Ivory bergegas membereskan barang-barangnya, karena ia tak lagi berniat untuk berjualan di tempat yang sama. Ia masih sempat mendengar geraman dan teriakan bosnya sebelum ia pergi dari kantor dan ia pastikan tak akan kembali ke tempat itu lagi.
Ia takut kalau pria itu nantinya akan mencari dan memintanya kembali bekerja.Ya ... itu hanya pikiran Ivory yang mungkin saja tidak akan pernah terjadi. Pria sombong seperti Max tak akan pernah membutuhkan orang sepertinya, bukan?Kalau pun Max mencari dan meminta sesuatu dari Ivory, maka Ivory akan pastikan tak akan pernah memberikan kesempatan seujung kuku pun untuk pria itu. Ia tak ingin terluka untuk ke sekian kalinya.Baru saja Ivory hendak pergi, ponselnya berdering begitu nyaring hingga ia bergegas untuk menjawab panggilan itu sebelum suara telepon genggamnya itu terdengar hingga ke luar rumah. Jangan sampai siapa pun mengetahui keberadaannya.“Ivy, di mana kau?” tanya si penelepon di seberang.Ivory tahu siapa yang menghubunginya, tentu saja Jane. Gadis itu tidak akan bisa jika Ivory sebentar saja tidak ada di hadapannya.“A-aku ... Jane, jangan cari aku untuk beberapa waktu ke depan. Aku harus sedikit menjernihkan pikiran,” ucap Ivory.“Apa? Kau mau ke mana? Tidak! Kau tidak boleh ke mana pun. Kau tahu? Aku punya kabar baik, kau harus kembali ke kantor!”Ivory tak berani menebak-nebak apa sebenarnya yang tengah terjadi, tetapi sekali lagi, bahkan berkali-kali Jane memaksanya untuk kembali ke kantor.“Ayolah, Ivy, please ... ini mengenai si bos apakah kau tidak ingin tahu apa yang terjadi? Oh, salah! Bukan itu yang seharusnya kukatakan. Jadi begini, aku ingin tahu apa yang telah kau lakukan pada pria itu, Ivy. Karena ia seperti orang yang terkena mantra cinta.”“Apa? Apa maksudmu?” tanya Ivory, tak mengerti.Sejak kapan si sombong dan angkuh itu jatuh cinta, bahkan Jane mengatakannya dengan jelas kalau Max seperti sedang terkena mantra cinta. Atas dasar apa gadis itu berkata demikian? Apakah telah terjadi sesuatu pada pria itu?“Jane, kumohon, kita lanjutkan lagi nanti, oke? Aku harus pergi!”Tanpa permisi, Ivory mengakhiri perbincangan mereka melalui telepon dan kemudian ia bergegas melanjutkan apa tang telah ia rencanakan.Perasaannya tak enak, seolah akan terjadi sesuatu terhadapnya. Ia tak boleh lengah dan berhenti di tempat yang sepi, dan tentu saja itu artinya ia harus berhati-hati.Ivory mempercepat langkahnya. Ia merasa seseorang tengah mengikutinya kini. Ia tak yakin apakah itu hanya perasaannya, atau memang benar bahwa seseorang kini tengah menguntitnya.Gadis itu berusaha semampunya untuk menghindar, bahkan ia kini mulai berlari agar bisa menjauh dari pandangan penguntit dan ia bisa bebas.Sayangnya, realita sering kali tak seindah khayalan dan harapan. Itulah yang terjadi pada Ivory yang tak menyadari bahwa sosok yang mengikutinya itu tengah menerjang dan membuat gadis itu tergolek di bawah kungkungannya.“Mau lari ke mana kau, Ivy? Kau telah berani menipuku, Nona berambut perak. Jadi kau harus terima akibatnya,” ucap makhluk setengah manusia dan setengah serigala itu, menyeringai.“Tidak, tunggu! Bagaimana bisa kau menyebutku penipu, huh?! Aku sudah lakukan apa yang kau minta, bukan? Lalu, apa lagi ini?”