Share

Bab 3 : Awal Bencana

"Lo sakit, Dell?" 

Della menggeleng. Gadis itu menerima segelas jus jeruk yang diberikan Ardan padanya. "Thanks," ucapnya. 

"Lo gapapa kan? Muka lo pucet banget tau!" 

"Gue gapapa, Dan." 

Ardan memandangi wajah Della yang terlihat sayu, pucat dan muram. Pria itu jelas khawatir karena Della tidak pernah seperti ini sebelumnya. 

"Lo ada masalah ya?" tanya Ardan hati-hati. 

Della mendesah lemah. "Gue baik-baik aja, Dan."

"Kalo lo mau, lo bisa cerita sama gue, Dell."

Della mengerutkan keningnya. Menatap Ardan dengan tatapan tak percayanya. "Lo bercanda?" 

Kini giliran Ardan yang mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"

"Elo? Seorang Ardan Tanuwijaya, sejak kapan mau dengerin cerita orang?"

Tawa Ardan pun langsung menyembur keluar dengan kencang. "Astaga! Lo itu ya Dell! Negatif mulu pikirannya sama gue!" 

"Emang gitu!" balas Della jutek. 

Ardan menaikkan sebelah alisnya lalu meminum soft drink miliknya. "Oke... oke. Gue emang ngga serius kok," ucapnya enteng. 

"Tuh, kan...!" 

Ardan kembali tertawa. Pria itu menepuk-nepuk kepala Della seperti seorang ayah kepada putri kecilnya. Dan itu membuat Della tidak suka. Gadis itu menepis kuat tangan Ardan seraya memanyunkan bibirnya.

"Jauh-jauh lo dari gue!" serunya.

"Nggak ah! Gue maunya deket elo kok!" 

Della menggeram tak suka. Gadis itu mengabaikan tawa renyah sahabatnya itu. Della sudah terbiasa dengan tingkah ajaib pemuda itu. Dan dia sudah tidak terlalu menggubris tiap ucapan Ardan. 

Mata Della fokus pada layar ponsel di tangannya. Dia sedang sibuk mengecek semua akun sosial media miliknya saat Ardan tak henti mengganggunya. 

Pria itu sengaja menyandarkan kepalanya di bahu Della sembari terus mengajaknya mengobrol. Della tidak menjawab sedikitpun ucapan Ardan.

"Dell, lo kan belum follback gue di IG! Follback dong!" 

"Males."

"Yah... kok gitu sih? Ayo dong, Dell jangan pelit! Gue udah susah-susah follow, lo masa ngga mau kasih follback sih?"

Della tersenyum sinis. "Ga ada yang nyuruh lo follow gue kan?" 

Ardan berdecak. "Della, harusnya itu lo bersyukur cowok paling diinginkan nomer satu di kampus ini nge-follow elo! Hargain kek!" 

Della tertawa renyah. "Astaga! Seorang Ardan yang sangat terkenal berharap Follback dari Della?"

"Halah! Kelamaan deh!" Ardan merebut ponsel Della dari tangan gadis itu. Lalu membuka aplikasi i*******m di ponsel Della.

Della memekik kaget. Dia berusaha merebut kembali ponselnya dari tangan Ardan. Tapi pemuda itu begitu lihai mempermainkannya. 

Ardan membuat Della kewalahan merebut ponsel miliknya sendiri. Della memukul-mukul bahu Ardan. Sedangkan pria itu tertawa kesenangan karena berhasil membuat Della kesal. 

"Della!" Sebuah suara berat, yang hampir menyerupai geraman, terdengar di belakang mereka. 

Sontak Ardan melepaskan tangannya dari pipi Della. Dia kaget saat melihat seorang pria berpakaian rapi yang terlihat kesal berdiri di belakang mereka. 

Della mengerutkan dahi melihat sosok pria itu. "Kak Raka?"

Raka menatapnya tajam. Matanya berkilat emosi. "Ikut aku!" serunya.

"Ap-apa?" Della ternganga dengan bodohnya. Dan membuat Raka berdecak. 

"Ikut aku, Dell!" 

"Kemana?" 

"Udahlah ikut aja!" bentak Raka kencang.

Della sontak mengkerut takut. Dia tidak menghiraukan tatapan bingung Ardan. Gadis itu buru-buru mengambil tas dan ponselnya lalu berjalan mengekori Raka menuju ke tempat parkir. 

***

Della meremas jemarinya dengan gugup saat Raka menatapnya intens. Gadis itu menunduk karena takut dengan tatapan tajam Raka. Astaga! Sepertinya pria itu sedang kesal.

Dia bahkan bisa merasakan aura kemarahan Raka mengelilinginya. Belum lagi tatapan penuh intimidasi pria itu. Lutut Della sedikit gemetar. Dia tidak pernah melihat Raka marah. 

Selama dia setahunya Raka adalah sosok yang baik dan ramah. Sangat berbeda dengan sekarang. Raka seolah ingin menelan orang hidup-hidup.

