Home / Romansa / Muda dan Liar / Chapter 5 - Cemburu

Share

Chapter 5 - Cemburu

Author: Pentol2
last update Last Updated: 2021-06-11 23:13:23

"Aku berpikir, bagaimana jika aku bertukar peran dengannya? Pasti akan sangat menyenangkan.”

**

Ceklek!

Pintu kamar yang ingin kubuka pelan itu masih saja menimbulkan suara yang keras. Padahal, aku berniat supaya Ibu tidak terbangun, tapi begitulah.

Ceklek!

Aku spontan melihat ke kamar sebelah, dimana Ibu sudah berdiri dengan menggunakan piyama berwarna pink muda bermotif bunga Sakura. Ia begitu segar seakan dia barusan selesai mandi.

“Good morning!” sapa Ibu yang langsung kubalas senyum tipis dan anggukan kecil.

Sebenarnya aku sedikit penasaran, apakah pria semalam sudah pulang? Tapi, Ibu biasanya tidak langsung mengusir pria yang dibawa sebelum sarapan.

Apa hari ini juga akan sama?

“Ahhh … hari ini Ibu tidak akan sarapan dan langsung ke kantor. Apa kau bisa membuat sarapanmu sendiri?” 

Lagi-lagi ia sibuk, sampai harus ke kantor pagi-pagi. Apa tidak bisa ia meluangkan waktu sedikit saja bersamaku? Bahkan dalam sebulan, aku bisa menghitung berapa kali kita mengobrol.

“Oh ya, di kulkas masih ada sup, jika kau mau memakannya, panaskan dulu. Mengerti?” 

“Ya, aku mengerti.”

Ibu lalu segera ke kamar mandi dan bersiap-siap, sedangkan aku pergi mengecek makanan yang ada di kulkas.

Ceklek!

Aku terdiam sesaat mendengar pintu kamar Ibu yang terbuka. Jelas, itu bukan Ibu yang keluar, melainkan pria yang kemarin Bersama Ibu.

“Emm … apa aku boleh bertanya sesuatu?” tanya pria itu setelah menepuk pundakku.

Aku pun reflek menoleh kebelakang dan bertukar pandang dengan pria itu langsung, dan semua terasa canggung.

“T-tentu,” jawabku tanpa menatap dirinya.

Namun aku tidak kunjung mendapatkan pertanyaan. Kupikir ia sedang kebingungan?

“Emm … itu, k-kamar mandi ada dimana?” 

Akhirnya ia berbicara walau nadanya seperti bergetar campur gugup. Apa pria ini baik-baik saja? Aku jadi agak khawatir.

“Emm … kamar mandi di luar lagi dipakai sama Mom. Kalau mau, pakai kamar mandi di kamar saya aja gimana?” tawarku padanya.

Meski diawal ia sedikit ragu, tapi akhirnya ia mengiyakan tawaranku. Aku lalu mengantarnya ke kamar. 

“Kau bisa memakai sabun dan shampoo ku,” ungkapku yang dijawab anggukan ringan olehnya.

Setelah ia masuk ke dalam kamar mandi, aku segera keluar untuk memasak sarapan. Mungkin aku juga akan memasakkan pria itu sarapan.

“Tam!”

“Iya, Mom?”

“Apa pria semalam sudah pulang? Apa kau melihatnya?”

“I-itu, dia sedang mandi di kamar mandiku.”

“Kau mengizinkannya?”

“Y-ya ….”

Kuharap ia tidak marah. Apalagi ini masih pagi, aku hanya tak ingin merusak mood-nya.

“Lain kali, jangan pernah melakukan itu lagi!” 

“Ya, Mom.”

Hari ini aku selamat, tapi entah di hari lain, aku pasti akan dapat amukan. Ah, sudahlah, aku harus segera sarapan dan bersiap ke sekolah.

“Mama berangkat dulu!”

“Bye!”

“Jangan lupa kunci pintunya!”

“Ya.”

Belum semenit Ibu pergi, pria itupun keluar dari kamar. Ia lebih rapi dibanding sebelumnya. Kemeja berwarna biru muda dan celana jeans yang dipakainya benar-benar memadu sempurna. Aku sampai tak berkutik melihat penampilannya.

“Terima kasih sudah meminjamkan kamar mandi untukku.”

“Tidak masalah.”

“Oh ya, aku sudah menyiapkan sarapan. Apa kau mau sarapan dulu disini sebelum pergi?” lanjutku.

Wajahnya agak kebingungan, ia pasti ingin segera pergi dari sini, namun aku malah mencegahnya.

“Apa tidak merepotkanmu?”

“Tentu saja tidak.”

Ia akhirnya mengangguk walau begitu kaku. Aku lalu mengajaknya ke meja makan yang sudah tersaji sarapan berupa roti panggang dan telur mata sapi, aku juga menyajikan orange juice untuk minumnya.

“Emm … aku minta maaf jika semalam Ibuku berbuat aneh-aneh padamu, ia memang sering seperti itu Ketika mabuk,” ucapku yang merasa tak enak dengan kelakuan Ibu.

