Share

Raka pingsan

Gadis itu sangat nekat,”batinnya lirih.” Detak jantung Raka, kini tak beraturan. Kacau-balau kini menghantui fikirannya. Imajinasinya,melayang kemana-mana.

“Apa wanita ini sengaja ingin mencelakaiku?” semakin terlihat wajahnya yang pucat. 

Raka seakan memiliki trauma yang sulit untuk dilupakan. Tatapannya semakin memudar. Pandangannya kini samar-samar terhadap gadis yang sedang menyupir, ia tak lain adalah Rania. 

Gadis ini masih tetap dengan dramanya. Ia belum sadar akan penampakan pria yang duduk di belakang. Wajah direktur kian memucat. ”Tolong hentikan permainanmu!” ucapnya lirih. Nada suara yang biasa tinggi kini mulai merendah. 

“Ada apa denganmu, Tuan?Bukankah aku sangat pandai mengemudi?” Rania masih tak sadar juga. ”Cepat hentikan mobilnya!Aku...!” ucapannya terputus.

Rania belum mengalihkan pandangannya ke belakang. Ia belum tahu apa yang terjadi pada sang Direktur.

“Aku kenapa, Tuan?Mengapa tak melanjutkan kata-katamu?” Rania dengan perasaan heran. 

Tak ada jawaban sekalipun dari sang Direktur. Suasana kian menjadi hening. Akhirnya Rania menoleh ke belakang. Ia langsung panik seketika karena melihat sang Direktur kini tak berdaya. Tubuh yang kekar kini terlihat melemah. Nada suara yang biasa tinggi, kini tak ada sama sekali. Benar-benar tak berdaya. 

Rania langsung menghentikan mobil. Secepatnya, ia menghampiri pria yang tak berdaya itu. Gadis ini benar-benar melihat pemandangan yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari kondisi pria tampan nan arogan.

“Tuan Raka, bangun!Tuan, kenapa?Apa yang terjadi?” Rania memegang pipi sang Direktur dan berusaha membangunkan. Wajahnya terlihat panik menatap kondisi sang Atasan.

Pandangan Raka semakin tak jelas. Ia menatap Rania samar-samar. Ingin mengatakan sesuatu, namun tubuhnya semakin lemah tak berdaya.

“Tuan Raka, tak perlu  banyak bicara dulu. Aku akan membawamu ke rumah sakit.” Rania bergegas pergi. Fikirannya kacau-balau, namun gadis ini tetap menjaga konsentrasi dalam mengemudi. 

Sang Direktur masih melihat dan merasakan kepanikan gadis itu, sebelum ia benar-benar pingsan.

“Ya Tuhan, tolong selamatkan Tuan Raka!” gadis ini memohon. Dalam keadaan panik, Rania tak hentinya berdoa. 

Walaupun sang Direktur selalu bersikap kasar padanya, namun Rania tak menaruh dendam sedikitpun pada sang Atasan. Tak dipungkiri, terkadang ia sangat kesal dan mengutuk pria arogan itu, namun melihat keadaannya sekarang, Rania benar-benar tak tega.

“Apa Tuan Raka memiliki riwayat penyakit?Padahal tadi, ia terlihat baik-baik saja?” gadis ini melaju dengan kecepatan tinggi. Dia berharap agar cepat sampai di rumah sakit.

“Sabar Tuan Raka, aku akan membawamu ke rumah sakit secepat mungkin!” ucapnya lirih.

Mobil berwarna hitam yang ia kendarai kini melaju. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah sakit.

Kebetulan Rania melihat, ada sebuah rumah sakit terdekat. Ia langsung saja membawa sang Direktur di tempat itu. 

“Syukurlah!Ada rumah sakit dekat sini. Direktur tenang saja, aku akan membawamu secepatnya!” Rania terlihat lega. Gadis ini membuka pintu mobil dan mencari pertolongan.

