Share

Bab 7 - Apa Yang Terjadi?

“Mau cerita apa yang terjadi semalam?” Tanpa tedeng aling-aling, Jessi yang baru saja tiba, langsung bertanya pada Cherie yang saat itu sedang numpang tidur siang di kostnya.

Cherie menjawab singkat dengan nada malas. “Dia bajingan,” 

Sementara, Jessi panik bukan main. “Cher, sebenarnya kamu itu diapain?!”

Menit-menit berikutnya pun berisi tentang penjelasan Cherie. Dimulai dari cerita dinner 10 jutanya dengan Ax yang berujung bad trip, serta kronologis tadi malam, tentang apa yang sebenarnya terjadi.

(FLASHBACK ON)

“Percayalah saja padaku, oke?” Ax berkata, seolah memiliki ide cemerlang untuk mengeluarkan mereka dari sini. 

Seperti dihipnotis, Cherie langsung menurut. Sebenarnya, bukan hanya Ax yang muak dengan situasi ini, Cherie juga. Namun, yang Cherie tidak sangka, pada detik berikutnya, Ax malah menciumnya. 

Tidak. Sebenarnya, yang mereka lakukan itu cuma pura-pura. Dibalik tangan Ax yang besar, ciuman itu hanyalah sandiwara. Namun, tetap saja Cherie tidak habis pikir pada isi kepala cowok itu. Bisa-bisanya cara yang ia pikirkan adalah membuat skenario segila ini. Lebih gilanya lagi, ia membiarkan Ax menindih tubuhnya, bergerak liar di atasnya bak pecumbu andal. 

“Maafkan kami teman-teman. Sepertinya kami harus melanjutkannya di lain tempat.”

Saat Ax mengatakan itu, Cherie masih sedang menenangkan degup jantungnya. Apa yang Ax lakukan itu membuatnya kewalahan. Namun, sebelum Cherie sempat mengambil napas, Ax sudah menarik tangannya, menangkap tubuhnya yang lemas, lalu menyeretnya keluar dengan tergesa-gesa.

Sesaat setelah mereka sampai di lobi restoran, laki-laki itu mendorongnya hingga membuat gadis itu hampir terjengkang. Ax menatapnya nyalang, “Berapa yang kamu inginkan, jalang?!”

“Hah?” Cherie tidak mengerti apa yang cowok itu katakan. Satu-satunya yang Cherie mengerti dari kalimat itu cuma kata jalang.

Cowok itu mengeluarkan dompet dari dalam jasnya. “Ya, berapa banyak yang kamu butuhkan untuk menjauh dari saya dan Tata, hah?! Sebut nominalnya!”

“Saya tidak mengerti, Mr. Ax,” Cherie menggeleng, benar-benar tidak mengerti. Menjauh darinya dan Tata yang bagaimana?

“Saya ingin kamu menolak permintaan Tata untuk berkencan dengan saya, berapapun yang dia tawarkan. Tenang saja, saya bersedia bayar kamu sepuluh kali lipat dari harga yang ia sewa,”

Setelah mengerti maksudnya, Cherie pun langsung menganga. Saat itu juga, sisa-sisa rasa hormatnya pada Ax usianya terpaut lebih tua, langsung merosot ke dasar.

“Heh, om bajingan! Saya mungkin perempuan panggilan, tapi jangan samakan saya dengan jalang!” Cherie berteriak. Persetan rasa hormat pada yang lebih tua kalau artinya harga dirinya diinjak-injak.

“Daripada anda membayar saya sepuluh kali lipat, kenapa bukan anda sendiri yang bilang pada pada Tata, kalau anda tidak ingin dijodoh-jodohkan?! Apa anda terlalu pengecut untuk menolak?!” Ucap Cherie dengan nada nyalang.

“Saya cuma butuh memastikan kamu tidak-”

“Pak, perlu anda tahu, saya memang butuh uang, tapi saya tidak butuh uang bapak. Jadi, jangan khawatir. Tanpa dibayar pun, saya akan senang hati menolak. Saya juga nggak senapsu itu untuk berkencan dengan bapak!” Ucap Cherie sebelum berlalu dengan hati yang terluka.

(FLASHBACK OFF)

“Cher, kenapa kamu nggak cerita dari awal kalau dia sebrengsek itu?!” Persis setelah Cherie selesai bercerita, Jessi protes keras.

Cherie mengangkat bahu, “Pertama, karena memang belum sempat. Kedua, karena aku takut kamu bilang ke daddy Tata-mu,”

Jessi mengurut batang hidungnya. Cherie benar. Kalau ia tahu sejak awal, mungkin dia akan memberitahukan pada sugar daddy-nya itu.

“Tapi, soal yang terjadi tadi malam, aku nggak mungkin nggak bilang sama Mas Tata. Dia perlu tahu kalau temannya itu keterlaluan!”

“Bilang saja, aku nggak peduli. Lagian, Tata-tatamu itu tahu nggak, sih, kalau Ax itu sudah punya istri?”

“DIA SUDAH PUNYA ISTRI?!”

Sementara itu, di kantor Ax.

“Mau cerita tentang tadi malam? Apa yang kau lakukan pada anak gadis orang, hah?!” Arkadinata, alias Tata-nya Jessi, langsung menyerang Ax tanpa aba-aba.

Ax menoleh dengan malas, “Apapun yang kau pikirkan, percayalah, aku tidak melakukannya.”

“Tidak melakukannya bagaimana? Kau bahkan melakukannya didepan mata kepalaku sendiri!”

Ax tersenyum sinis, “Ya, lagipula, untuk itu kau membayarnya, kan?”

Arkadinata menghela napas, “Dia bukan jalang, Ax. Dia kubayar untuk menemani, bukan untuk kau tiduri!”

Ax memutar mata. Ucapan Arkadinata mengingatkannya pada kata gadis itu di awal pertemuan mereka. Kata-katanya pun persis sama. 

“Aku melakukannya untuk melarikan diri. Aku terpaksa menggunakan cara itu karena tidak ingin jadi perusak suasana. Dan tidak, aku tidak menciumnya. Yang kami lakukan hanya berpura-pura.”

Arkadinata diam, menatapnya sangsi. “Setelah itu, kau bawa dia kemana?”

“Lobi. Kami berpisah saat itu juga.”

“Apa yang kau katakan padanya?”

“Siapa yang peduli apa yang kukatakan padanya, Arka?” Ax menatapnya tajam.

“Apapun ide gilamu untuk membuat aku move on dari Naira, lupakan! Jangan paksa aku untuk mengencani gadis sampah manapun lagi. Aku mencintai Naira, dan hanya Naira! Apa itu cukup jelas?!”

Arkadinata menggeleng heran, dia tak habis pikir. “Tapi, dia sudah mati, Ax.”

“Jaga bicaramu, sialan! Selama Naira masih bernapas, artinya dia masih hidup. Dan aku akan tetap mencintainya sekalipun dia benar-benar mati!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status