Share

Kebetulan?

   Tiba-tiba sebuah tangan dijulurkan ke arah ku seakan memberi tanda bahwa tangan itu kan membantu ku berdiri. Tentu saja aku tidak mau meraih tangan itu. Dia bahkan tidak bisa menggerakkan kakinya. Bagaimana caranya dia akan membantu ku berdiri?

   Sekujur tubuh ku terasa sangat sakit saat ku paksakan untuk berdiri. Perlahan aku berjalan ke arah tongkat yang tadi dipatahkan oleh orang-orang itu. Anehnya tadi aku benar-benar melihat tongkat ini panah, tapi sekarang kenapa tongkatnya kembali utuh? Rasa sakit di sekujur tubuh ku seakan menyadarkan ku untuk segera menyerahkan tongkat ini lalu segera pulang agar aku bisa tidur. Besok pagi-pagi sekali aku harus mengantar susu!

   Perlahan aku mendekat ke arah pria yang masi terduduk di tanah itu. Setelah dilihat sepertinya dia juga orang Korea seperti aku. Ku ulurkan tangan ku seperti yang dilakukannnya tadi. Sambil tersenyum diraihnya tangan ku dan berusaha untuk berdiri. Syukurlah tampaknya kaki kirinya normal.

   Ku serahkan tongkatnya tadi dan bergegas untuk kembali pulang. Tapi pria itu berusaha menahan ku dan bertanya siapa namaku.

"nama saya Taevin. Kalau begitu permisi"

   Aku kembali berusaha untuk bergegas pergi tapi pria itu kembali menahan ku dan memintaku untuk membantunya pulang karena badannya saat ini benar-benar kesakitan. Aku prihatin dengan keadaannya tapi kan badan ku juga terasa remuk karena aku berusaha menolongnya.

   Dia kembali meminta bantuan ku dengan nada yang lebih sedih sambil menunjukkan telepon gemgamnya yang dipenuhi retakan. Sepertinya teleponnya retak saat dia di dorong atau saat dia diinjak-injak pria tadi. Ini benar-benar membuat ku pusing.

"Baik lah ayo ku antar. Tapi tunjukkan arahnya"

   Setelah itu kami menuju rumahnya dengan susah payah karena aku yang menuntun nya juga tengah kesakitan. Sampai di depan rumahnya aku kaget bukan main karena gerbangnya sangat tinggi dan mewah. Bagunan rumahnya juga tampak jauh. Sepertinya jarak dari gerbang ke bangunan utama sekitar seratus sampai dua ratus meter!

   Tapi tunggu belum tentu dia yang tinggal disini. Maksud ku kan bisa saja dia atau orang tuanya yang kerja disini. Ku arahkan pandangan ku pada pria itu. Walau dipenuhi tanah dan lumpur pakaiannya  terlihat biasa saja. Kalau pakaiannya brand terkenal seperti yang ku pakai dulu aku pasti langsung sadar.

"Tuan muda, kenapa dengan pakaian anda? apakah anda terjatuh?", tanya seorang pria tua yang memakai seragam satpam. Tampaknya pria itu satpam senior di sini. Tapi siapa tuan mudanya? apa ini salah satu rumah milik ayah juga? aku harus segera lari dari sini.

"Tadi aku terjatuh, lalu pria disampingku ini membantuku berdiri. Tapi karena badan ku jauh lebih besar dari badannya, kami jadi terjatuh bersama-sama", Jawab pria disampingku sembari tertawa. Dia berbohong.

"YA ampun tuan muda Ki Tae", Balas satpam tadi sambil tertawa menepuk tangan.

   Jadi namanya Ki Tae, sudah ku duga dari tampangnya dia memang seperti keturunan Korea. Mungkin sedikit campuran? karena dia badannya tidak sekecil pria Korea umumnya, bahkan sejujurnya mendekati orang-orang Amerika.

"Terima kasih tuan sudah menolong tuan muda kami. Tadi tuan muda memaksa untuk berjalan-jalan sendiri tanpa pengawal untuklah tuan muda bertemu pria sebaik tuan yang mau menolong bahkan sampai mengantar tuan muda ke rumah", ucap pria itu ramah kepada ku.

   Ucapan ramahnya seakan menusuk nurani ku. Aku tidak baik. Aku menolongnya karena rasa bersalah terhadap anak yang dulu pernah ku ganggu. Aku  juga tidak mengantar nya pulang karena aku baik, tapi karena dia meminta tolong pada ku.

