikirkan kek! Aku rasa kau tak akan mengerti," ucap Devan pasrah sambil mengusap wajahnya kasar.

"Hahaha.... Anak muda, kau meremehkan ku? Saat seusiamu dulu aku dikelilingi wanita cantik, kau bisa bertanya padaku, aku akan memberimu saran."

Perkataan kakek itu terdengar sangat tidak meyakinkan, bagaimanapun Devan menyimpulkan kehidupan kakek itu terlihat lebih buruk dari pada yang dia alami.

Bagaimana seorang gelandangan seorang gelandangan akan memberikan solusi atas masalah yang tengah dia hadapi.

Tapi Devan tetap meladeninya, setidaknya dia punya teman untuk berbagi cerita, karena tidak mungkin dia akan menceritakan masalahnya ini pada adik angkatnya.

"Baiklah kalau begitu, tapi kau harus berjanjilah jangan beri tahu siapapun," ucap Devan sambil menganggukkan kepalanya.

"Anak muda, aku tak akan beri tahu siapapun, bahkan aku tak mengenalmu, tapi apapun masalahmu aku akan memberikan kau jalan keluarnya."

Benar juga kata gelandangan itu, Devan sama sekali tak mengenali kakek itu, setidaknya dia mempunya seseorang yang bersedia mendengarkan masalahnya.

Meskipun gelandangan itu tak memberikan solusi sama sekali, Devan sudah beruntung karenanya.

"Baiklah kek, jadi masalahnya seperti ini...."

Mulailah Devan menceritakan masalahnya, mulai dari dirinya yang sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya karena kecelakaan.

Sampai dia berada di sini, Devana juga menceritakan bagaimana kehidupannya yang banyak tanggungan dan harus membiayai kuliah adiknya.

Saat Devan bercerita, kakek itu menyimak dengan seksama. Sesekali dia mengangguk dan sering kali menggeleng, hingga Devan menyelesaikan ceritanya.

"Jadi, kek. Bagaimana menurutmu?"

"Sebenarnya, kau tidak malu dengan kemiskinanmu, tapi kau tak terima apalagi jika seseorang merendahkan mu."

"Itu maksudku," ucap Devan tegas.

"Ini, minumlah,"

Mata Devan melebar, dia tak menyangka kakek itu tiba-tiba memberinya sebuah botol kecil yang didalamnya terdapat sebuah ramuan yang berwana biru.

"Apa ini?"

"Bukan apa-apa, hanya ramuan yang setidaknya nanti akan membuatmu lebih tenang, selanjutnya, kau tidak akan memiliki masalah itu lagi."

"Lalu? Saran apa yang akan kau berikan?" Tanya Devan heran, "Tapi, baiklah aku akan meminumnya."

Devan membuka tutup botol kecil itu dan meminumnya sampai habis.

"Kau tahu? Hukum di dunia ini, siapapun yang memiliki uang dan kekuatan, merekalah yang berkuasa."

"Namun terkadang manusia bersikap bodoh dengan terlalu menunjukkan kekuasaannya," ucap kakek itu menatap Devan.

Selang beberapa detik kemudian, kakek itu melanjutkan, "Dan kau tahu Devan? Manusia tidak terlahir bodoh, sedangkan di dunia ini terdapat banyak sekali kebodohan."

Memang benar, seperti itulah dunia bekerja dan banyak sekali diluar sana apalagi anak-anak muda yang hanya bisa membanggakan kekuasaan orang tua mereka tanpa memikirkan dampaknya.

"Devan, gadis itu tidak bersalah. Wanita ingin mengendalikan pria, itu sudah menjadi hukum di dunia. Namun pria sejati akan berusaha menaklukkan dunia serta hukum-hukumnya."

"...."

Seketika Devan tertegun, Devan mengingat bagaimana Nancy begitu mendominasinya. Sementara dia hanya berusaha membahagiakan gadis itu sambil bertahan hidup dan menyisihkan uangnya untuk membiayai kuliah adiknya.

Karena itulah Devan sampai tak membayar sewa kamar tempatnya tinggal, bahkan sampai beberapa bulan tak membayar.

"Kakek, lalu ba—"

Belum sempat menanyakan perihal saran yang dia butuhkan, kakek itu berkata memotong ucapan Devan, "Devan, sepertinya ini pertemuan pertama dan terakhir kita. Aku harap, selanjutnya kamu bisa melanjutkan hidupmu dengan lebih baik."

Devan heran dengan apa yang diucapkan kakek itu, namun saat dia mencoba memanggil kakek itu, tiba-tiba kakek itu sudah beranjak pergi.

"Kek! Tunggu...."

Belum sempat Devan berdiri, dia merasa sangat pusing dan perutnya sangat mual.

Devan pun tak sanggup menahannya dan dia memuntahkan apa yang membuatnya mual dan terlihatlah cairan yang sangat kotor, dan dia pun tertidur di kursi taman.

Barulah setelah itu ramuan yang diminumnya barusan bereaksi pada tubuhnya, dan menyebar ke seluruh tubuh bakan syaraf-syarafnya.

[Tahap Pemasangan]

....

[Tahap Penyesuaian]

....

[Penyesuaian Pengguna]

....

[Pengguna Dikonfirmasi]

....

[Pemasangan Selesai]

....

[Nama Pengguna = Devan Blackwell]

[Nama Sistem = Monarchy System]

[Jenis Sistem = Penguasa]

[Panduan = Katakan "Sistem" untuk membuka dan menutup panel sistem]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status