Setelah kata-kata ancaman keluar dari mulut Raka, gadis ini sontak saja mengurungkan niatnya. Rania tak tahan diperlakukan seperti itu oleh sang Direktur. Hampir saja ia menyerah, namun tak mungkin jika harus angkat tangan dalam waktu yang singkat.
Apalagi Rania telah membuat perjanjian dengan Raka.
“Aku tak punya pilihan, selain mengikuti perintahnya sekarang. Toh, ini hanya sementara.” Gadis ini menenangkan diri.
“Ngapain melamun, hah?Aku tak punya waktu untuk tinggal lama-lama disini. Kita pergi sekarang!” Raka terburu-buru.
“Ta...,” ucapan Rania terputus.
“Kenapa?Apa kamu kurang senang dengan perintahku?” bicaranya datar.
Rania menarik nafas. Jika membantah dan membela diri pun, tak lantas akan membuat pemikiran sang Direktur berubah.
“Dia kan pria berhati es, sangat dingin dan menyebalkan!” Rania membatin.
Sang Direktur mengganti pakaian rumah sakit.
“Dimana bajuku?Cepat bawakan kesini sekarang!” pria yang melemah kini terlihat segar kembali.
Tanpa membantah, gadis ini langsung mengambil jas sang Direktur yang tersimpan di dalam tas. Rania berlari kecil sambil memberikan baju Raka.
“Ini bajunya, Tuan Raka.” Dengan tatapan yang sulit dimengerti.
Raka mengambil baju dari tangan Rania dengan agak sedikit kasar.
Gadis ini masih berdiri disitu dengan tatapan canggung. Ia tak tahu, apakah harus pergi atau meninggalkan ruangan itu?Rania khawatir akan kena marah jika harus bertindak duluan.
“Apa yang harus ku lakukan di dalam ruangan ini?Berdiri seperti patung sambil menunggu perintah si Arogan?Aku terlihat bukan seperti pegawai, melainkan tak lebih dari seorang kacung. Mami, tolong lihatlah putrimu,” batinnya lirih.
Masih asyik dengan khayalan, tiba-tiba sang Direktur menepuk pundaknya.
“Ngapain berdiri disitu?Mau lihat aku ganti baju. Ayo keluar sana!” perintah Raka dengan tatapan datar.
Rania langsung saja keluar dari ruangan itu. Betapa malunya wajah gadis itu,ia seperti dipermalukan oleh Raka.
“Benar-benar keterlaluan. Ia membuatku terlihat seperti gadis yang tak punya malu dan suka melihat tubuh pria telanjang. Direktur itu benar-benar menyebalkan!” keluh Rania. Wajah yang biasanya terlihat polos, kini berubah seketika.
Kalau saja tak memiliki tujuan,Rania ogah mau kerja di tempat itu. Apalagi sang Direktur mempunyai perangai buruk yang membuatnya tak nyaman.
Beberapa menit kemudian, Raka keluar dari ruangan itu. Ia baru saja selesai mengganti baju. Wajah tampan Raka tak berkurang sedikitpun, walau sudah beberapa jam dalam rumah sakit. Sang Direktur malah terlihat segar-bugar, seperti tak terjadi apa-apa.
“Apa anda sudah selasai, Tuan?” Rania dengan nada rendah.
Pria dingin itu tak menjawab pertanyaan dari Rania, ia berlalu begitu saja dengan cueknya.
“Dasar pria es balok,” Rania membatin.
Gadis itu menyusul sang Direktur yang sudah terlanjur berjalan lebih dulu. Langkah kaki Raka yang panjang, membuat Rania harus berlari kecil agar dapat menyamakan langkahnya.
“Ayo cepat jalan!Kalau lambat, aku tinggalin kamu disini!” nada datarnya tak berubah.
“Maaf, Tuan Raka.” Mulut Rania komat-kamit tak jelas. Gadis ini terlihat banyak mengutuk sang Direktur sejak tadi.
