Raka mengerjap perlahan. Saat dia terbangun, rasa kebas di lengannya adalah yang pertama dia rasakan. Matanya memicing saat tersorot sinar matahari pagi dari sela-sela gorden.
Pria itu tersenyum begitu menyadari seorang wanita tidur berbantalkan lengan kirinya. Pantas saja lengannya sampai kebas. Perlahan, Raka memindahkan bantal untuk menopang kepala wanita itu.
Kemudian Raka menyingkirkan lengannya. Dia mencium pelipis wanita berambut panjang yang sedang terlelap begitu damai tersebut.
Dia menghela nafas lega saat bisa memiliki Verona. Dan akhirnya kali ini dia menang dari kakaknya. Raka memeluk tubuh wanita itu dari belakang dengan sepenuh hati.
Pria itu mencium kepala wanita itu berkali-kali. Dia benar-benar bersyukur akhirnya Verona bisa menjadi miliknya. Hanya miliknya. Dipeluknya erat tubuh wanita itu.
"I love you, Ve."
Dengan begitu berhati-hati, disingkirkannya helaian rambut hitam dan lembut yang menutupi wajah cantik itu. Raka mencium pipi mulus itu dengan begitu lembut. Sungguh terlihat bahwa dia sangat menyayangi wanita itu.
Raka terkekeh kecil saat wanita itu merengek karena tidurnya terganggu akibat perbuatan Raka. Diciumnya lagi kepala si wanita dengan sepenuh hati.
Beberapa saat kemudian, wanita itu membalik tubuhnya menghadap Raka. Matanya membuka perlahan. Sontak senyum manis Raka pun hilang seketika. Wajahnya langsung pias. Pria itu ternganga melihat wajah wanita yang baru dia tiduri semalam.
"Della?"
***
Raka mengusap wajahnya dengan kasar. Sedari tadi dia terlihat kacau. Pria itu mondar-mandir tidak jelas di kamar. Dengan wajah sangat kusut.
Dia terlihat berantakan. Rambutnya acak-acakan, bajunya pun tidak dia kenakan dengan semestinya. Kemejanya hanya dikancing bagian atasnya saja. Resleting celananya bahkan terbuka. Sungguh, penampilannya saat ini tidak mencerminkan seorang CEO sama sekali.
Lelah mondar-mandir tidak jelas, Raka pun akhirnya duduk di sofa. Matanya menatap langsung pada seorang gadis yang sedang duduk di pinggir ranjang dengan kepala tertunduk.
Rak menghela nafas kasar saat mendengar isakan kecil keluar dari bibir gadis itu.
"Della..." Raka menarik nafas dalam-dalam. Dadanya terasa sesak. Tenggorokannya selerti dicekik hingga dia tidak bisa bernafas."Aku minta maaf. Aku bener-bener nggak..." Pria itu menendang meja di depannya.
"Sial!" makinya.
Bagaimana mungkin dia bisa salah sasaran seperti ini? Dia seorang Raka Milan yang terkenal cerdik dan banyak akal. Tapi kenapa bisa-bisanya dia kehilangan akal seperti semalam sampai meniduri seorang gadis polos seperti Della.
Dan itulah yang membuatnya begitu menyesal. Kenapa bukan Verona sungguhan? Atau wanita lain? Kenapa harus Della?
Bahkan seandainya bisa memilih, Raka akan lebih memilih meniduri seorang wanita bayaran dari pada Della. Gadis itu tidak bersalah. Dia tidak pantas menjadi pelampiasannya.
Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang? Kalau saja nanti Della mengadu pada kakaknya, maka kesempatan dia untuk mendapatkan Verona akan lenyap. Gadis itu akan terus bersama dengan Romeo.
Raka menjambak rambutnya kencang. "Brengsek!" umpatnya lirih.
"Kamu mau apa sekarang, Dell?"
Isakan Della terhenti. Gadis itu menatap Raka dengan sedikit ragu. Raka langsung mengumpat begitu melihat wajah merah dan basah Della. Juga matanya yang bengkak. Rasa bersalahnya menjadi berlipat-lipat.
Raka mendekati gadis itu. Dia berjongkok di depan Della. Digenggamnya tangan Della yang lembut itu. "Kak Raka bener-bener minta maaf. Kak Raka khilaf semalam. Kak Raka mabuk, Dell."
Raka membelai pipi Della. Menghapus sisa-sisa air mata dari wajah gadis itu. "Kalau kamu mau maafin Kak Raka, dan nggak ngungkit-ungkit kejadian semalem, Kak Raka akan kasih apapun yang kamu minta."
