Share

Bab 4

Penulis: Yusi
Lily terbangun dari mimpi buruk.

Air laut yang tidak terhitung jumlahnya menerjang ke arahnya. Lily tidak bisa menghindar dan hanya bisa pasrah membiarkannya menenggelamkan dirinya.

Begitu Lily membuka mata, sesosok tubuh bergegas menghampirinya. "Lily, kamu nggak apa-apa? Kamu membuatku takut setengah mati."

Lily melihat Yoga di hadapannya. Sebelum Lily sempat berkata-kata, Yoga sudah kembali angkat bicara, "Jangan salahkan Kak Nadine. Dia cuma berniat mengajakmu turun ke air untuk bersenang-senang. Kak Nadine nggak menyangka kamu akan begitu ketakutan. Malah karena ketakutan, kakinya sendiri sampai kram dan juga hampir ikut celaka. Jadi, anggap saja ini sebagai kompensasi untukmu."

Tak disangka begitu terbangun, yang pertama kali didengar Lily justru kata-kata seperti itu.

Hati Lily dipenuhi kepedihan. Matanya menatap tajam Yoga yang ada di hadapannya. "Yoga, aku hampir mati. Kamu paham nggak sih?"

Bagaimana mungkin Yoga bisa mengatakan hal seperti itu?

Yoga mengerutkan kening. "Kenapa kamu harus begitu emosional? Lagian kamu juga nggak mati, 'kan? Kak Nadine juga hampir tenggelam, apa itu masih belum cukup? Apa kamu mau dia menebusnya dengan nyawanya?"

"Masalah sepele saja kamu permasalahkan. Dulu kamu nggak seperti ini. Marah sekalipun juga harus ada batasnya, 'kan?"

Mempermasalahkan masalah sepele…

Benar, dia memang belum mati. Jadi, itu dianggap masalah sepele.

Bahkan, meski dia benar-benar mati, kemungkinan besar Yoga juga akan menganggapnya masalah sepele.

Lily merasa semua itu benar-benar konyol. Dia memalingkan wajah dan tidak ingin melihat Yoga lagi. "Aku mau istirahat."

"Oke, pikirkan sendiri baik-baik." Yoga pun pergi begitu saja tanpa berniat tinggal lebih lama.

Dua hari berikutnya, Yoga tidak menampakkan diri. Saat perawat datang untuk memasang infus. Perawat itu pun menghela napas kagum "Pasangan di kamar sebelah itu romantis sekali, ya. Istrinya cuma hampir tenggelam saja, tapi suaminya sudah panik luar biasa. Sebentar juga nggak mau berpisah. Melihatnya saja, bikin aku jadi ingin jatuh cinta juga."

Lily berjalan keluar sambil berpegangan pada tiang infus. Seperti yang sudah dia duga, di kamar sebelah, Lily melihat Yoga sedang duduk di tepi ranjang. Yoga memotong apel menjadi potongan-potongan kecil, lalu menyuapkannya satu per satu ke mulut Nadine.

Meski sudah mempersiapkan diri secara mental, hati Lily tetap terasa seperti diremas-remas oleh tangan tak kasat mata.

Lily berbalik hendak pergi. Namun, baru saja menoleh ke samping, matanya langsung terpaku pada benda yang dipegang Nadine. Seketika, tubuh Lily langsung mematung di tempat.

Tanpa pikir panjang, Lily langsung menerobos masuk ruang perawatan. Dia merebut benda itu dari tangan Nadine. "Ini ukiran kayu yang kusiapkan untuk lomba. Dari mana kamu mendapatkannya?"

Nadine terkejut dengan kemunculan Lily yang tiba-tiba. Tubuhnya spontan meringkuk masuk ke dalam pelukan Yoga.

"Yoga…"

Yoga juga tidak menyangka jika Lily tiba-tiba akan muncul. Dia pun buru-buru merangkul Nadine ke dalam pelukannya dan mengerutkan kening. Wajah Yoga tampak tidak senang dan dia pun berkata dengan santai, "Itu aku yang ambil. Kak Nadine melihatnya dan dia bilang dia menyukainya. Jadi, aku berikan padanya untuk main-main. Memangnya nggak boleh?"

"Kamu kan hebat, tinggal buat satu lagi saja. Kenapa harus marah-marah di sini sampai bikin Kak Nadine ketakutan?"

"Tinggal buat satu lagi?"

Lily menatap Yoga yang ada di depannya. "Kamu tahu betul seberapa seriusnya aku menyiapkan diri untuk lomba ini. Aku mengerjakannya selama empat bulan penuh."

Demi ukiran kayu itu, hampir setiap hari Lily menghabiskan waktunya di studio. Bahkan, saat tubuhnya kelelahan sampai pingsan, yang ada di pikiran Lily hanyalah bagaimana cepat-cepat menyelesaikannya.