“Kau masih berani bertanya ‘apa lagi’? Kau lihat aku! Sejak tadi aku tidak bisa kembali menjadi wujud asliku, ini pasti karena ulahmu! Karena aku tidur denganmu, kutukan ini jadi semakin menjadi! Kau pembawa sial, Ivy!” geram makhluk itu dengan suara bass yang menyeramkan.Ivory bergidik kala mendengar tudingan bahwa dirinya pembawa sial. Sejak tadi, bulu kuduknya tak juga berhenti meremang.Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Max, bahwa Ivory adalah pembawa sial. Buktinya, keluarganya kini tak lagi mau mengakuinya. Ia dibuang dan terlunta seorang diri. Tak ada seorang pun yang bersedia menolong saat dirinya terpuruk.Bahkan beberapa orang menghinanya sama seperti yang ditudingkan oleh Max—kalimat kejam yang diucapkan penuh kebencian.Dan saat ini, Max masih berusaha untuk mencengkeram batang tenggorok Ivory dengan kedua tangannya yang tiap-tiap jemarinya ditumbuhi kuku yang panjang dan tajam—mengimpit tubuh gadis itu pada bagian titian jembatan yang terbuat dari besi, terasa dingin di permukaan kulit Ivory.Di bawah sana, terdapat lautan yang kedalamannya tak bisa terhitung kedalamannya. Dan lagi, berapa derajat suhunya saat ini? Ivory mungkin akan membeku jika tercebur dan tenggelam di dasarnya.Apakah ini akan menjadi hari terakhirnya? Apakah Max akan benar-benar membunuhnya? Bagaimana jika iya? Meski sejak lama Ivory hidup seorang diri, tetap saja, ia tak ingin mati konyol di tangan makhluk buas itu.Ivory jadi menyesali keputusannya untuk melewati jalan sepi ini. Seharusnya ia masuk ke kawasan kumuh dengan rumah rapat, agar bisa mengetuk salah satu pintu dan bersembunyi di sana.Kini, dirinya sudah berada di sini, dengan Max yang terus menatapnya nyalang dengan hasrat untuk melenyapkannya, berbeda dengan Max yang dilihat Ivory kemarin malam—tidak dengan tujuan untuk menghabisi nyawa Ivory melainkan untuk bertukar peluh dengannya.Gadis itu bahkan nyaris jatuh cinta pada Max karena mengira pria ini memiliki karakter yang luar biasa.“Tuan, kumohon lepaskan aku! Ekh!” Ivory berusaha menghitung mundur, seolah ia pasrah degan malaikat maut yang tampaknya sudah berdiri di ambang pintu rumahnya.Baru kali ini ia melihat tatapan bengis dari seseorang, setelah sekian lama tidak terlalu banyak bergaul dengan siapa pun yang tidak ia inginkan. Dan mulanya ia merasa nyaman berada di dekat Max. Namun, tentu saja, itu ketika Max bukan sosok angkuh yang ternyata adalah bosnya.Kini, berada dalam persimpangan antara hidup dan mati, ia tak bisa berbuat apa pun. Ivory pasrah, tak peduli apa pun yang hendak dilakukan oleh Max, meski ia harus meregang nyawa saat ini juga, Ivory tak akan lagi melawan.Selama ini ia tak memiliki siapa pun, maka biarlah ... biar saja jika ia harus mati.Tubuh Ivory melemah, seluruh sarafnya juga mengendur. Cengkeraman yang semual begitu kuat juga kini terasa nyaris terlepas, hingga Ivory menangkap tatapan penyesalan, terlebih Max yang semula berwujud makhluk buas itu kini kembali dengan bentuknya sebagai pria rupawan yang sempat menawan hati Ivory untuk semalam.“Ivy ... apakah aku—“Ivory tak memberi kesempatan Max untuk bicara. Ia tak ingin mendengar apa pun. Ia melepaskan diri dari Max dan menjatuhkan serta menceburkan diri ke lautan di bawah jembatan tempat Max mengeksekusinya.