Della mendongak. Gadis itu menatap Raka dengan mata hitam sendunya. Jelas dia terluka mendengar ucapan Raka. Secara tidak langsung, artinya Raka berniat membeli dirinya bukan?
"Pokoknya apapun yang kamu mau, Kak Raka akan turuti, Dell. Kak Raka janji. Kamu bisa pegang omongan Kakak."
Della menatap Raka lama. Memandangi wajah tampan bak pangeran pria yang memilikinya semalam. Gadis itu menghela nafas pelan.
Dia tidak bisa membenci Raka. Karena kejadian semalam bukan hanya kesalahan Raka. Dia juga bersalah. Dia sungguh merasa murahan dan juga bodoh mengingat dia sama sekali tidak menolak Raka.
Lalu apa yang akan dia lakukan sekarang? Apa dia akan meminta pertanggungjawaban Raka? Tapi itu tidak mungkin. Raka tidak akan mau melakukannya. Dia seorang putra Haria Milan, pewaris bisnis furniture dan perhotelan terbesar di negeri ini.
Mustahil bisa menjadi pasangannya. Bahkan untuk sekedar masuk dalam hidupnya pun sangat sulit untuk seorang Della. Kecuali satu orang, Verona."Seandainya aku minta Kak Raka nikahin aku, apa Kakak mau?"
Raka melotot kaget. Pria itu tidak menyangka Della bisa berpikiran sesempit itu. Astaga! Seorang Raka menikahinya? Yang benar saja!
Pria itu tertawa sumbang. "Kamu jangan bercanda deh, Dell. Kak Raka? Nikahin kamu?"
Raka menghela nafas pelan. Dia kembali memandang Della lekat. "Selamanya, Kak Raka nggak akan pernah ingin menikahi seorang wanita. Kecuali kakak kamu, Verona."
Dan bagai dihantam berton-ton besi, kesadaran Della hampir menghilang. Gadis itu merasakan sakit yang teramat sangat dalam hatinya.
Hal itu memang mustahil.
Dengan susah payah Della bangkit dari ranjang dan menyingkirkan tubuh Raka dari hadapannya. Gadis itu menuju pintu apartemen dengan tertatih. Menahan sakit di tubuh dan hatinya.
"Aku pulang Kak," pamitnya pada Raka.
Pria itu buru-buru menyusul langkah Della. "Kak Raka anter."
Della menggeleng. "Nggak usah. Aku naik taksi aja."
"Kak Raka anter pulang, Dell. Kamu tunggu disini ya! Kak Raka ganti baju dulu!" pesan Raka pada Della.
Pria itu berjalan ke walking closet. Lalu mengambil baju dan masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian dan membersihkan diri. Saat dia keluar dari kamar mandi, Della sudah tidak ada disana.
***
"Della? Kamu udah makan?" tanya Verona saat melihat Della akan masuk ke kamarnya.
Della hanya mengangguk kecil. Tapi tidak menjawab. Gadis itu malah menunduk saat melihat Verona.
"Makan lagi yuk! Kak Ve tadi beli soto ayam di depan. Nih, Kak Ve beliin buat kamu juga."
Della menggeleng dengan cepat. Hal itu sontak membuat Verona terheran. Karena biasanya Della tidak pernah menolak makanan.
"Kamu sakit, Dell?" tanya Verona cemas.
Della menggeleng. Verona makin bingung dibuatnya. Kenapa sepupunya itu jadi pendiam? Padahal kan biasanya anak itu banyak bicara, batinnya.
"Oh, iya. Semalem kamu lupa kunci pager sama pintu depan ya? Ckck... kamu ini! Untung Kak Ve-" ucapan Verona terhenti saat Della buru-buru masuk ke dalam kamarnya.
Della menutup pintu rapat lalu menguncinya. Gadis itu kembali menangis setelah sejam yang lalu dia berhenti menangis. Saat melihat wajah Verona, entah kenapa membuat hatinya sakit.
Ucapan Raka tadi pagi kembali ternginang dalam benaknya.
Selamanya, Kak Raka nggak akan pernah ingin menikahi seorang wanita. Kecuali kakak kamu, Verona.
Artinya sampai kapanpun hanya Verona yang diinginkan oleh Raka. Hanya gadis itu seorang. Bukan dirinya.
Tidak ada yang bisa menggambarkan rasa sakit yang Della saat ini. Tidak ada yang tau bagaimana keadaan hatinya. Della sendiri pun tidak bisa.