Bagaimana Yoga bisa bicara begitu entengnya?

Raut wajah Yoga tampak berubah. "Itu cuma lomba saja, 'kan? Paling banter juga kamu nggak bisa ikut. Kamu sudah memenangkan begitu banyak penghargaan. Nggak ikut yang satu ini juga nggak ada bedanya."

Lily menggenggam erat ukiran kayu di tangannya. Dia menunduk, menatap ukiran kayu yang sudah berubah, hingga tidak lagi dikenali bentuk aslinya itu. Pandangannya pun mulai mengabur.

Lily tidak bisa lagi menahan diri. "Yoga, sebenarnya apa arti diriku bagimu?"

"Apa kamu pernah benar-benar mencintaiku meski hanya sedikit saja? Atau sebenarnya, yang kamu cintai sejak awal itu memang orang lain?"

Suara pertengkaran mereka cukup keras hingga menarik perhatian orang-orang di luar yang mulai berkumpul. Yoga tiba-tiba berdiri dari tempat tidur. "Lily, apa yang kamu bicarakan? Kurasa kamu sudah jadi gila. Ayo, aku bawa kamu ke dokter. Kalau kamu nggak malu, aku yang malu!"

Tepat di saat Yoga hendak menyentuhnya, Lily tiba-tiba menepis tangan Yoga dengan keras.

"Jangan sentuh aku!"

Jarum infus di punggung tangan Lily terlepas dan darah pun mulai mengalir deras.

Melihat darah mengucur dari tangan Lily, Yoga bergegas maju untuk mencoba menekan luka Lily. "Lily, kamu…"

"Aku nggak apa-apa."

Lily menekan lukanya sendiri tanpa ekspresi. Dia membiarkan kedua tangannya berlumuran darah. "Kalian lanjutkan saja."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 24

    Setelah keluar dari rumah sakit, Yoga kembali menemui Lily. Melihat penolakan di mata Lily, Yoga pun buru-buru angkat bicara."Aku datang mencarimu kali ini karena ingin mengurus akta cerai bersama."Meskipun mereka sudah menandatangani surat perjanjian cerai, akta cerai resminya belum sempat mereka tanda tangan bersama.Secara hukum, mereka masih suami istri.Lily tidak menyangka Alex akan menyinggung masalah ini terlebih dahulu. Lily pun terkejut dan mengangkat kepalanya.Lily masih memikirkan kapan harus membicarakan masalah itu dengan Yoga. Namun, Lily tidak menyangka bahwa justru Yoga yang mengawali pembicaraan.Yoga merasakan tatapan Lily dan memalingkan wajahnya. Mata berkaca-kaca. "Lily, jangan melihatku. Aku takut, aku akan menyesal."Hanya Yoga yang tahu betapa sulitnya mengambil keputusan ini."Baiklah," jawab Lily.Di bulan Desember, hujan deras sudah mulai turun di dalam negeri. Lily langsung menghela napas lega, begitu selesai menandatangani namanya.Mereka berdua berjala

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 23

    Setelah menerima telepon tadi malam, Alex terus bertanya-tanya apa yang akan dikatakan Yoga kepadanya. Kini, setelah mendengar kalimat pertama yang diucapkan Yoga, Alex pun langsung tertawa.Alex perlahan mengangkat pandangannya. "Yoga, sebenarnya kamu menganggap Lily itu sebagai apa?"Yoga menjawab dengan santai, "Tentu saja sebagai istri.""Tampaknya di mata Pak Yoga, seorang istri adalah sesuatu yang bisa ditukar sesuka hati. Mengenai hal ini, maaf-maaf saja, aku nggak sependapat. Di mataku, Lily itu nggak ternilai harganya. Nggak ada satu hal pun yang bisa ditukar dengannya."Sambil membawa gelas kopinya. Alex menyesapnya sedikit, lalu berkata, "Kalau Pak Yoga nggak ada urusan lain, aku pamit dulu.""Lily suka sarapan buatanku. Sekarang, aku harus pulang untuk membuatkan sarapan.""Kalian tinggal bersama?"Yoga menatap Alex dengan mata penuh amarah. Tiba-tiba dia berdiri dan menarik kerah baju Alex. "Aku akan membunuhmu."Saat tinju Yoga hendak mendarat, pintu di luar tiba-tiba ter