“IVY! Apa yang kau lakukan? IVY! Di mana kau?!”Max terus memanggil gadis itu seperti orang kerasukan. Ia bahkan sudah berniat untuk ikut melompat ke bawah sana, tetapi beberapa orang mengira dirinya hendak mengakhiri hidup dan lalu menghalanginya.Lantas, bagaimana dengan Ivory di bawah sana? Ia mungkin sudah tak bernyawa, tenggelam di dasar lautan itu, dan tak akan pernah ada yang menemukannya.Beberapa tahun kemudian ... “Apakah kau percaya itu, Max? Kau lihatlah putra-putri kita. Mereka kini berusia delapan belas tahun dan—oh! Apakah kau dulu juga mengalami ini? Usia berapa kau berubah menjadi dewasa?” tanya Ivory saat sadar bahwa si kembar, Isaac dan Mackenzie telah berubah menjadi berusia delapan belas tahun di usia mereka yang kelima. Max tertawa mendengar komentar polos Ivory. Ia lantas meraih wanita itu dalam dekapannya dan mengecup bibirnya sekilas. “Di usia tiga tahun aku berubah menjadi delapan belas tahun dan menjalani pelatihan dari kakek Jeremiah untuk menerima jabatan darinya sebagai seorang alpha Alsenic pack. Apakah kau tidak mengalami itu?” “Apakah aku kelihatan seperti manusia ajaib seperti kalian?” tanya Ivory yang dijawab gelak tawa oleh Max. “Baiklah, artinya usia kita terpaut sangat jauh. Kau seharusnya lebih tua dibanding diriku. Benar begitu, kan?” Ivory mengangguk, kemudian menoleh lagi pada Isaac dan Mackenzie yang telah menghabiskan sarapan mere
Seth tersungkur tanpa daya di atas tanah, pandangan mata sayunya pandangi langit malam di mana bulan purnama tengah benderang menyinari dunia. Seth bisa mendengar lolongan serigala yang memuja Amethyst. Sebagai tanda syukur kemenangan mereka. Hawa panas menggelegak. Keheningan mencekam ini, Seth mati rasa, tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. ‘Dad. Katakan padaku. Kalau aku adalah seorang putra dan keturunanmu yang baik.’ Wajah sang ayah yang tersenyum manis berkelebatan di benak Seth saat mendiang menyerunya penuh kasih sayang. Seth masih ingat kenangan itu dengan jelas. Linea berlarian menerjang kubangan-kubangan api yang meratakan tanah, sembari menahan rasa sakit di perutnya yang terasa sangat mengejang, demi apa pun. Melihat Seth menghadapi kematian, membuatnya Linea terseok-seok. Dia menyambar tubuh Seth yang tidak berdaya; merenggang nyawa. “Seth, astaga. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Bagaimana dengan anak-anakku. Dia membutuhkanmu. Jangan pergi, Seth. Kau harus melihat
TAANG!!! Anak panahnya meleset ke arah lain ketika Seth mematahkannya dengan sambaran petir. Terlepas dari tepat sasaran atau tidaknya, Ronan tak peduli. “Lihat aku di sini, Rogue tolol!” ejek Ronan tersenyum miring, dia sengaja benar memancing emosi Seth yang mudah sekali tersulut. “Dasar bodoh! Siapa pun tidak ada yang dapat mengalahkan aku!” amuk Seth terus luncurkan semua serangannya secara brutal. “Kau, Omega tidak berguna! Jangan halangi aku!” DUARR!!! Ronan berlari menghindar ketika serangkaian ledakan api meletus hebat di belakangnya. Melompat dengan langkah kaki panjang, bergerak gesit, cekatan serta lincah. Bermanuver—tak sulit menghindari serangan Seth yang lambat-laun mulai melambat. “Ada apa denganmu? Mengapa kau lamban sekali? Kau bahkan tidak bisa menggoresku sedikit saja!” Ronan terpingkal geli. Sekali lagi, dia melesatkan dua pasang anak panah. “DIAM KAU! Percuma! Serangan panahmu ini tidak akan bisa melumpuhkan aku!” DUARR!!! Ronan melompat tinggi di atas ud