"Aku telfon kamu puluhan kali. Tapi nggak satupun yang kamu angkat! Sms juga nggak dibales. Kemana aja sih kamu?" 

Della langsung mengkerut mendengar nada suara dingin dari Raka. Gadis itu memundurkan badannya sedikit.

"Maaf, Kak. Hape aku satunya hilang. Ini aku sekarang pake hapenya Kak Ve." Della menunjukkan ponsel berwarna putih yang dia bawa ke hadapan Raka. 

"Kenapa bisa hilang?" 

Della mengendikkan bahunya. "Aku lupa naruhnya, Kak. Aku udah coba cari kemana-mana nggak ketemu."

"Ceroboh!" desis Raka. 

"Kamu bikin orang kuatir aja tau nggak!" 

Della mengerucutkan bibirnya. "Kuatir kenapa coba? Kan aku nggak kenapa-napa?" balasnya.

Raka melotot pada Della. "Gimana nggak kuatir? Kamu itu kemarin dianter pulang nggak mau! Ngeyel mau pulang sendiri! Giliran dibilang kalo udah sampe rumah SMS! Tapi nggak ada kabar sampe malem! Gimana orang nggak kuatir?" jelas Raka panjang lebar. 

Della membuang muka. Dia memang sengaja tidak menjawab telepon dan pesan dari Raka. Dia masih sakit hati karena ucapan Raka saat di cafe kemarin.

Dia bahkan meletakkan ponselnya ke sembarang tempat. Dan akhirnya tadi pagi dia kesulitan mencari ponselnya. Karena itu dia meminjam ponsel Verona untuk pegangan. Dia bisa stress kalau tidak memegang hape barang sebentar saja. 

"Kak Raka minta nomer kamu yang baru!" 

Della mendongak dan mendapati wajah muram Raka. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya, menatap Raka bingung. 

"Buat apa?" 

"Ya buat telfon kamu lah, Dell! Nanti kalo kamu nggak ada kabar lagi gimana?" seru Raka.

Della mengernyit tak suka. "Emangnya penting buat Kak Raka tau kabarku?"

Raka mendelik tajam pada Della. Dan gadis itu malah memalingkan wajahnya. 

"Kak Raka nggak perlu repot-repot kuatirin aku. Kak Ve aja nggak segitunya kok sama aku."

Della tidak tau bagaimana ekspresi Raka saat ini. Karena dia tidak bisa melihat wajahnya. Yang dia tau, Raka hanya diam. Tidak bersuara sedikitpun.

"Kita nggak ada hubungan apa-apa, Kak. Jadi Kak Raka nggak perlu kuatirin aku."

Della menoleh saat Raka pergi begitu saja dari hadapannya. Tanpa mengatakan sepatah katapun padanya. Gadis itu memandangi punggung tegap Raka yang berlalu masuk ke dalam mobilnya. 

***

"Rom..." Raka menepuk bahu Romeo, membuat pria itu menoleh padanya. 

"Duduk!" suruh Romeo, "mau minum lo?" 

Raka tidak menjawab. Namun tangannya bergerak menyahut gelas milik Romeo. Meminum isinya hingga tandas. Romeo mendengus. Tapi pria itu tidak berkata apa-apa. 

"Gue nggak punya waktu banyak. Jadi gue cuma mau bilang kalo gue suka Verona," ujar Raka. 

"Yang lo suka itu calon istri gue," balas Romeo. 

Raka tertawa sumbang. "Calon istri? Nggak salah?" ledeknya.

"Nggak. Nggak salah. Verona emang calon istri gue. Gue udah ngenalin dia ke Mama sama Papa. Dan mereka setuju," balas Romeo mantap.

Raka terdiam mendengarnya. Orang tuanya setuju jika Romeo akan menikahi Verona? Itu mustahil. Verona hanya gadis biasa. Bukan tipe calon menantu idaman mamanya. Apalagi Raka tau, jika mamanya masih menginginkan Aisha yang menjadi istri Romeo nanti. 

Raka mendengus. "Lo bohong kan, Rom? Nggak mungkin-"

"Lo boleh tanya sama Mama dan Papa kalo nggak percaya. Jadi gue mohon, berhenti ngejar Verona. Hapus semua rasa suka buat Verona dari hati lo. Karena dia akan jadi istri gue," ujar Romeo menekankan. 

Raka menatap Romeo tajam. "Lo egois, Rom. Selalu egois dari dulu. Nggak pernah berubah. Lo selalu semau lo sendiri. Tapi nggak ada yang melarang. Karena lo anak kesayangan Mama dan Papa. Lo bisa berbuat apapun. Termasuk kabur dari rumah waktu menolak nikahin Aisha. Sedangkan gue?" 

Pria itu tertawa miris. "Gue nggak bisa kayak lo. Gue juga bukan anak kesayangan Mama dan Papa. Nggak ada yang berpihak sama gue. Bahkan cewek-cewek yang gue suka, malah suka sama lo. Ini nggak adil, Rom. Lo terlalu egois dan mau milikin semua sendiri."