Raka tertawa menyeringai. Ia merasa telah melakukan banyak hal yang membuat Rania menderita dan kesal.
“Aku yang menyetir sekarang. Kamu akan membuatku celaka nanti. Diam dan jangan bicara lagi!” nada ketus sang Direktur.
Seperti yang dikatakan Raka, akhirnya ia diam dan tak bicara selama perjalanan. Sesekali Raka melirik wajah gadis itu di kaca spion secara diam-diam.
Rania terlihat sangat lelah, waktu telah menunjukan pukul enam sore dan seharusnya ia sudah berada di rumahnya sekarang. Apa yang harus dikatakan pada Ayah dan Ibunya, jika dirinya terlambat pulang.
Gadis itu berfikir keras untuk mencari alasan yang tepat mengelabui orang tuanya. Rania tak ingin melihat wajah khawatir menyelimuti mereka, terutama Aulia, sang Mama tercinta.
“Apa yang harus ku katakan pada Mami sama Papi?Mereka pasti khawatir karena aku pulang malam,” batinnya merintih. Gadis ini memegang otaknya, sebagai tanda bahwa ia benar-benar lagi pusing.
Ternyata sang Direktur meliriknya diam-diam sejak tadi. Raka berusaha cuek, namun ia tak bisa. Akhirnya, suara yang telah ia simpan sejak tadi, kini Raka keluarkan.
“Hmm..., kamu kenapa?Aku melihatmu termenung sejak tadi. Apa kamu sudah menyerah dan mengakhiri perjanjian kita?Jika dugaanku benar, aku akan memikirkan kembali tentang perjanjian itu. Tapi ada syaratnya!” tertawa menyeringai. Raka masih saja mempermainkan perasaan gadis yang tak berdosa ini. Sepasang matanya membulat, menunggu jawaban pasti dari Rania.
“Apa syaratnya?” ketus Rania.
“Judes bangat jadi cewek, yang lembut dikit ngomongnya,” Raka menggoda.
Rania yang sejak tadi merenung, kini kembali normal seperti biasa. Ia tak percaya dengan apa yang barusan di dengarnya. Raka yang terkenal arogan dan pemarah itu, bisa-bisanya memilih kata yang membuat gadis ini geli.
“Apa pria ini berkepribadian ganda?Dia menyuruhku bersikap lembut, sementara dia...!” tatapan Rania sulit diartikan.
“Mengapa matamu tiba-tiba melotot seperti itu?Bukankah kebiasaan orang-orang kelas bawah adalah merayu anak orang kaya?” Raka tersenyum puas.
Pria ini tak tahu jika wanita yang di belakang adalah gadis kaya-raya, yang mempunyai perusahaan terbesar kedua se-Asia. Jika tahu dari awal, maka ia seharusnya malu pada Rania.
Tatapan tak percaya kini menyelimuti wajah gadis itu.
“Apa?Merayu?Apa wajahku terlihat seperti wanita yang suka menjual harga dirinya hanya demi uang?Benar-benar otak yang dangkal!Mentang-mentang kaya, tak seharusnya ia merendahkan orang lain seperti itu.” Perasaan Rania benar-benar terasa buruk. Kata-kata Raka seakan membuatnya kehilangan akal.
Padahal sikap Raka sudah agak lebih baik pada Rania sebelum ia jatuh pingsan dan dibawa ke rumah sakit tadi. Entah kenapa, ia menjadi seperti itu lagi?
Rupanya sang Direktur telah mengingat kembali kejadian tadi, sejak masih di rumah sakit. Raka sengaja tak membahas perihal itu pada Rania. Ia takut, jika kelemahan yang selama bertahun-tahun disembunyikan bisa ketahuan oleh orang lain.