Sejujurnya, ini pertama kalinya aku berbicara dengan pria yang Ibu bawa, karena biasanya ada Ibu. Jadi aku tidak berani berbicara seperti sekarang.

“Tidak masalah. Lagi pula semalam tidak terjadi apa pun.”

Tidak terjadi apa pun? Aku tak mengerti maksudnya. Bukankah Ibu selalu mengajak semua prianya berhubungan badan? Apa kali ini tidak? 

“Apa itu benar?” tanyaku yang masih tak yakin.

“Ya.” 

Aku sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut, tetapi wajah yang terlihat tak nyaman itu membuatku mengurungkan niat tersebut.

**

“Hei! Ngelamun aja!” tegur Sandra yang entah kapan sudah duduk dibangku sebelahku.

Hari ini penampilannya sangat berbeda dari biasanya. Aku sampai tak mengenali sahabatku itu. 

“Ada apa? Kau terkejut melihat penampilanku?”

Aku mengangguk, membenarkan perkataannya. Dan entah kenapa, penampilan barunya ini seperti kukenali.

Makeup yang tipis, rambut yang dikepang menjadi satu, dan poni tipis yang sengaja ditinggalkan di sekitar dahinya terasa sangat tidak asing.

“Aku seperti melihat diriku di masa SMP dulu,” sindirku terang-terangan.

Aku bisa mengetahui bahwa gadis itu benar-benar tersindir, ya mau bagaimana lagi, aku hanya mengatakan sebenarnya.

“Hei, memangnya Cuma dirimu yang bernampilan seperti ini? Semua orang juga pernah.” 

Terserahlah, aku malas meladeninya. Jika aku terus berbicara, ia pasti akan marah dan mengadu kepada Ibu.

“Oh ya, pacarmu sepertinya sedang menunggumu di luar,” ujarku saat melihat Tommy yang berdiri sendiri di depan kelas. 

Sandra yang mendengar perkataanku langsung tersenyum lebar dan mencari keberadaan Tommy. Begitu pandangan mereka saling bertemu, Sandra segera keluar menemui pacarnya itu.

Aku sungguh iri dengan kebahagiaan mereka. Padahal, semua yang terjadi adalah kesalahanku.

“Lagi mikirin apa?” tanya suara itu yang sontak menganggetkanku.

Dan aku tanpa sadar mendekatkan wajahku ke wajahnya saking terkejutnya. Tapi aku berusaha untuk segera menjauh, sebelum tangan Nicky berhasil membawaku Kembali kepada situasi barusan.

“Kita ada di kelas. Jangan sembarangan!” tegurku saat ia semakin memperkecil jarak diantara kita.

“Aku takkan melakukan apa pun. Jadi jangan berpikir aneh-aneh!” balasnya yang kemudian menjauh dariku.

Sial, pasti ia sedang menetertawaiku dalam hati. Aku benar-benar menjadi bodoh didepannya. Padahal, ini bukan yang pertama kali. Tapi tetap saja aku malu. 

“Tommy, bukankah itu nama pria yang sedari tadi kau lihat?” 

Aku langsung terdiam, tak tahu harus merespon apa perkataanya barusan. Dalam hati, aku mengutuki diriku yang terlalu terang-terangan menatap pacar orang. Apa ia menyadari sesuatu? 

“Katakan saja padaku, apa dia tipe idealmu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Muda dan Liar   Chapter 22 - Ciuman Manis

    "Apa yang kau baca?” celetuk Nicky dan membuatku langsung menyembunyikan surat itu ke tas.Untung, ia belum sempat membaca dan aku hanya perlu mengatakan hal lain agar ia tak curiga.“I-ini surat Ibuku. Aku tak sengaja membawanya,” ucapku berbohong.“Oh, begitu?”“Emm … ya.”“Kalau gitu, apa aku boleh membacanya?”Hah? Dia mau membacanya? Tidak! Aku tidak boleh membiarkannya. Aku harus mencari alasan lain dan menyuruhnya untuk pergi. Bisa gawat jika ia tahu ini surat dari Tommy.“Emm … aku malu,” jawabku.“Kenapa? Apa suratnya aneh?”“I-iya.”Astaga! Aku tidak tahu apa yang kukatakan? Padahal aku bisa mengatakan hal lain, tapi kenapa aku tidak mengucapkannya? Ah gila!