Dia tidak tau apa yang terjadi pada hatinya. Yang dia tau di sudut hatinya, selain rasa sakit dan benci, dia juga memiliki secuil kasih untuk pria yang sudah melukainya.
"Kak Raka?" ucap Della lirih saat melihat Raka di depan kampusnya. Akhirnya setelah lebih dari satu minggu mencarinya dan berhasil dia hindari. Kini Raka berhasil menemukan Della. Gadis itu sudah akan berlari menjauh, namun gagal. Karena Raka dengan cepat menyusulnya. Menahan lengan Della."Tunggu, Della!" ucap Raka. Pria itu menghadang langkah Della."Apalagi, Kak? Jangan ganggu aku, pleasee....!"Raka menggeleng pelan. "Aku cuma mau bicara sebentar.""Aku nggak bisa. Aku sibuk," tolak Della."Sebentar aja, Dell."Della menatap nyalang tangan Raka yang berani menyentuh pundaknya. Dengan marah, Della menepis kuat tangan Raka. "Jangan sentuh aku!" sentaknya.Raka berjalan mundur sembari mengangkat kedua tangannya. "Oke. Oke. Aku nggak akan nyentuh kamu," ucapnya.Della memalingkan wajahnya kesamping dengan nafas memburu. Dia ingin sek
Della menyentuh perutnya yang tertutup baju. Mengusapnya perlahan dengan gerakan ringan. Matanya menatap nanar sebuah benda kecil yang tergeletak di lantai kamarnya. Dua garis merah yang ada disana membuat gadis itu syok. Dia hamil. Tanpa suami. Janin hasil perbuatan Raka. Satu tetes air matanya jatuh. Lalu disusul tetesan lain. Della menangis tergugu di kamarnya. Hancur sudah masa depannya kini. Hidupnya berakhir sampai disini. Kalau orang tua dan keluarganya tau dia sedang mengandung hasil hubungan gelap, dia pasti akan diusir. Dan dia kembali terlantar seperti dulu. Della sudah merasa kotor karena malam itu bisa menyerahkan diri pada Raka. Dan kini dia merasa lebih kotor lagi karena dipercaya mengandung janin hasil kesalahannya. Mungkin ini adalah balasan setimpal atas dosanya karena berani berhubungan di luar nikah. Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang? Apa mungkin dia harus memaksa Raka menikahi dirinya demi menutupi kehamilan
Della mengerjap. Matanya terbuka perlahan. Gadis itu mengernyit saat merasa silau karena cahaya yang masuk dari sela-sela jendela.Saat akan bangun, sebuah tangan menahannya. Della mendongak, menatap orang yang berada tepat di sampingnya itu."Ardan?" lirihnya."Jangan bangun dulu! Istirahat aja!" Della mendesis pelan saat merasakan kepalanya terasa nyeri. "Gue dimana ini, Dan?""Rumah sakit."Della terdiam. Gadis itu menjelajah sekeliling tempat dia berada dengan matanya. "Kok gue bisa disini sih, Dan? Apa maag gue kambuh lagi ya?"Ardan menatapnya bingung. "Lo nggak inget?""Inget apa?""Kemarin kita makan di restoran. Terus pulangnya elo-""Restoran?" sela Della.Ardan mengangguk mantap. Dan hal itu membuat Della kebingungan."Bukannya gue lagi sama Vika kemarin?" ujar gadis itu.
Satu tahun kemudian."Ai!" Raka berlari kencang kemudian memeluk erat seorang gadis berjilbab merah.Gadis itu terkekeh pelan. Dan membalas pelukan Raka tak kalah eratnya. "Lama banget liburannya!" Raka tertawa lalu melepaskan pelukannya. Dia menggandeng gadis itu dan mengajaknya menuju ke mobil."Gimana Bali?"Raka hanya tersenyum tipis. "Ya gitu-gitu aja, Ai. Nggak ada yang spesial," balasnya."Ceweknya?""Em... biasa aja!""Biasa aja tapi lo nggak pulang-pulang!"Raka terkikik. Pria itu memasukkan koper miliknya ke dalam bagasi mobil Aisha. Baru setelah itu dia menyusul Aisha masuk ke mobil."Gimana Jakarta?" tanya Raka pada gadis itu.Aisha mengendikkan bahu. "Gini-gini aja. Nggak ada yang berubah."Raka manggut-manggut. Pria itu mulai menjalankan mobilnya keluar dari banda
"Selamat datang, Pak. Saya Nadella Paramita yang ditunjuk Pak Haria untuk menjadi sekretaris anda."Mata Raka melebar sempurna. Pria itu tidak mengeluarkan sepatah katapun. Dia benar-benar syok dengan apa yang dilihatnya sekarang."Della?"Della mengangguk cepat. Gadis itu tersenyum lebar pada Raka. "Benar, Pak. Pak Raka boleh panggil saya Della."Raka termanggu. Saat terakhir bertemu Della, hubungan mereka tidak baik. Bahkan yang terburuk, Della melihatnya bercumbu dengan gadis lain di toilet.Kemudian mereka hilang kontak sama sekali. Dan Raka memutuskan untuk pergi ke Bali. Saat pulang, mereka bertemu kembali namun saat ini Della sudah berubah.Gadis yang ada di hadapannya ini, sangat berbeda dengan Della satu tahun yang lalu. Penampilannya masih sama. Wajahnya pun sama. Tapi Raka meresa dia seperti bukan Della. Raka bahkan tidak mengenali Della yang sekarang.