Rupanya sang Direktur kesal dengan kejadian yang di alaminya. Gara-gara tingkah Rania, ia kembali mengingat kejadian yang sudah terjadi beberapa tahun silam. Gadis itu seakan membuka luka lama sang Direktur.
Tiba-tiba saja, Raka menurunkan Rania di depan stasiun. Ia menyuruh gadis itu turun dari mobil.
“Ayo keluar dari mobilku sekarang!” Raka dengan nada tinggi.
Rania melihat keadaan stasiun di sekitarnya tampak terlihat sunyi. Tak lagi ada kendaraan yang melintasi jalan tersebut. Walaupun dalam keadaan khawatir, Rania tetap saja keluar dari mobil Raka. Gadis ini memilih untuk keluar dari pada harus melihat wajah marah sang Direktur yang sangat menakutkan.
“Cepat turun, sekarang!Dasar pembuat masalah!” pria ini masih menatap dingin. Tersirat tatapan kebencian menyelimuti wajah Raka. Sesuatu hal yang seharusnya sudah ia lupakan, kini seakan membayang lagi. Masa-masa kelam yang hampir membuatnya gila,kini hadir kembali dalam benaknya.
Seharusnya, ia tak harus membenci gadis yang tak berdosa itu, entah kenapa kejadian beberapa tahun silam membuatnya sangat trauma. Selama kejadian itu, Raka tak pernah lagi menyetir sendiri. Ia selalu ditemani oleh asisten pribadinya, Bara.
Setelah keluar dari mobil mewah Raka, kini Rania berjalan ke arah stasiun. Gadis ini duduk dan menatap penuh rasa khawatir di sekelilingnya.
Gadis ini takut, jika ada perampok di area stasiun itu. Apalagi sekarang, lagi marak-maraknya penjahat dimana-mana.
“Dasar pria tak punya hati!Aku menolongnya dan ia memperlakukanku seperti ini. Aku telfon pak Denis dulu,” Rania mengambil handphone.
Gadis ini menelfon supir pribadi keluarga untuk menjemputnya.
“Halo, Pak. Tolong jemput Rania sekarang. Nanti aku shareloc dimana tempatku sekarang,” Rania langsung mengakhiri percakapan.
Kemudian Rania mengirimkan lokasi tempat dirinya berada.
“Mudah-mudahan, Pak Denis segera sampai dengan cepat!Aku takut berada lama-lama disini.” Wajahnya memucat.
Rania menunggu supir untuk menjemputnya. Gadis ini berfikir jika Raka telah pergi dari situ, namun kenyataannya pria menyebalkan itu masih merasa khawatir untuk meninggalkan Rania sendiri di tempat sepi itu.
“Apa sebaiknya aku balik menjemputnya?Disitu benar-benar terlihat sunyi dan tak ada kendaraan lalu lalang lagi. Jika terjadi sesuatu hal padanya, maka itu akan terasa lebih buruk lagi,” Raka memutar balik mobil ke arah jalan menuju tempat Rania.
Rupanya gadis itu masih duduk terpaku menunggu kedatangan sang Supir. Tak lama kemudian, suara klakson mobil menghampirinya.
Pip,pip,pip.
Supir Rania telah tiba.
“Syukurlah, Pak Denis telah datang,” perasaan lega tersirat di wajahnya.
“Maaf Non, bapak telat. Non Rania udah lama nunggunya, ya?” tanya Pak Denis.
“Nggak juga, Pak. Ayo kita pulang sekarang. Mami pasti udah khawatir sama Rania,” ucapnya lirih.
“Mengapa wajah Nona terlihat sedih dan murung?Apa terjadi sesuatu pada Non Rania?Bapak heran, mengapa Non Rania bisa tinggal di stasiun yang sepi itu?” tanya lelaki paruh baya ini.