"bukan....", belom sempat aku selesai berbicara, Ki Tae langsung memotong omongan ku dan mengatakan untuk segera memanggil mobil untuk mengantar kami ke dalam rumah karena dia merasa kotor dan lelah. Pak satpam itu paham dan segera memanggil seseorang lewat walkie talkie nya.

"aku permisi pulang", ucap ku segera setelah mobil golf yang digunakan sebagai alat "tranportasi" di rumah ini tiba. Belum sempat aku melangkah aku segera di tahan oleh orang-orang itu. Mereka bersi keras aku harus membersihkan diri dan makan malam disanasebagai ucapan terima kasih karena sudah menolong tuan muda mereka.

   Jelas aku menolah paksaan itu. Aku harus segera pulang, membersihkan diri, lalu tidur karena besok subuh aku harus mengantar susu. Tapi melihat mereka yang seakan tidak akan melepaskan ku, aku pun mengalah dan memutuskan untuk ikut naik ke kendaraan yang familier itu.

"Nama ku Ki Tae. Nam Ki Tae. Siapa namamu?", tanya nya kepadaku.

"Taevin. Kim Taevin." jawabku singkat. Harus mengaku bahwa "kim" adalah marga ku disaat aku tau bahwa itu bukan marga ku membuat ku kesal.

"sepertinya kau lebih muda dari ku? umur ku 25 tahun. Karena sama-sama orang Korea, bagaimana kalau "hyung"? ucapnya bercanda. Ya tidak salah juga karena memang aku masi berusia delapan belas tahun, jadi memanggilnya hyung bukan suatu masalah.

   Hanya saja memanggil seseorang yang baru ku kenal dengan hyung membuat ku tak nyaman sehingga aku diam saja sambil melihat-lihat taman di rumah itu. Melihat ku yang hanya terdiam saja, Ki Tae lalu membuka mulutnya dan berkata

"Terima kasih karena sudah menolong ku tadi.Juga untuk membantu ku berbohong. Aku berbohong bukan karena malu kalau orang-orang tau bahwa aku tadi diganggu, tapi karena idak mau membuat mereka khawatir. Kalau mereka tau, mereka pasti akan merasa terbebani. Maksud ku keberadaan ku saja sudah membuat mereka terbebani kan? aku tidak mau menambah masalah dengan membuat mereka khawatir kalau aku tadi diganggu", ucapnya panjang sembari tersenyum sendu.

   Aku tidak dapat membalas perkataannya. Pikiran ku melambung jauh ke hari itu. Hari dimana aku mengganggu anak tuna netra di sekolah ku karena merasa cemburu setelah melihat kedekatannya dengan ibunya. Aku sangat ke kanak-kanakan saat itu. Apa anak itu juga merahasiakan hal itu dari ibunya karena tidak mau membuat ibunya cemas? karena setau ku tidak pernah ada orang tua yang mendatangi ku karena mengganggu anaknya setelah kejadian Jisung dan Wonseok dulu.

   Aku benar-benar menjadi lelah karena teringat masa lalu itu. Rasa bersalah memenuhi relung hati ku. Ku perhatikan hamparan bunga serta pohon yang menghiasi pekarangan mewah di sepanjang jalan. Dulu rumah ku di Seoul juga semewah ini. Tapi aku tidak merasa bahwa itu indah karena aku benci rumah ku.

Tapi sekarang aku perlahan merindukan rumah itu beserta ayah ku. Apa yang sedang dilakukan ayah sekarang?

.

.

.

   Setelah turun dari mobil golf itu kami memasuki rumah Ki Tae. Rumah itu terdiri dari lima lantai serta bagunannya juga sangat luas! Memang benar rumah ini lebih luas dari pada rumah ku saat di Seoul dulu. Ku lihat seorang wanita bergegas menuju arah kami. Wanita itu terlihat masi muda. Mungkin sekitar tiga puluh tahun?

"Ya ampun Ki Tae. LIhat diri mu nak. Ibu sangat cemas, kenapa ibu tidak bisa menghubungimu?", tanya wanita itu. Ku perhatikan sudut matanya yang di penuhi dengan air mata yang perlahan mengalir keluar. Nak? Apa maksudnya anak?

   Kalau Ki Tae berumur dua puluh lima tahun, ibunya setidaknya berusia di atas empat puluh tahun kan? kenapa wanita yang tampak berusia tiga puluh tahun ini memanggilnya dengan anak?