  • Muda dan Liar   Chapter 21 - Didalam Mobil

    Aku terdiam cukup lama setelah menerima kecupan itu. Sangat lama sampai aku tidak sadar Paman mulai menjamah bagian tubuhku yang lain. Astaga! Apa yang sudah terjadi? Mengapa aku tidak bisa menggerakan tubuhku dan pasrah menerima belaiannya?“P-paman ….”“Ada apa? Hmm?” balas Paman yang masih sibuk mencium aroma tubuhku.Sungguh, aku begitu bingung sekarang dan mencoba untuk menjauhkan tubuh Paman dariku. Tapi, itu begitu sulit, serasa tak memiliki tenaga sama sekali. Lalu, aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku menikmatinya, bukan? Pasti aku sudah gila bila menerimanya.“P-paman, lepaskan ….”Aku berusaha melepaskan tangannya yang hampir menyentuh dadaku, untung saja berhasil tapi langsung berubah ke pahaku. Owh … ini benar-benar gila. Aku tidak kuat jika terus ia sentuh. Tapi, bagaimana aku bisa kabur? Disaat ia men

  • Muda dan Liar   Chapter 20 - Terperangkap

    Aku memandang keluar jendela, melihat banyaknya bintang mewarnai angkasa, melihat gelapnya malam, dan mendengar suara yang sunyi. Entah kenapa, Hal-hal sekecil ini sangat menenangkan hatiku dan memberiku sedikit kelegaan, meskipun hanya sesaat.Dulu, Ketika aku masih kecil, Nenek dan Kakek selalu mengajakku keluar untuk melihat bintang. Mereka lalu menceritakan banyak hal agar membuatku tertidur dan tak menunggu Ibu. Dan setiap pagi, aku pasti akan menangis karena mereka tidak membangunkanku.Padahal, aku selalu ingin menjadi orang pertama yang menyambut Ibu sepulang kerja. Dan Aku ingin menjadi orang yang ia peluk Ketika sampai ke rumah. Tapi, aku tak bisa mewujudkannya saat itu.Seandainya, aku bisa bercerita dengan diriku dimasa lalu, aku hanya ingin bilang, supaya dia tak terlalu berharap banyak pada Ibunya. Karena itu hanya akan membuatnya kecewa.“Tam!” panggil Ibu.

  • Muda dan Liar   Chapter 19 - Bertemu Ibu

    "Kalau iya, kau mau apa?” tanyaku membalas perkataan Nicky.“Aku tidak mau apa-apa.”Hah? Aku tidak mengerti. Tapi sudahlah, aku harus memaksanya untuk ikut pergi dari sini. Lagi pula, apa susahnya mengikutiku? Aku bahkan tak meminta bayaran darinya.“Kenapa kau terus memaksaku?” tanya Nicky yang benar-benar bingung.Aku pun juga bingung harus menjawabnya dengan apa. Karena aku tidak memiliki alasan yang masuk akal untuknya. Mungkin kalau berkata jujur, ia malah semakin tidak mau pergi dari sini. Betapa menyebalkannya itu.“Memangnya kenapa? Kau tidak mau ikut?” balasku yang malah bertanya balik.“Emm … tentu saja aku mau ikut, tapi sekarang aku tidak ada kepentingan denganmu,” jelas Nicky yang membuatku bingung.Apa maksudnya ia ada kepentingan dengan Ibu? Oh, ayolah! Ini sungg

  • Muda dan Liar   Chapter 18 - Kejujuran Paman

    Aku Kembali ke tempat duduk setelah Alexi melarangku untuk bicara. Aneh, aku bahkan tak bisa memberikan suara untuk sesuatu yang ia lakukan? Aku benar-benar kesal. Dan semoga saja keadaan Sandra baik-baik saja. Jika tidak, mungkin aku akan disalahkan oleh Ibu dan Tante.Tapi, aku masih tak paham mengapa Sandra memberikan obatnya kepada Alexi, padahal sudah jelas-jelas Alexi bukanlah anak yang baik, bahkan hampir mencelakai nyawa Sandra. Semoga saja setelah ini Sandra tak lagi berteman dengan Alexi.“Tam, kau tahu, aku tak menyukaimu,” ungkap Alexi tiba-tiba dan membuatku mengangkat alis kebingungan.Tumben sekali ia jujur? Aneh! Tapi baguslah, aku tidak perlu lagi berpura-pura baik didepannya. Sekarang hubungan kita pun berantakan. Dan aku tidak ingin memperbaikinya.Memang hubungan itu sekecil bolongan yang ada diatas jarum, sekalinya kamu memasukkan benang kedalamnya, belum tentu benang itu bisa bertahan. Ia

  • Muda dan Liar   Chapter 17 - Kesakitan

    Wow, aku terkejut karena Tommy bisa teriak seperti itu. Bahkan, ia membuat semua orang menatap kami. Apa dia sangat kesal? Oh … tapi tolong suruh Nicky untuk melepaskan tangannya! Karena aku merasa, pria ini sedang memakai kukunya. Apa dia sengaja menyakitiku? Ingin membuat tanganku berdarah? Gila!“Tumben sekali kau teriak. Bahkan didepan kekasihmu sendiri,” ungkap Nicky yang langsung membuat Tommy terdiam.Gila! Apa Sandra menatap kami? Bukankah itu menyenangkan? Apakah ia cemburu? Seharusnya begitu. Tapi … kenapa aku malah senang? Bukankah ini ancaman bagiku? Astaga!“Hei Tam! Apa kau sedang merebut kekasih sahabatmu sendiri?” tanya Nicky dihadapan semua orang.Tunggu! Ini jebakan! Aku tidak boleh menjawab iya, jika tidak, aku akan dipermalukan seisi sekolah.Aku harus mencari jawaban lain dan membuat Sandra yang malu.&

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status