Rania tersenyum datar. Wajahnya terlihat sangat kesal karena memikirkan kejadian yang di alaminya sehari ini. Apalagi mengingat sang Direktur yang punya perangai buruk, membuat gadis ini tak bisa berkata apa-apa. Kekesalannya pada Raka, membuat mata Rania berkaca-kaca. Ingin sekali menangis, namun airmatanya masih sanggup ia bendung.
Rupanya Raka melihat pemandangan asing di jarak yang agak sedikit jauh. Ia merasa bingung dan bertanya-tanya.
“Apa yang sebenarnya terjadi?Mengapa Rania di jemput om-om yang memakai mobil mewah edisi terbatas?Apa jangan-jangan...?Ah sudahlah, itu bukan urusanku,” Raka membatin. Pria ini berfikir aneh-aneh tentang Rania. Ia menduga jika Rania adalah simpanan om-om.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Penasaran?!
Baca terus kisahnya hanya di GOOD N***L.
Karyanya oke-oke loh!
Si Pria Arogan ini langsung saja masuk ke dalam kantor dengan wajah penuh dengan amarah. Bagaimana mungkin Galih bisa membela gadis asing itu tepat di hadapannya?Itu sangat melukai harga diri Raka.“Galih sudah berani melawanku!Ini semua gara-gara gadis itu!Dia memang pembawa malapetaka bagi kami!Jangan berharap bisa keluar dari sini sesuka hati!Dia harus membayar semua yang terjadi hari ini!” Raka mengepalkan kedua tangan dengan penuh amarah.Sementara Rania masih berada di rumah sakit bersama galih.“Terima kasih karena sudah membawaku kesini!” Galih dengan tatapan tulus.“Pak Galih tak perlu minta maaf. Semua terjadi karena aku. Jadi,aku harus merawat Pak Galih hingga sembuh.” Sahut Rania terdengar tulus.“Aku sangat terharu mendengarnya!Kau benar-benar gadis yang dapat di andalkan.” Galih dengan nada pujian.“Pak Galih masih saja bercanda dalam keadaan seperti ini. Aku benar-ben
Rania sampai di kantor terlebih dahulu. Ia seakan menghindari untuk bertemu dengan sang Direktur. “Ini benar-benar menyebalkan!Mengapa dia harus ke rumahku?Apa pria itu ingin mengadukanku pada Mami?Ini tak bisa dibiarkan!” ketus Rania. Sementara Raka belum tahu jika Rania adalah putri tunggal dari Tuan Marcel dan Nyonya Aulia. “Ya Tuhan,apa yang harus kulakukan?Mengapa juga harus bertemu si Pria Arogan ini?Sangat menyebalkan!Bagaimana aku bisa menghindarinya?Dia selalu berkeliaran dimana-mana.” Ketus Rania lagi. Gadis ini pun berjalan dengan wajah yang penuh kecemasan. Rania tak sadar jika Galih memperhatikannya sejak tadi. Pria ini menyapa perlahan. “Hei. Mau kemana?” Galih menyapa ramah. Rania pun terlihat kaget. Bagaimana tidak?Gadis ini sedang menghayal. Tiba-tiba Galih muncul di hadapannya. “Tu—tuan!Apa yang kau lakukan disini?” tanya Rania dengan wajah panik. Galih pun tersenyum karena mendengar pertanyaan gadis i