   Ki Tae kemudian menjelaskan apa yang terjadi persis seperti yang dikatakannya pada satpam di gerbang tadi. Aku hanya diam. Kemudian ibunya memeluk ku dan berterima kasih kepada ku. Aku benar-benar merasa bersalah. Ibu Ki Tae kemudian menyuruh kami membersihkan diri sambil menunggu makan malam di siapkan.

   Seorang pelayan kemudian mengantarku ke kamar tamu di lantai dua. dia juga berkata kalau aku bebas memakai pakaian di ruangan itu sesuka ku dan aku akan dipanggil begitu makan malam selesai dibuat.

   Setelah pelayan itu pergi, aku masi berdiri sambil menatap keadaan kamar itu. Sejujurnya sudah beberapa tahun aku tidak melihat kamar yang mewah seperti ini. Kamarku selama tinggal di villa memang tidak begitu mewah tapi termasuk golongan bagus. Sedangkan kamar ku di rumah sudah lama aku tidak melihatnya. Kamar ku itu mewah tapi tak semewah kamar tamu ini.

   Barang-barang di dalamnya juga barang-barang dari brand ternama. Segera ku langkahkan kaki ku menuju lemari pakaiannya dan benar saja pemandangan pakaian dari brand ternama segera menyambutku.

   Rasanya begitu menyenangkan melihat ini. Seperti kembali ke rumah. Apa lagi selama beberapa bulan ini aku tinggal di studio bawah tanah dengan barang-barang seadanya, pakaian ku yang berasal dari bran ternama sudah banyak yang ku jual untuk kebutuhan ku sehari-hari sehingga yang tersisa adalah kaos dan kemeja dari toko di pinggir jalan.

Jadi begini rasanya menjadi Cinderella? 

   Aku pun memilih satu set pakaian yang terlihat nyaman namun masi sopan, bagaimana pun aku disini sebagai tamu yang diajak ikut makan malam. Aku pun mulai berbenar diri dan mandi. Setelah mandi aku menyisir rambut ku di depan cermin, tak lama ada bunyi ketukan di pintu.

   Yang mengetuk pintunya adalah salah seorang pelayan yang datang untuk memberitahukan bahwa makan malam sudah siap dan Tuan Nam atau ayah dari Ki Tae juga sudah pulang. Mendengar itu aku buru-buru turun ke bawah. Sangat tidak sopan membuat tuan rumah menunggu tamunya di meja makan!

   Saat menuju ke pintu makan aku bisa melihat seorang pria paruh baya yang asing. Pria itu tampak seperti keturunan Korea campur Eropa. Pantas saja Ki Tae terlihat berdarah campuran. Ternyata karena ayahnya. Tampa sengaja kami bertemu mata.

  Aku buru-buru menundukkan kepala ku untuk memberi hormat. Pria itu tersenyum sambil menjulurkan tangannya.

"Nam Ki jung", katanya dengan nada bersahabat. Buru-buru ku gapai tangan itu sera memperkenalkan diri. Nyonya Nam segera menyuruh kami berdua untuk segera duduk agar makan malam dapat segera dimulai.

   Kami pun mulai makan. Makanan yang disediakan benar-benar beragam dan terasa sangat enak. Sudah lama lidah ku tidak mencicip makanan kualitas tinggi seperti ini. Saat makan tiba-tiba Pak Nam memulai perbincangan.

   Perbincangan itu di mulai dengan bertanya apakah aku keturunan Korea lalu mengalir ke kegiatan ku di Amerika. Aku pun bercerita bahwa aku baru tiba di Amerika beberapa bulan lalu untuk berkuliah disini sambl menunggu hari perkuliahan aku mengisi waktu untuk bekerja sambilan. Pak Nam pun bertanya aku akan kuliah dimana.

   Aku diam sejenak karena bingung apa harus memberitau bahwa pria yang terlihat miskin dan kurang makan yang sibuk bekerja sambilan ini berkuliah di kampus swasta paling bergengsi disini? Melihat keengganan ku untuk menjawab Nyonya Nam mengalihkan pembicaraan mengenai keluarga ku di Korea.

Itu bukan pilihan topik pengalihan yang bagus!

   Aku tetap saja jadi bingung harus menjawab apa. Tapi karena suasana di meja makan jadi semakin hening aku memutuskan untuk menjawab dengan sedikit taburan "kebohongan". Aku pun mulai bercerita bahka keluarga ku berasal dari Busan bukan Seoul dan ayah ku bekerja di bidang real estat di suatu lingkungan yang biasa saja di pinggiran kota Seoul. Bisnis ayah ku sempat pernah berkembang pesat hingga aku mendaftar kuliah di luar negeri, namun karena suatu hal keadaan ayah menjadi kurang stabil.