Ia masuk ke dalam rumah sakit dan memanggil petugas disitu untuk membantu mengangkat Raka.

“Tolong aku,Dokter!Ada pasien yang pingsan di dalam mobil.” Rania mencari bantuan dengan tergesa-gesa.

“Tenangkan dirimu, Nona!Dimana pasiennya?” tanya Dokter.

“Ada di luar, Dok. Tolong bantu dan selamatkan temanku!” Rania bergegas keluar dan menunjukkan pada Dokter.

Akhirnya Rania mendapat pertolongan dari rumah sakit itu. Raka yang tak sadarkan diri, kini dibawa masuk ke dalam ruang UGD. 

Rania tak memikirkan hal lain, selain keselamatan direktur. Dengan sabar, Rania menjaga Raka selama proses pemeriksaan. Gadis itu telah menunggu selama tiga puluh menit. Tak lama kemudian, sang Dokter keluar dari  ruangan dengan niat memberitahukan kondisi direktur.

Gadis ini tak sabar ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi pada pria yang terlihat sehat itu. 

“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Rania.

“Apa kamu keluarga dari pasien?” tanya Dokter.

“Aku rekannya, Dok. Dia atasanku di kantor, jadi bagaimana kondisinya, Dok?” Rania dengan wajah panik.

“Teman anda baik-baik saja. Seeprtinya, ia memiliki trauma berat di masa lampau,” jelas sang Dokter.

“Trauma apa, Dok?Tadinya, ia terlihat baik-baik saja,” jawab Rania.

“Memang benar. Akan tetapi, rasa trauma itu akan muncul kembali, jika kejadiannya terulang lagi,” jelas Dokter.

Rania menhela nafas, ia memikirkan kembali tentang kejadian tadi. 

“Kalau begitu, saya permisi dulu!” ucap Dokter.

“Iya. Terima kasih, Dok.” Wajahnya terlihat lega.

Apa direktur tak bisa naik mobil?”fikir Rania.”

“Ini benar-benar membingungkan!Jika tak bisa naik mobil, bagaimana ia bisa ke kantor?Sepertinya, dugaanku sangat berlebihan!” masih dalam keadaan bertanya-tanya.

Setelah berfikir sejenak, akhirnya Rania masuk ke dalam ruang rawat sang direktur. Dia melihat pria tampan nan arogan masih terbaring di ranjang kecil itu. Tampak wajah tak berdaya yang ia lihat pada sosok kekar itu.

“Dia benar-benar terlihat sangat lemah!Aku merasa iba dengan kondisinya sekarang!” fikir Rania.

“Trauma apa yang di alami oleh direktur pada masa lampau?Ini benar-benar membuatku bingung!” gadis ini masih terlarut dalam kebingungan.

Dia menjaga sang Direktur dengan sabar, sambil memandangi wajah pria yang terbaring lemah itu. ada sedikit perasaan canggung, namun Rania mencoba untuk mengelabui perasaannya. Baginya, hal yang lebih penting adalah keselamatan dari Tuan Raka.

Tak butuh waktu lama, kini Raka telah siuman. Ia membuka mata perlahan dan memandangi setiap sudut ruangan.

“Kita dimana, sekarang?” tanya Raka. Pria itu memegang kepalanya yang masih terasa agak pening.

“Tuan Raka, jangan banyak gerak dulu!Kondisimu belum terlalu stabil.” Rania menjelaskan secara perlahan.

Direktur yang masih terlarut dalam kebingungan, ia mengingat kembali satu-persatu kejadian tadi.

“Bukankah ini rumah sakit?Mengapa aku bisa disini?Seharusnya, aku ada meeting dengan client penting hari ini.” Raka yang masih tak sadar juga.

Sang Direktur berusaha keras mengingat kejadian tadi, sehingga kenapa ia bisa ada di rumah sakit sekarang. Walaupun ingatannya masih agak kurang jelas, namun dia tetap berusaha.