Romeo diam, menatap Raka penuh perhatian. Memang benar semua yang dikatakan Raka. Orang tuanya sangat menyayanginya. Romeo bisa berbuat semaunya. Dia bisa kabur dari rumah tanpa dicari. Sedangkan Raka? 

Pernah suatu ketika, Raka kabur karena menolak kuliah di London. Raka ngotot ingin menekuni hobi fotografinya. Tapi papanya malah murka. Pria itu menugaskan beberapa pengawal untuk menyeretnya pulang.

Romeo menatap Raka penuh rasa bersalah. Raka memang diperlakukan berbeda dengannya. Dia diistimewakan, tapi Raka tidak. 

"Dulu gue harus ngelepasin Aisha karena dia jatuh cinta sama lo. Terus sekarang gue harus ngelepasin Verona juga?"

Raka tertawa miris. "Ayolah Rom, lo nggak bisa apa ngalah sekali aja sama gue?" 

Romeo menggeleng pelan. Dia mungkin bisa mengalah untuk hal lain. Tetapi tidak jika menyangkut cinta. Dia mencintai Verona dan tidak mau melepaskannya untuk Raka. 

"Sorry, Ka. Gue nggak bisa. Gue cinta sama Verona," ucap Romeo.

"Shit!" geram Raka. Pria itu bangkit dari duduknya. Berjalan meninggalkannya, keluar dari area cafe. 

***

Raka melempar botol minuman ke arah kaca apartemennya. Membuat kaca itu remuk dalam sekejab. Raka berteriak histeris. Pria itu mengobrak-abrik semua benda yang ada di dekatnya. 

Dia sangat marah. Dia begitu kecewa pada orang tuanya. Karena begitu mudahnya mereka merestui hubungan Romeo dan Verona. Mereka sama sekali tidak memikirkan ada Raka yang terluka disini. 

Selalu begitu. Sejak dulu, yang dipedulikan Kasih dan Haria hanya Romeo seorang. Bagi mereka putra mereka hanya Romeo. Sedangkan dirinya, tidak pernah tampak di hadapan mereka.

Tidak ada yang memikirkan dirinya. Raka hanya sendiri sejak dulu. Dia selalu kalah dari Romeo. Dulu saat dia menyukai Aisha, Raka harus rela mengubur perasaannya dalam-dalam karena tau Aisha akan dijodohkan dengan Romeo. 

Dan saat ini Raka harus merelakan gadis yang dicintainya untuk Romeo? Lagi?

Raka mendengus kasar. Matanya berkilat penuh amarah. Tidak untuk kali ini. Dia tidak akan membiarkan Romeo menang. Dia harus bisa merebut Verona dari kakaknya.

Dengan emosi menggebu-gebu, Raka meneguk botol terakhir minumannya. Lalu keluar apartemennya dengan terburu-buru.

***

"Kak Raka?" 

Raka diam menatap seorang gadis yang membukakan pintu untuknya. "Verona?" gumamnya. 

"Kak Raka nyari Kak Ve? Dia belum pulang. Katanya lembur dan mau pulang nanti jam sepuluh."

Gadis itu tersentak kaget saat pergelangan tanganya dicengkeram kuat oleh Raka. Dia merintih kesakitan. "Kak Raka lepas! Sakit, Kak!" serunya. 

Tapi Raka tidak memperdulikannya. Dia menarik gadis itu keluar dari rumah. Meski gadis itu memberontak. Namun tenaga Raka begitu kuat. 

"Kak Raka! Ini Della, Kak." Gadis itu berusaha melepas cengkeraman Raka. 

"Ikut!" bentak Raka. 

Della menutup hidungnya saat mencium bau alkohol dari mulut Raka. Gadis itupun ketakutan. "Kak lepas!" 

Raka tidak memperdulikannya. Pria itu menarik kasar Della keluar dari halaman rumahnya. Dia mendorong Della untuk masuk ke mobilnya. 

***

"Kak Raka, sakit. Lepas!" rintih Della saat Raka mencengkeram lengannya dan menyeretnya memasuki gedung apartemen.

Della memekik kaget begitu Raka mendorongnya masuk ke apartemennya. Dia langsung ketakutan ketika melihat Raka mengunci pintu apartemen dan membuang kuncinya ke sembarang tempat. 

Raka melangkah mendekatinya. Della langsung mundur ke belakang. Tubuhnya gemetaran. Gadis itu benar-benar takut. Dia merasakan hal buruk akan terjadi padanya malam ini. 

"Kak Raka mau apa?" lirihnya.

Raka menatapnya lekat. Pria itu mengangkat tangannya dan membelai wajah Della dengan lembut. "Tinggalkan Romeo!" ujarnya. 

"A-apa?" 

"Tinggalkan Romeo! Lupakan dia! Jadilah milikku," ucap pria itu lalu maju mendekati Della dan merengkuh pinggangnya. 

Della hanya diam mematung saat Raka mendekatkan wajahnya. Tubuh gadis itu terasa kaku. Della merasakan sengatan listrik ketika Raka menciumnya dengan begitu lembut.

Bersambung.... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status