Share

4. Terkutuk

Author: Kennie Re
last update Last Updated: 2023-07-18 00:13:33

“Apa kau menguntitku?” tuding Max, yang membuat Ivory mencebik.

“Apa? Aku? Menguntitmu? Apa untungnya, Tuan? Kau sudah memberikan apa yang kau janjikan, bagiku sudah lebih dari cukup!”

“Ya, siapa tahu kau ingin menuntut tanggung jawabku karena telah merenggut keperawananmu. Wanita jaman sekarang sering kali tidak masuk akal.” Max menggerutu, kemudian kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

“Kalau kau sudah selesai, kau bisa kembali ke tempatmu!” titahnya, dingin.

Ivory memandangi Max sejenak. Lelaki itu begitu angkuh dan tak berperasaan, padahal beberapa jam lalu, ia bersikap lembut padanya dan tidak menunjukkan sikap arogansinya.

Ivory tak ingin banyak bicara. Ia segera menyelesaikan pekerjaannya lalu angkat kaki dari ruangan bosnya itu.

Gadis itu mengembalikan perlengkapan kembali ke tempat semula sembari menggerutu. Ia sangat menyesali kebodohannya telah membantu lelaki angkuh itu untuk lepas dari kutukan dan merelakan keperawanannya.

“Andai saja aku bisa berpikir jernih tadi malam. Aku tidak harus menghadapi masalah seperti sekarang,” gumamnya penuh sesal. “Apa yang membuatku setuju untuk membantu orang sombong seperti laki-laki itu?”

Ivory terus saja merutuki nasib sialnya yang harus berurusan dengan Max. Meski ia telah menerima uang dari lelaki itu, tetapi pada akhirnya ia merasa seperti diperlakukan secara tidak pantas.

Apakah karena Ivory hanya seorang petugas kebersihan hingga Max boleh bicara dengan angkuh?

Benar kata Jane, bos mereka itu memang sedikit berbeda dibanding lelaki kebanyakan.

“Hey, kau!”

Ivory nyaris terlompat saat mendengar suara bariton berat itu memanggilnya, lagi-lagi tanpa tata krama. Ivory berbalik badan dan menemukan Max yang berdiri di ambang pintu ruang janitor sembari bersedekap.

“Buatkan aku kopi. Aku tidak suka manis, tetapi tambahkan sedikit krimer di dalamnya, lalu bawakan ke ruanganku. Sekarang!”

Lelaki itu langsung berbalik, dan pergi tanpa mengucap terima kasih pada gadis itu.

Ivory tanpa sadar mengumpat. Wajahnya mengetat dan memerah. Namun, ini adalah pekerjaannya, maka harus ia lakukan dengan baik, semenyebalkan apa pun bosnya.

Ivory berjalan hati-hati dengan nampan berisi secangkir kopi di tangannya. Ia tidak memasukkan krimer langsung ke dalam kopi melainkan meletakkannya dalam sebuah wadah kecil, dengan secawan gula balok yang bisa Max gunakan kalau ia merasa minumannya kurang manis.

Ivory masuk ke ruangan itu setelah Max mempersilakannya untuk masuk.

“Ini kopi yang Anda pesan, Tuan.”

Ivory meletakkan nampan cangkir dan lainnya ke atas meja, kemudian mengambil sesuatu dari balik pakaiannya. Ia sodorkan tepat di hadapan Max.

“Sekalian aku ingin mengembalikan ini.” Ivory melangkah mundur setelah amplop berwarna coklat itu berada di hadapan Max.

“Apa ini?” tanya lelaki itu, kemudian mengintip isinya dan alisnya berkerut saat tahu bahwa amplop tersebut adalah uang yang Max berikan sebagai tanda terima kasih atas malam yang indah dan pelayanan yang luar biasa.

Tidak, tentu saja!

Itu adalah ucapan terima kasih karena menurut Max, kutukan yang ada padanya telah menghilang dengan beberapa bukti yang sudah ia tunjukkan pada Ivory pagi tadi.

“Mengapa kau mengembalikan ini? Kau sombong sekali, padahal aku tahu kau sangat membutuhkannya,” ucap Max, menautkan kedua jari-jemarinya di atas meja dan memusatkan atensi penuh pada Ivory.

Gadis itu—yang sejak awal tadi merasa terhina atas sikap Max. Lelaki itu bahkan menuduh Ivory menguntit demi meminta pertanggung jawaban darinya.

Ivory cukup tahu diri dan bukanlah perempuan yang akan memanfaatkan kondisi.

