Share

Bab 5

Penulis: Yusi
Di luar rumah sakit, Lily tidak tahu sudah berapa lama dia berjalan.

Pukul tiga dini hari, Lily kembali ke rumah. Dia tidak menyalakan lampu. Saat hendak membuka pintu kamar, terdengar suara tangisan dari dalam.

"Yoga, yang kita lakukan ini salah. Semua ini salahku. Kita nggak bisa terus seperti ini."

Di atas tempat tidur, pakaian keduanya sudah acak-acakan. Wajah Nadine memerah. Tubuhnya menguarkan bau alkohol. "Kamu adiknya. Aku nggak boleh melakukan ini. Kita harusnya pakai program bayi tabung. Ya, cuma program bayi tabung."

Setelah berkata seperti itu, Nadine berusaha keras untuk bangkit dari tempat tidur.

Baru saja bergerak sedikit, Yoga yang berada di belakangnya langsung menarik Nadine dengan kuat. Segala emosi yang selama ini ditekan Yoga hampir meledak keluar. Namun, ketika hendak bicara, Yoga kembali menahannya. "Kak Nadine, sebenarnya aku…"

Di ambang pintu, Lily menundukkan pandangannya. Lily tahu, Yoga tidak berani melanjutkan kata-katanya.

Nadine adalah kakak ipar Yoga. Sementara, Yoga adalah adik ipar Nadine.

Selain itu, Yoga sendiri juga sudah berkeluarga.

Yoga pun hanya bisa menahan semua perasaannya. Menekannya sampai ke batas maksimal. "Dokter pernah bilang, meski sekarang tingkat keberhasilan bayi tabung cukup tinggi, tapi kalau ingin hamil dalam waktu singkat, kemungkinan hamil alami akan lebih besar. Kita berdua masih muda…"

Yoga memeluk pinggang Nadine dengan lembut. "Anggap saja, aku ini kakakku."

Nadine menatapnya, lalu bergumam pelan, "Yoga…"

Tak lama kemudian, suara napas terengah-engah terdengar dari dalam kamar.

Lily ingin melangkah pergi. Namun, entah kenapa tubuhnya justru membeku di tempat dan tidak bisa bergerak sedikit pun.

Setiap suara dari dalam kamar bagaikan jarum tajam yang menusuk langsung ke dalam organ-organ tubuhnya, membuat Lily merasa sakit sampai seakan ingin mati.

Akhirnya, tepat di detik semuanya berakhir, dada Lily terasa seperti dilanda gelombang emosi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Lily bergegas berlari menuruni tangga, keluar dari kamar dan berlutut di pinggir jalan. Seakan-akan, Lily ingin memuntahkan semua yang ada di dalam tubuhnya.

Lily muntah berkali-kali, hingga tidak ada lagi yang bisa dimuntahkan, hingga air matanya jatuh satu per satu.

Dalam pandangan yang kabur oleh air mata, Lily seolah kembali ke hari pernikahannya dengan Yoga. Orang tua Lily sudah lama tiada. Bahkan, saat menikah juga tidak ada yang mengantarnya.

Yoga-lah yang dahulu berdiri teguh di sisinya dan berkata, "Lily, aku akan memperlakukanmu dengan baik seumur hidupku dan mencintaimu dengan sepenuh hati. Selain kamu, nggak akan ada orang lain lagi."

Pada saat itu, Lily terharu hingga menangis. Dia tidak bisa mengendalikan emosinya.

Namun kini, baru tiga tahun menikah, semua janji-janji itu tidak lagi berarti apa-apa.

Saat fajar menyingsing, Lily menghapus air matanya. Kemudian, dia memanggil taksi dan pergi ke kantor kedutaan untuk mengurus visa.

Ketika kembali ke rumah, semuanya sudah kembali seperti semula. Lily berpura-pura tidak melihat hubungan ambigu antara mereka berdua.

Baru saja kembali ke kamar, Lily melihat koper miliknya sudah dikeluarkan. Langkah kaki Lily pun terhenti. Sebelum Lily sempat berkata apa-apa, Yoga sudah berjalan mendekat dan bicara dengan agak canggung.

"Dokter bilang, kalau mau ikut program bayi tabung, harus terlebih dulu memulihkan tubuh, juga minum obat untuk menstabilkan kondisi. Kak Nadine orang yang ceroboh dan suka lupa. Jadi, aku ingin menjaganya dari dekat. Kamu…"

"Aku melakukan semua ini demi segera menyelesaikan tugas yang diberikan orang tuaku. Hanya dengan membuat Kak Nadine cepat hamil, barulah kita bisa memulai hidup kita berdua dengan tenang."