   Sebagai anak satu-satunya terlebih ibu ku sudah tiada sedari aku kecil maka aku memutuskan untuk mencari uang sendiri untuk kebutuhan ku disini. Ya ceritaku tidak sepenuhnya berbohong karena memang banyak benarnya juga.

   Mendengar cerita ku tuan dan nyonya Nam jadi bersimpati serta memuji ku. Bahwa aku anak anak yang baik dan tidak mau merepotkan orang tua ku. Aku hanya bisa tersenyum pahit. Seandainya itu benar. Ya seandainya aku benar putra ayahku.

"bagaimana kalau kau membantu ku Taevin? baru-baru ini aku membuka perumahan di lingkungan mu sekarang. Tapi aku baru memecat kepala pemasarannya karena dia menggelapkan dana. Kau bilang sering membantu ayahmu kan? kalau urusan seperti ini kau pasti sudah agak paham bukan?, tanya Tuan Nam.

   Tawaran itu sungguh baik sebenarnya. Itu pekerjaan stabil yang bisa menghasilkan banyak uang. Ketiga pekerjaan sampingan yang aku kerjakan mati-matian saat ini pasti tidak ada apa-apanya. Apa lagi aku harus menabung untuk membayar uang kuliah semester berikutnya. Tapi apa aku boleh menerimanya? maksud ku mereka baik kepada ku karena aku menolong putra tunggal mereka kan? tapi aku tidak menolongnya dengan maksud tertentu seperti ini. Jujur saja aku bahkan tidak berniat menolongnya sebenarnya.

   Melihat ku yang hanyut dalam lamunan membuat nyonya Nam berinisiatif untuk meminta suaminya memberi waktu untuk ku berfikir. Itu benar-benar pengertian karena aku memang tidak bisa langsung menerima tawarannya. Namun, disisi lain aku bukanlah orang bodoh yang bisa menolak tawaran itu.

   Setelah makan aku hendak berpamitan pulang. Namun, nyonya Nam meminta ku untuk menginap saja karena sudah larut. Memang benar sudah larut, bus untuk pulang pasti sudah tidak ada. Lagi pula jarak dari rumah ini ke terminal bus juga jauh. Aku juga tidak mungkin naik taksi. Itu terlalu mahal!

   Tapi aku juga tidak mau menginap dan membuat "utang" ku pada keluarga ini semakin banyak. Jadi aku memaksa pulang dan memberi tau bahwa besok subuh aku ada perkerjaan sambilan mengantar susu. Mendengar alasan ku nyonya Nam jadi tidak tega untuk menahan ku lagi. Akhinya nyonya Nam membiarkan ku pulang dengan syarat aku harus diantar oleh supir pribadi keluar itu karena takut jika aku harus pulang sendiri.

   Itu bukan tawaran yang buruk! tanpa sadar aku mengiyakan tawaran itu dengan penuh semangat membuat tuan dan nyonya Nam serta Ki Tae tertawa. Aku benar-benar malu!

   Aku pun diantar pulang dengan mobil mewah keluaran baru. Tidak lupa nyonya Nam membungkus banyak buah serta makanan yang bisa di simpan di kulkas dengan dalih untuk sarapan sebelum pergi bekerja besok subuh. Padahal jumlahnya sangat banyak, mungkin bisa tahan seminggu jika aku memakannnya dengan hemat.

   Mobil mewah itu melewati gang kumuh ke arah studio bawah tanah ku. Benar-benar pemandangan langka yang tidak cocok. Setelah sampai aku segera masuk ke studio ku beserta dengan makanan yang diberikan nyonya Nam.

   Kebetulan sekali seharusnya aku besok membeli persediaan makanan. Dan kebetulan juga tawaran pekerjaan itu datang disaat aku memang butuh pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar dari penghasilan sampingan ku untuk menabung uang kuliah.

   Kebetulan ini benar-benar aneh. Seakan ada yang sengaja membantu ku disaat krisis seperti ini. Pikir ku tersenyum sambil menatap kartu nama Tuan Nam yang diberikan pada ku agar aku bisa menghubunginya kalau mau mengambil tawan pekerjaan tadi.

Hari ini benar-benar bagus. Ku harap hari esok jauh lebih bagus lagi. Doa ku sebelum tidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status