Ivory mengedikkan bahu.

“Well, kurasa aku tidak membutuhkan uangmu. Rasanya terlalu murahan jika aku menukar keperawananku dengan sejumlah uang,” ucapnya.

Max nyaris menghinanya lagi, tetapi Ivory dengan cepat memutar tubuhnya dan berniat keluar dari ruangan itu.

“Katakan apa maumu? Mengapa kau mengembalikan apa yang seharusnya menjadi hakmu?” tanya Max dengan volume dan intonasi yang cukup tinggi. “Bukankah ini yang sudah kujanjikan sebagai tanda terima kasih?”

Ivory mengurungkan niat keluar dari ruangan itu. Ia yakin, masih banyak yang ingin dikatakan oleh Max untuknya.

“Apa jangan-jangan, benar dugaanku. Kau ingin menuntut tanggung jawab dariku karena telah menggaulimu. Iya, kan?” tuding lelaki itu yang membuat Ivory naik pitam.

Gadis itu berbalik dan melayangkan satu tamparan keras ke rahang Max kemudian menatap wajah tampan lelaki itu dengan tatapan tajam.

“Aku mengembalikan uang itu bukan karena menginginkan tanggung jawab, Tuan—siapa pun namamu! Asal kau tahu, dan kurasa kau sudah tahu kalau aku memang masih perawan, tetapi bukan berarti hidupku tidak berarti. Aku tidak memberikan kesenangan pada sembarang lelaki. Apalagi yang angkuh dan suka menghina sepertimu.”

“Lalu apa maumu kali ini?”

Ivory terdiam, berusaha menenangkan gejolak dalam batinnya yang sangat marah dan membenci Max dan bersumpah tak ingin bertemu lelaki itu lagi.

“Aku tidak ingin ada keterikatan antara kita. Dan kau harus tahu kalau kau tidak bisa membayarku untuk apa pun itu. Permisi.”

Ivory tak mau peduli lagi apa pun yang terjadi pada Max. Bisa saja kutukan itu hanya alasan agar ia bisa menidurinya, dan mengetahui kenyataan itu membuat Ivory merasa sesak.

Baru kali ini ia bertemu dengan lelaki manipulatif seperti Max. Ia tak menyangka kalau apa yang dibayangkannya tentang pria itu justru berbeda jauh dari kenyataan.

Memang, mulanya Ivory sempat berpikir bahwa Max adalah lelaki yang baik. Itu sebabnya ia percaya dan memberikan keperawanannya pada lelaki itu. Namun, setelah mengetahui tingkah laku dan ucapan Max yang menyakiti perasaannya, Ivory tak ingin lagi berurusan dengan lelaki itu.

Ia kembali ke ruangannya hanya untuk mengambil barang-barang miliknya dan pergi dari tempat itu. Ia tak menyadari, Jane menghalangi langkahnya lagi. Kali ini, bukan untuk memberitahukan tugasnya membersihkan ruangan bos, melainkan untuk mengatakan bahwa telah terjadi sesuatu pada Max.

“Ivy, hey! Apa yang kau lakukan di ruangan tuan Reynz barusan? Apakah kau membuat kesalahan?” tanya Jane dengan wajah memucat.

Alis Ivory berkerut, tanda bahwa ia tak mengerti apa pun yang ingin disampaikan oleh Jane padanya. Ia bahkan tak menyentuh lelaki itu sama sekali, dan tak peduli apa pun yang sedang menimpanya saat ini.

“Apa maksudmu? Aku melakukan tepat seperti yang kau perintahkan. Jika ia bertingkah aneh, seperti yang kau bilang, karena ia memang aneh.”

Jane berdecak kesal melihat sikap tak acuh Ivory. Ia kemudian menarik lengan sahabatnya itu menuju ke ruangan Max.

“Ayo, kemarilah! Kau dengarkan sendiri, ia seperti menggeram. Apakah ia sedang marah?” tanya Jane. “Celaka! Setelah ini adalah jadwalku untuk membereskan ruangannya. Kalau dia bertingkah seperti itu, aku takut kalau—“

Ivory mendesah, kemudian memutar tubuh untuk pergi. Memang apa urusannya dengan kelakuan Max yang aneh?

“Ivy, tunggu! Mengapa kau tidak mengatakan sesuatu? Apa yang terjadi? Apakah kau tahu sesuatu mengenai tuan Reynz? Apakah kau melakukan sesuatu yang membuatnya marah?”