Mendengar alasan konyol dari Yoga, Lily pun tersenyum tipis. Repot sekali Yoga memikirkan alasan seperti itu.

"Oke." Lily pun akhirnya setuju.

Yoga langsung memeluk Lily dengan gembira. "Aku tahu Lily-ku pasti akan setuju. Lily memang yang paling lembut dan perhatian."

Mencium aroma parfum asing yang bukan miliknya dari tubuh Yoga, Lily pun menahan rasa mual yang menyeruak di dadanya. Lalu, dengan cepat dia mendorong Yoga agar menjauh dan mulai membereskan barang-barangnya satu per satu.

Awalnya, Lily khawatir jika memindahkan semua barang akan menimbulkan kecurigaan. Namun, sekarang Lily malah punya alasan yang sah untuk melakukannya.

Melihat Lily mengemasi semua barangnya, Yoga bergegas maju. Dia ingin bicara, tetapi ragu. "Kenapa kamu ambil semua barang? Kak Nadine cuma pindah sementara, nanti…"

Lily merapikan perlengkapan mandi terakhirnya, lalu menoleh sambil tersenyum. "Kalau sewaktu-waktu aku butuh sesuatu, pasti aku akan merasa kurang nyaman kalau masuk ke sini."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 24

    Setelah keluar dari rumah sakit, Yoga kembali menemui Lily. Melihat penolakan di mata Lily, Yoga pun buru-buru angkat bicara."Aku datang mencarimu kali ini karena ingin mengurus akta cerai bersama."Meskipun mereka sudah menandatangani surat perjanjian cerai, akta cerai resminya belum sempat mereka tanda tangan bersama.Secara hukum, mereka masih suami istri.Lily tidak menyangka Alex akan menyinggung masalah ini terlebih dahulu. Lily pun terkejut dan mengangkat kepalanya.Lily masih memikirkan kapan harus membicarakan masalah itu dengan Yoga. Namun, Lily tidak menyangka bahwa justru Yoga yang mengawali pembicaraan.Yoga merasakan tatapan Lily dan memalingkan wajahnya. Mata berkaca-kaca. "Lily, jangan melihatku. Aku takut, aku akan menyesal."Hanya Yoga yang tahu betapa sulitnya mengambil keputusan ini."Baiklah," jawab Lily.Di bulan Desember, hujan deras sudah mulai turun di dalam negeri. Lily langsung menghela napas lega, begitu selesai menandatangani namanya.Mereka berdua berjala

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 23

    Setelah menerima telepon tadi malam, Alex terus bertanya-tanya apa yang akan dikatakan Yoga kepadanya. Kini, setelah mendengar kalimat pertama yang diucapkan Yoga, Alex pun langsung tertawa.Alex perlahan mengangkat pandangannya. "Yoga, sebenarnya kamu menganggap Lily itu sebagai apa?"Yoga menjawab dengan santai, "Tentu saja sebagai istri.""Tampaknya di mata Pak Yoga, seorang istri adalah sesuatu yang bisa ditukar sesuka hati. Mengenai hal ini, maaf-maaf saja, aku nggak sependapat. Di mataku, Lily itu nggak ternilai harganya. Nggak ada satu hal pun yang bisa ditukar dengannya."Sambil membawa gelas kopinya. Alex menyesapnya sedikit, lalu berkata, "Kalau Pak Yoga nggak ada urusan lain, aku pamit dulu.""Lily suka sarapan buatanku. Sekarang, aku harus pulang untuk membuatkan sarapan.""Kalian tinggal bersama?"Yoga menatap Alex dengan mata penuh amarah. Tiba-tiba dia berdiri dan menarik kerah baju Alex. "Aku akan membunuhmu."Saat tinju Yoga hendak mendarat, pintu di luar tiba-tiba ter