Marcel dan Aulia merasa kaget akan kejujuran Raka. Namun,tak dipungkiri jika Aulia kagum tatkala mendengar keberanian Raka yang sangat jujur akan perasaannya. “Apa kau tak bercanda,Nak?” tanya Aulia. “Aku serius. Aku harap kalian jangan marah padaku setelah mendengar ini!” sahut Raka. “Hahaha....Anak muda yang sangat pemberani!Mengapa kami harus marah padamu?Hal itu biasa dirasakan oleh muda-mudi seperti kalian. Jadi,tak perlu merasa canggung. Jika kau menyukai Rania. Maka,kejarlah sampai kau mendapatkannya!Kami sudah memberi restu dan mendukungmu penuh!Apalagi kau adalah anak dari sahabat kami. Akan lebih bagus jika kau sendiri yang menginginkannya.” Tukas Marcel memberi restunya. “Iya. Om Marcel benar,Nak. Kami menginginkan agar kau sendiri yang mendapatkan hatinya!Tante hanya mengingatkan saja. Sebelumnya,Rania tak pernah pacaran atau memiliki kekasih. Jadi,dia masih agak sulit untuk menerima semua ini. Tante harap,kau bisa merubah semua sikap kera
Tak terasa mereka telah sampai di depan rumah Rania. “Apakah ini rumahmu?” tanya Raka. “Iya. Ini rumahku. Terima kasih telah mengantarku pulang.” Sahut Rania tersenyum ringan. “Apakah kau tak menyuruhku masuk terlebih dahulu?” Raka terdengar berharap. “Tak perlu. Ibumu pasti sudah cemas menunggumu di rumah. Kau seharusnya kembali lebih awal.” Rania mencari alasan. “Hahahaha. Ada apa denganmu,Nona Rania?Aku bukanlah anak kecil. Jadi,tak perlu mencemaskan hal itu. Ayo kita masuk ke dalam rumah!” sahut Raka nampak sumringah. “A—apa maksdumu?Mami pasti tak berada di rumah sekarang!Pergilah pulang!” Rania menatap cemas. “Kau nampak cemas?Apa yang terjadi denganmu?” tanya Raka penasaran. “Ti—tidak. Maksudku,tak terjadi apa-apa padaku. Kau tak perlu cemas. Aku bisa masuk sendiri. Ayo pergilah!” Rania semakin tak jelas. Raka semakin terlihat penasaran akan sikap gadis itu. “Mengapa dia menolakku masuk ke dalam r
Mereka berdua menikmati keindahan puncak hingga sore hari. Langit tampak cerah dan mulai menguning. Rania terlihat sangat senang menikmati keindahan puncak di sore hari. Gadis ini bahkan tak sadar akan tingkahnya yang terlihat kekanakkan. Rania lupa jika ada Raka di dekatnya. “Disini sangat nyaman!Aku menyukai tempat ini!Terima kasih sudah membawaku kesini!” Rania terdengar tulus. Raka hanya tersenyum dan memandangi kebahagiaan gadis yang sedang berputar-putar mengelilingi pohon yang berada di dekat situ. Tanpa sadar,pria arogan ini telah jatuh hati pada kepolosan Rania. “Apa anda sering kesini?” tanya Rania tersenyum ramah. “Iya. Di akhir pekan aku menghabiskan waktu mampir kesini. Aku suka akan tempat ini!Jiwaku tentram dan hatiku damai tanpa memikirkan aktivitasku yang menumpuk di kantor.” Jelas Raka apa adanya. “Oh,begitu. Aktivitas di kantor memang sangat membosankan!Kita perlu menyegarkan fikiran dengan mengunjungi tempat-tempat seperti
Rania terpaksa harus menunjukan wajah pada Raka. Semua orang telah mendesaknya. Tentu hal itu membuat Raka kaget. “Dia cantik sekali!Aku tak menyangka jika wajahnya seperti ini!” batin Raka memuji tanpa mengenali. Bagaimana tidak. Wajah Rania sangat berbeda jauh dari biasanya. Tentu saja Raka tak mengenalinya dengan baik. “Dia terlihat sangat berbeda jauh dari Rania si Gadis pembuat masalah itu!Jelas saja, Rania ini terlihat lebih cantik dan menggoda!” batin Raka tak hentinya memuji. Pria ini sampai lupa makan karena terpesona akan kecantikan Rania. Sementara Rania masih terlihat cemas dengan apa yang akan difikirkan oleh Raka. “Apa dia mengenaliku?Aku akan tamat hari ini!Ya Tuhan,tolong selamatkan aku!” keluhnya dalam hati. Melihat dua anak muda yang saling menatap membuat Denisa segera bertindak. Uhuk...,uhuk...,uhuk.... “Ayo dimakan!” tukas Denisa nampak sumringah. “Mengapa kalian termenung?Apa terjadi sesuat