“Iya, Tuan Raka. Sekarang, kita berada di rumah sakit.Tiba-tiba anda pingsan di dalam mobil sejak tadi. Aku bingung menghubungi siapa, jadi terpaksa membawamu ke rumah sakit terdekat. Bagaimana keadaan, Tuan Raka?” gadis itu menjelaskan kejadian sebenarnya.

“Pingsan?Mengapa kamu membawaku ke rumah sakit kecil ini?” keluh Raka. 

Bukan ucapan terima kasih yang di dapatkan Rania, akan tetapi sebuah keluhan yang tak masuk akal. Bisa-bisanya sang Direktur masih memikirkan kemewahan, di banding dengan keselamatan jiwanya. Gadis ini benar-benar kesal, ia sudah bersusah payah membawanya ke rumah sakit, tapi apa yang di dapatkan?Hanya sebuah keluhan tak jelas dari pria arogan ini.

Walaupun demikian, ia mencoba tenang dalam menghadapi situasinya.

“Maafkan saya, Tuan Raka. Hanya rumah sakit ini yang jaraknya dekat dari tempat anda pingsan. Aku lega karena Tuan Raka telah siuman!” jawabnya dengan senyuman dingin.

“Ya sudah, lupakan!Dimana handphone-ku?Aku mau menelfon Bara.” Masih dengan nada cueknya. Jiwa arogannya memang telah melekat sejak dulu.

Pantang sekali, Raka mengucapkan kata maaf dan terima kasih pada orang lain, walaupun kenyataannya, ia telah di tolong. Padahal itu adalah kata sederhana yang semua orang bisa ucapkan, kecuali dirinya. Entah ada hal apa?Kata-kata itu seakan bagai duri yang melekat di lidahnya.

Dengan sabar, Rania mengambil tas dan memberikan telfon genggam sang Direktur.

“Ini handphone anda, Tuan!” sambil memberikan telfon itu pada Raka.

Sang Direktur mengambil telfon itu,tanpa mengucapkan sepatah-kata pun pada Rania.

Dasar pria tak tahu terima kasih,”Cemoh gadis ini.” Perasaan iba, kini berubah jadi benci. Ia menatap garang, wajah sang Direktur. Ingin sekali mengutuk pria yang tak tahu terima kasih itu.

Direktur yang sadar akan hal itu, ia sontak saja merasa heran dengan ekspresi Rania.

“Mengapa dengan wajahmu?Apa kamu punya masalah?” sang direktur seakan mempermainkan Rania.

Rania yang sudah tak tahan lagi dengan sikap Raka, akhirnya gadis ini meluapkan emosinya.

“Benar-benar pria yang menyebalkan!” tatapannya sinis.

“Apa aku punya masalah denganmu?” Raka sengaja membuat masalah.

“Lama-lama, aku jadi saraf. Urus dirimu sendiri, Tuan Raka yang agung!” sambil melangkahkan kaki keluar ruangan.

Belum beberapa meter, sang direktur langsung menghentikan langkahnya.

“Mau kemana?Sekarang, kamu sudah terikat denganku!Apa kamu lupa dengan perjanjian kita yang sudah di tanda tangani olehmu?” Raka dengan nada ancaman.

Mendengar ancaman sang Direktur, Jelas saja membuat langkah kakinya terhenti seketika.

“Mengapa aku begitu bodoh?Mau menanda tangani perjanjian gila itu,” Rania menyalahkan diri.”

Gadis ini menarik nafas dalam, kemudian ia berbalik arah dan kembali ke tempat duduknya tanpa bicara sepatah-kata.

Senyum kemenangan menghiasi wajah Raka. Sepertinya, Rania telah terperangkap dalam kebodohannya sendiri.

Bagaimana kisah selanjutnya?

Penasaran?!

Baca terus kisahnya di GOOD N***L.

Karyanya oke-oke

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status