Gadis yang ditanya sejak tadi hanya bungkam dan kini ia menjawab dengan mengedikkan bahu. Tampak jelas telah terjadi sesuatu pada Ivory dan si bos yang tiba-tiba bertingkah aneh di dalam sana.

“Mungkin ia sedang bercinta dan itu suara erangnya saat mencapai puncak kenikmatan. Katamu ia bos yang mesum dan hobi membawa wanita, bukan? Siapa tahu ia sekarang sedang melakukannya.” Ivory menjawab dengan malas. “Baiklah, aku pulang dulu. Good luck untuk kerjamu hari ini, Jane. Kalau dia sedang birahi, sebaiknya kau jangan mendekat. Aku serius.”

Ivory pergi menjauh, sementara di dalam ruangan, Max masih dengan apa yang dilakukan olehnya sejak tadi. Seperti yang didengar Jane, tetapi tak benar apa yang dikatakan Ivory.

Max todak sedang bercinta, tetapi mengapa tubuhnya kembali berubah menjadi wujud mengerikan itu.

Max terus menggeram, antara marah, kesal, dan benci terhadap kondisinya sendiri. Ia tak tahu lagi, apakah ini karena sikapnya terhadap Ivory, ataukah karena bukan Ivory gadis berambut perak yang dimaksud oleh Ange.

Atau bisa juga gadis itulah yang dimaksud, dan sikap Max membuat Ivory kesal lantas menjadikannya kembali terkutuk dan harus merasakan kondisi yang sama lagi.

“Arrgh!!! IVORY!!!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mr. Wolfy and His Siren Mate (INDONESIA)   ENDING (EXTRA PART)

    Beberapa tahun kemudian ... “Apakah kau percaya itu, Max? Kau lihatlah putra-putri kita. Mereka kini berusia delapan belas tahun dan—oh! Apakah kau dulu juga mengalami ini? Usia berapa kau berubah menjadi dewasa?” tanya Ivory saat sadar bahwa si kembar, Isaac dan Mackenzie telah berubah menjadi berusia delapan belas tahun di usia mereka yang kelima. Max tertawa mendengar komentar polos Ivory. Ia lantas meraih wanita itu dalam dekapannya dan mengecup bibirnya sekilas. “Di usia tiga tahun aku berubah menjadi delapan belas tahun dan menjalani pelatihan dari kakek Jeremiah untuk menerima jabatan darinya sebagai seorang alpha Alsenic pack. Apakah kau tidak mengalami itu?” “Apakah aku kelihatan seperti manusia ajaib seperti kalian?” tanya Ivory yang dijawab gelak tawa oleh Max. “Baiklah, artinya usia kita terpaut sangat jauh. Kau seharusnya lebih tua dibanding diriku. Benar begitu, kan?” Ivory mengangguk, kemudian menoleh lagi pada Isaac dan Mackenzie yang telah menghabiskan sarapan mere

  • Mr. Wolfy and His Siren Mate (INDONESIA)   130.

    Seth tersungkur tanpa daya di atas tanah, pandangan mata sayunya pandangi langit malam di mana bulan purnama tengah benderang menyinari dunia. Seth bisa mendengar lolongan serigala yang memuja Amethyst. Sebagai tanda syukur kemenangan mereka. Hawa panas menggelegak. Keheningan mencekam ini, Seth mati rasa, tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. ‘Dad. Katakan padaku. Kalau aku adalah seorang putra dan keturunanmu yang baik.’ Wajah sang ayah yang tersenyum manis berkelebatan di benak Seth saat mendiang menyerunya penuh kasih sayang. Seth masih ingat kenangan itu dengan jelas. Linea berlarian menerjang kubangan-kubangan api yang meratakan tanah, sembari menahan rasa sakit di perutnya yang terasa sangat mengejang, demi apa pun. Melihat Seth menghadapi kematian, membuatnya Linea terseok-seok. Dia menyambar tubuh Seth yang tidak berdaya; merenggang nyawa. “Seth, astaga. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Bagaimana dengan anak-anakku. Dia membutuhkanmu. Jangan pergi, Seth. Kau harus melihat

  • Mr. Wolfy and His Siren Mate (INDONESIA)   129.