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 22

    Wajah Yoga langsung memucat mendengar kata-kata Lily.Selama bertahun-tahun ini, ternyata dia tidak tahu jika Lily sebenarnya tidak alergi terhadap mangga. Hanya karena dirinya tidak menyukainya, Lily pun ikut-ikutan tidak memakannya.Lily menyantap kue mangga itu suap demi suap dan merasakan manisnya di mulutnya. Sudut matanya sedikit melengkung membentuk senyum saat dia memandang ke arah Alex di sampingnya. "Kue mangga ini benar-benar enak."Alex menunduk dan tersenyum penuh kasih. "Kalau enak, makanlah lebih banyak."Lily memandangi kue-kue lain di atas meja dengan sedikit bingung. "Tapi yang lain juga kelihatannya sangat enak."Lily ingin mencoba semuanya.Alex tanpa ragu mengambilkan masing-masing jenis kue untuk Lily, satu potong setiap jenisnya. Melihat piringnya yang kini penuh dengan berbagai kue, mata Lily pun membelalak. "Nanti aku jadi gemuk."Alex tertawa pelan, "Nggak akan."Lily menatap kue di tangannya dengan ragu. "Kalau begitu, aku makan sedikit saja, ya?""Oke," jawa

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 21

    Di ruang perjamuan, seseorang merangkul bahu Yoga. "Kak Yoga, kenapa kamu terlihat seperti ini? Bukankah kamu sudah menemukan istrimu? Kenapa masih terlihat nggak senang?"Wajah Yoga tetap muram. Dia menoleh dan melihat orang di sampingnya. "Kalau seseorang melakukan kesalahan, bagaimana caranya dia bisa memperbaiki kesalahannya untuk menebus diri?"Mendengar pertanyaan Yoga, orang-orang di dekatnya itu pun tertawa dan menatap Yoga dengan geli. "Kak Yoga, nggak nyangka kalau ternyata kamu juga mengalami hari seperti ini. Kenapa? Istrimu nggak mau ikut kamu pulang?""Kak Yoga, aku kasih saran padamu. Kamu harus lebih tegas. Langsung saja ikat istrimu dan bawa pulang. Lalu... waduh."Yoga mengerutkan kening mendengar seruan tiba-tiba dari orang di sebelahnya. Tepat di saat dia hendak angkat bicara, Yoga mendengar orang di sebelahnya berseru kaget, "Bukankah itu Kak Lily?"Yoga cepat-cepat menoleh. Ketika melihat orang yang masuk dari pintu, dia langsung terdiam di tempat.Lily mengenakan

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 20

    Lily menunduk, menatap tangan yang sedang menggenggam pergelangan tangannya.Tangan ini, dahulu pernah digenggamnya berkali-kali. Tiap kali itu terjadi, hati Lily selalu dipenuhi kebahagiaan.Namun, kini yang tersisa di hati Lily hanyalah rasa mual.Lily mengangkat tangannya dan tanpa ragu menepis tangan itu. "Pak Yoga, tolong jaga sikap."Yoga yang mendengar panggilan itu, langsung merasa tubuhnya lemah. Dia bahkan tidak mampu berdiri tegak. Yoga pun berkata dengan nada putus asa, "Lily, kamu masih mau menjaga di sisi ranjangku, itu pasti karena kamu masih mencintaiku, 'kan? Semua masalah yang terjadi karena kesalahanku. Aku akan berubah. Sungguh, aku akan berubah.""Kamu nggak suka Nadine, 'kan? Mulai sekarang, dia nggak akan pernah lagi muncul di hadapanmu, oke?"Yoga menatap Lily dengan penuh kerinduan, berharap Lily akan mencintainya seperti sebelumnya.Lily menundukkan pandangannya saat mendengarkan kata-kata Yoga. "Yoga, kapan kamu akan mengerti kalau orang yang benar-benar ngga

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 19

    Mendengar Lily menyebut Keluarga Ferdian dan Nadine, Yoga merasa seakan-akan ada sesuatu yang mencabik-cabik hatinya. Dengan panik, dia pun maju selangkah."Lily, aku tahu Keluarga Ferdian dan aku sudah banyak berutang padamu. Aku bersumpah, aku akan menebus semuanya dengan baik. Aku benar-benar akan menebus kesalahan itu. Aku nggak bisa hidup tanpamu."Suara Yoga bergetar dan dia menatap Lily dengan penuh kerinduan.Mendengar ucapan Yoga, Lily pun tersenyum sinis. "Yoga, apa karena terlalu lama bermain sandiwara, kamu sendiri jadi percaya kalau itu nyata?"Selama berhari-hari, kata-kata Yoga terus bergema di telinga Lily.Lily tidak pernah melupakannya sedetik pun.Lily mencemooh dirinya sendiri. "Orang yang kamu cintai itu Nadine. Selama enam tahun terakhir, aku terlalu percaya diri sampai-sampai mengira kamu benar-benar mencintaiku. Sekarang, dia kehilangan suaminya dan kamu kehilangan istrimu. Akhirnya kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan.""Nggak, bukan begitu."Jari-jari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status