Buk Aulia,Pak Marcel, dan juga keluarga Pak Hendra semakin merasa heran dengan sikap Rania. “Ada apa sayang?Kenapa wajahmu ditutupi seperti itu?” tukas Aulia bertambah heran. “Iya. Mami kamu benar. Nggak sopan kayak gitu,Nak. Ayo salaman!” ucap Marcel. Tanpa bicara,ia langsung saja menyalami pria yang ada di hadapannya dengan wajah yang masih tertutup. “Maafkan atas tingkah putri kami!Dia memang agak kekanakkan. Ini juga kali pertama aku mendandaninya.” Tukas Aulia dengan nada polosnya. “Aduh,Putrimu benar-benar sangat menggemaskan!Tak perlu minta maaf. Kadang kala,anak-anak selalu seperti itu. Kita sebagai orang tua harus lebih bijak lagi menghadapi mereka.” Jawab Denisa tersenyum ramah. “Iya,Pak Marcel. Tak perlu sungkan seperti itu. Wajar saja dia bertingkah seperti itu karena ini pertama kalinya dia merias diri.” Hendra menambahkan lagi. Ucapan Denisa dan Hendra membuat Aulia merasa lega. “Syukurlah kalau semuanya b
Hari ini Rania libur. Gadis ini bangun agak kesiangan. Dia masih saja berdiam diri di kamar. Sementara Ibu dan Ayahnya pun tak pergi ke kantor. Mereka baru selesai lari pagi.“Rania kita dimana,Pi?” tanya Aulia.“Rania masih di kamarnya,Mi. Biarkan saja dia istirahat di akhir pekan ini. Akhir-akhir ini dia jarang istirahat di rumah.” Jawab Marcel sembari mengambil segelas air putih.“Iya juga sih. Berikan Mami juga air putihnya. Tenggorokan Mami rasanya kering,” tukas Aulia meminta segelas air untuk melepas dahaga.Marcel pun segera memberikan air putih pada Aulia.“Ini,Mi. Mami minum banyak-banyak. Papi mau mandi dulu. Udah bau keringat.” Pungkas Marcel tersenyum ringan.“Ya udah,Pi. Jangan kelamaan mandinya,ya. Mami juga mau mandi. Rasanya gerah habis jogging!” seru Aulia.Aulia pun langsung ke kamar Rania sambil menunggu Marcel selesai mandi.Tok,tok,tok.&ld
Si Cowok Arogan tak ingin terlihat lemah di hadapan Rania.“Gadis itu benar-benar pandai bicara. Dia mempunyai semua jawaban atas setiap pertanyaanku. Bagaimana aku bisa membungkam gadis cerewet itu,ya?” tukas Raka sambil memikirkan cara.Tiba-tiba Galih datang dan menepuk pundak Raka.“Hei,Kak. Lagi ngapain sih?Aku selalu melihatmu menghayal akhir-akhir ini. Kakak kenapa sih?” tanya Galih menatap bingung.“Kamu ngagetin aja. Siapa bilang Kakak melamun. Kamu asal bicara aja. Lagian,kamu ngapain kesini?” pungkas Raka.“Kakak itu selalu nggak mau jujur. Tetap saja mengelak. Aku jadi heran!Aku kesini mau minta tanda tangan,Kak.” Jawab Galih menatap heran.“Sini berikan berkasnya. Kakak tanda tangan sekarang. Setelah itu, kau jangan muncul lagi ke ruangan Kakak. Mengerti!” Raka dengan nada peringatan.“Iya,Kak. Bawel deh. Galak amat sama adik sendiri,” jawab Galih ter