"Sejak kapan Della tinggal di rumah, Pa?"Haria mengernyit mendengar pertanyaan Raka. Pria tua itu bingung karena pertanyaan aneh Raka. Tumben sekali, pikirnya. Biasanya Raka tidak pernah memikirkan orang lain. Apalagi dia adalah Della, adik dari wanita yang dia cintai.Kenyataan bahwa kini Verona telah menikah dengan Romeo sangat membuat Raka terluka sampai dia kabur ke Bali selama satu tahun. Haria pikir dia tidak ingin berhubungan lagi dengan sesuatu yang menyangkut Verona. Apalagi ini adalah adiknya."Apa?" kata Haria ragu.Raka mendesah kecil. "Sejak kapan Della tinggal di rumah kita?" ulangnya menahan jengkel. Dia sudah sangat penasaran. Tapi papanya tak kunjung memberikan jawaban."Kenapa kamu tanya itu?" kata Haria."Kenapa emangnya? Nggak boleh aku nanya gitu?"Haria terkikik mendengar nada suara ketus putra bungsunya. Dia yakin saat ini wajah Rak
Della melangkah cepat ke dalam sebuah club. Gadis itu mengabaikan tatapan bingung bercampur heran orang-orang yang sedang berada disana. Iyalah, jelas saja mereka terheran. Tidak pernah ada seorang gadis berpakaian piyama masuk ke dalam sebuah club malam bukan?Gadis itu berjalan mengikuti seorang pria bertubuh besar yang berjalan di depannya. Dialah yang tadi menghubungi Della. "Mas Raka ada di dalam," ujarnya.Della mengangguk pelan. Setelah mengucapkan terima kasih, gadis itu pun bergegas masuk ke sebuah ruangan VVIP dimana Raka berada."Pak Raka...." ujarnya syok melihat Raka terkapar di sofa dengan serpihan botol minuman dimana-mana.Della segera mendekatinya. Ditepuk-tepuknya wajah Raka. Namun pria itu hanya bergumam pelan. Raka mabuk berat. Dia bahkan tidak bisa membuka matanya. "Pak Raka bangun! Pak! Ini saya Della, Pak.""Dia mabuk berat, Mbak.""Apa dia minum banyak sekali?" tanya Della pada pria yang
"Raka?" Kasih terpaku melihat sang putra bungsu berdiri tegap di depannya. Pria itu tersenyum lebar pada Kasih. Lalu mengecup pipi Kasih dengan hangat."Apa kabar, Ma?" sapa Raka.Kasih langsung menyemburkan tangisnya. Wanita itu menubruk dada Raka, memeluknya erat. Kasih terisak di pelukan Raka."Mama kira kamu udah lupa sama Mama, Ka! Kamu nggak pernah ngabarin Mama! Pulang ke Jakarta juga kamu nggak bilang-bilang sama Mama," tangisnya.Raka tersenyum tipis. Diusapnya punggung Kasih dengan lembut. "Sorry, Ma. Raka nggak keinget Mama sama sekali. Soalnya Mama udah tua sih. Beda sama pacar-pacar Raka yang seksi."Kasih sontak menghentikan tangisnya. Dan melepaskan pelukan Raka. Ekspresinya yang tadi sendu mendadak berubah kesal. Dicubitnya perut Raka secara brutal. Sehingga putra bungsunya itu kesakitan."Ampun, Ma! Ampun!""Anak durhaka kamu! Mama dibandingin sama pacar kamu yang lusinan itu?