    TAANG!!! Anak panahnya meleset ke arah lain ketika Seth mematahkannya dengan sambaran petir. Terlepas dari tepat sasaran atau tidaknya, Ronan tak peduli. “Lihat aku di sini, Rogue tolol!” ejek Ronan tersenyum miring, dia sengaja benar memancing emosi Seth yang mudah sekali tersulut. “Dasar bodoh! Siapa pun tidak ada yang dapat mengalahkan aku!” amuk Seth terus luncurkan semua serangannya secara brutal. “Kau, Omega tidak berguna! Jangan halangi aku!” DUARR!!! Ronan berlari menghindar ketika serangkaian ledakan api meletus hebat di belakangnya. Melompat dengan langkah kaki panjang, bergerak gesit, cekatan serta lincah. Bermanuver—tak sulit menghindari serangan Seth yang lambat-laun mulai melambat. “Ada apa denganmu? Mengapa kau lamban sekali? Kau bahkan tidak bisa menggoresku sedikit saja!” Ronan terpingkal geli. Sekali lagi, dia melesatkan dua pasang anak panah. “DIAM KAU! Percuma! Serangan panahmu ini tidak akan bisa melumpuhkan aku!” DUARR!!! Ronan melompat tinggi di atas ud

  • Mr. Wolfy and His Siren Mate (INDONESIA)   128.

    Markus tanpa pikir panjang kembali, menyelamatkan karibnya. Dia menerobos semua ledakan-ledakan petir yang meletus di kanan-kirinya, berlari cepat demi menyelamatkan Alegria yang kepayahan akibat pendarahan. Markus bergegas menyambar Alegria yang terkapar, melompat cepat—menghindari sambaran petir lainnya yang tiada hentinya berdatangan.“Mengapa kau kembali? Bagaimana dengan pasukanmu?” tanya Alegria lemah dan merasa bersalah. Dia diserang oleh gelombang batuk darah.“Masih tanya juga! Tentu saja menyelamatkanmu! Mustahil, meninggalkanmu mati di sana! Pasukanku yang tersisa mereka berhasil ke tempat aman. Rogue itu memang keparat! Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sihir mengerikan seperti ini!?”Markus, Alegria, Marion, William dan semua pasukan yang tersisa berhasil mencapai zona perimeter aman yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka. Menjauhi medan pertempuran yang mustahil mereka hadapi. Mereka mengubah diri ke wujud manusia.

  • Mr. Wolfy and His Siren Mate (INDONESIA)   127.

    “Menyerahlah saja kau, Seth! Tidak ada jalan keluar atau lari! Sebelum kami semua benar-benar membunuhmu!” kecam Mirielle bersungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kau sudah terkepung! Kau harus membayar seluruh kejahatanmu di hadapan Dewi Amethyst!”BZZT!“Kau pikir siapa dirimu?! Karena kau Elder pilihan yang menjembatani Dewi Bulan, kau pikir bisa berbuat segalanya?”Mirielle mencibir setengah meradang. “Tidakkah kau pikirkan semua korban yang telah kau hancurkan hidupnya? Pack yang tidak bersalah atau berdosa! Tidakkah kau memikirkan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka? Aku tak paham mengapa kau memilih jalan beracun seperti ini?!”CLASSH!BLARR!“Tidak usah sok memahamiku, Mirielle! Aku tak peduli apa pun! Selama tujuanku tercapai, dendam kematian leluhurku terbalaskan, dan semua kelompok Pack yang kalian agung-agungkan itu hancur selamanya! Justru aku senang menghancurkan kalian semua hingga tidak ada yang ter

  • Mr. Wolfy and His Siren Mate (INDONESIA)   126.

    Mirielle merintih putus asa. “Max! Jawab aku! Mom! Dad! Ronan, please! Anybody hear me?!”“Elle?! Kau di mana?! Kau baik-baik saja?! Bertahanlah, Elle! Aku bersama pasukan The Cardinal, anggota Pack dan keluarga! Sebentar lagi, sampai! Kau tidak terluka ‘kan? Kami semua cemas sebab tak mendengar kabar apa pun darimu.” Max menjawab dari mind-link. “Katakan kalau kau bersama Lyra sekarang?”Helaan napas lega terdengar dari hidung bangir Mirielle. “Aku tidak bersama Lyra, Max. Aku gagal mendapatkannya. Ini semua karena kekuatan sihirku yang belum pulih sepenuhnya! Seth dan Linea memiliki mantra dinding sihir kuat. Padahal, aku nyaris berhasil. Aku mengacau! Aku baik-baik saja! Max, ada situasi genting! Sebelum kau menyaksikannya secara langsung. Aku ingin kau dengarkan ucapanku dulu.”“Tunggu sebentar, Elle! Aku mengendus bau Ivy dekat sini?! Apa itu jeritan istriku?! SEDANG APA DIA? MENGAPA IVY BISA BERSAMA DENGAN SETH?!!”Sensasi berdenyut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status