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 22

    Wajah Yoga langsung memucat mendengar kata-kata Lily.Selama bertahun-tahun ini, ternyata dia tidak tahu jika Lily sebenarnya tidak alergi terhadap mangga. Hanya karena dirinya tidak menyukainya, Lily pun ikut-ikutan tidak memakannya.Lily menyantap kue mangga itu suap demi suap dan merasakan manisnya di mulutnya. Sudut matanya sedikit melengkung membentuk senyum saat dia memandang ke arah Alex di sampingnya. "Kue mangga ini benar-benar enak."Alex menunduk dan tersenyum penuh kasih. "Kalau enak, makanlah lebih banyak."Lily memandangi kue-kue lain di atas meja dengan sedikit bingung. "Tapi yang lain juga kelihatannya sangat enak."Lily ingin mencoba semuanya.Alex tanpa ragu mengambilkan masing-masing jenis kue untuk Lily, satu potong setiap jenisnya. Melihat piringnya yang kini penuh dengan berbagai kue, mata Lily pun membelalak. "Nanti aku jadi gemuk."Alex tertawa pelan, "Nggak akan."Lily menatap kue di tangannya dengan ragu. "Kalau begitu, aku makan sedikit saja, ya?""Oke," jawa

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 21

    Di ruang perjamuan, seseorang merangkul bahu Yoga. "Kak Yoga, kenapa kamu terlihat seperti ini? Bukankah kamu sudah menemukan istrimu? Kenapa masih terlihat nggak senang?"Wajah Yoga tetap muram. Dia menoleh dan melihat orang di sampingnya. "Kalau seseorang melakukan kesalahan, bagaimana caranya dia bisa memperbaiki kesalahannya untuk menebus diri?"Mendengar pertanyaan Yoga, orang-orang di dekatnya itu pun tertawa dan menatap Yoga dengan geli. "Kak Yoga, nggak nyangka kalau ternyata kamu juga mengalami hari seperti ini. Kenapa? Istrimu nggak mau ikut kamu pulang?""Kak Yoga, aku kasih saran padamu. Kamu harus lebih tegas. Langsung saja ikat istrimu dan bawa pulang. Lalu... waduh."Yoga mengerutkan kening mendengar seruan tiba-tiba dari orang di sebelahnya. Tepat di saat dia hendak angkat bicara, Yoga mendengar orang di sebelahnya berseru kaget, "Bukankah itu Kak Lily?"Yoga cepat-cepat menoleh. Ketika melihat orang yang masuk dari pintu, dia langsung terdiam di tempat.Lily mengenakan

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 20

    Lily menunduk, menatap tangan yang sedang menggenggam pergelangan tangannya.Tangan ini, dahulu pernah digenggamnya berkali-kali. Tiap kali itu terjadi, hati Lily selalu dipenuhi kebahagiaan.Namun, kini yang tersisa di hati Lily hanyalah rasa mual.Lily mengangkat tangannya dan tanpa ragu menepis tangan itu. "Pak Yoga, tolong jaga sikap."Yoga yang mendengar panggilan itu, langsung merasa tubuhnya lemah. Dia bahkan tidak mampu berdiri tegak. Yoga pun berkata dengan nada putus asa, "Lily, kamu masih mau menjaga di sisi ranjangku, itu pasti karena kamu masih mencintaiku, 'kan? Semua masalah yang terjadi karena kesalahanku. Aku akan berubah. Sungguh, aku akan berubah.""Kamu nggak suka Nadine, 'kan? Mulai sekarang, dia nggak akan pernah lagi muncul di hadapanmu, oke?"Yoga menatap Lily dengan penuh kerinduan, berharap Lily akan mencintainya seperti sebelumnya.Lily menundukkan pandangannya saat mendengarkan kata-kata Yoga. "Yoga, kapan kamu akan mengerti kalau orang yang benar-benar ngga

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 19

    Mendengar Lily menyebut Keluarga Ferdian dan Nadine, Yoga merasa seakan-akan ada sesuatu yang mencabik-cabik hatinya. Dengan panik, dia pun maju selangkah."Lily, aku tahu Keluarga Ferdian dan aku sudah banyak berutang padamu. Aku bersumpah, aku akan menebus semuanya dengan baik. Aku benar-benar akan menebus kesalahan itu. Aku nggak bisa hidup tanpamu."Suara Yoga bergetar dan dia menatap Lily dengan penuh kerinduan.Mendengar ucapan Yoga, Lily pun tersenyum sinis. "Yoga, apa karena terlalu lama bermain sandiwara, kamu sendiri jadi percaya kalau itu nyata?"Selama berhari-hari, kata-kata Yoga terus bergema di telinga Lily.Lily tidak pernah melupakannya sedetik pun.Lily mencemooh dirinya sendiri. "Orang yang kamu cintai itu Nadine. Selama enam tahun terakhir, aku terlalu percaya diri sampai-sampai mengira kamu benar-benar mencintaiku. Sekarang, dia kehilangan suaminya dan kamu kehilangan istrimu. Akhirnya kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan.""Nggak, bukan begitu."Jari-jari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status