Markus tanpa pikir panjang kembali, menyelamatkan karibnya. Dia menerobos semua ledakan-ledakan petir yang meletus di kanan-kirinya, berlari cepat demi menyelamatkan Alegria yang kepayahan akibat pendarahan. Markus bergegas menyambar Alegria yang terkapar, melompat cepat—menghindari sambaran petir lainnya yang tiada hentinya berdatangan.“Mengapa kau kembali? Bagaimana dengan pasukanmu?” tanya Alegria lemah dan merasa bersalah. Dia diserang oleh gelombang batuk darah.“Masih tanya juga! Tentu saja menyelamatkanmu! Mustahil, meninggalkanmu mati di sana! Pasukanku yang tersisa mereka berhasil ke tempat aman. Rogue itu memang keparat! Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sihir mengerikan seperti ini!?”Markus, Alegria, Marion, William dan semua pasukan yang tersisa berhasil mencapai zona perimeter aman yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka. Menjauhi medan pertempuran yang mustahil mereka hadapi. Mereka mengubah diri ke wujud manusia.
“Menyerahlah saja kau, Seth! Tidak ada jalan keluar atau lari! Sebelum kami semua benar-benar membunuhmu!” kecam Mirielle bersungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kau sudah terkepung! Kau harus membayar seluruh kejahatanmu di hadapan Dewi Amethyst!”BZZT!“Kau pikir siapa dirimu?! Karena kau Elder pilihan yang menjembatani Dewi Bulan, kau pikir bisa berbuat segalanya?”Mirielle mencibir setengah meradang. “Tidakkah kau pikirkan semua korban yang telah kau hancurkan hidupnya? Pack yang tidak bersalah atau berdosa! Tidakkah kau memikirkan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka? Aku tak paham mengapa kau memilih jalan beracun seperti ini?!”CLASSH!BLARR!“Tidak usah sok memahamiku, Mirielle! Aku tak peduli apa pun! Selama tujuanku tercapai, dendam kematian leluhurku terbalaskan, dan semua kelompok Pack yang kalian agung-agungkan itu hancur selamanya! Justru aku senang menghancurkan kalian semua hingga tidak ada yang ter
Mirielle merintih putus asa. “Max! Jawab aku! Mom! Dad! Ronan, please! Anybody hear me?!”“Elle?! Kau di mana?! Kau baik-baik saja?! Bertahanlah, Elle! Aku bersama pasukan The Cardinal, anggota Pack dan keluarga! Sebentar lagi, sampai! Kau tidak terluka ‘kan? Kami semua cemas sebab tak mendengar kabar apa pun darimu.” Max menjawab dari mind-link. “Katakan kalau kau bersama Lyra sekarang?”Helaan napas lega terdengar dari hidung bangir Mirielle. “Aku tidak bersama Lyra, Max. Aku gagal mendapatkannya. Ini semua karena kekuatan sihirku yang belum pulih sepenuhnya! Seth dan Linea memiliki mantra dinding sihir kuat. Padahal, aku nyaris berhasil. Aku mengacau! Aku baik-baik saja! Max, ada situasi genting! Sebelum kau menyaksikannya secara langsung. Aku ingin kau dengarkan ucapanku dulu.”“Tunggu sebentar, Elle! Aku mengendus bau Ivy dekat sini?! Apa itu jeritan istriku?! SEDANG APA DIA? MENGAPA IVY BISA BERSAMA DENGAN SETH?!!”Sensasi berdenyut