Share

Bab 6

Author: Yusi
Beberapa hari berikutnya, Lily tidur di kamar tamu. Begitu bangun, dia langsung pergi ke studionya.

Sang maestro sangat menekankan bakat murid-muridnya. Tiap kali datang, dia selalu mengharuskan mereka membawa karya terbaru. Waktu begitu sempit, sementara tugas juga berat.

Namun entah kenapa, belakangan ini Lily selalu merasa sangat lelah dan mengantuk. Sering kali ketika sedang memahat, tanpa sadar Lily tertidur.

Lily punya firasat yang tidak baik.

Keluar dari rumah sakit, Lily menatap hasil laporan medis yang datanya sudah jauh melampaui batas normal. Kaki Lily pun terasa lemas dan tubuhnya lunglai saat duduk di kursi.

Bagaimana ini bisa terjadi…

Ketika menikah, mereka sangat berharap untuk memiliki anak.

Namun, tak peduli dengan cara apa pun yang mereka coba, Lily tetap tidak bisa hamil.

Belakangan, karena Yoga khawatir Lily menjadi terlalu tertekan, Yoga pun mengatakan pada Lily untuk membiarkan semuanya berjalan apa adanya.

Selama ini, Lily mengira sudah tidak ada lagi harapan. Namun sekarang…

Tangan Lily mengusap perutnya. Matanya memerah. 'Nak, kamu datang di waktu yang nggak tepat.'

Ponsel di saku Lily berdering. Lily mengangkatnya. Terdengar suara riang di ujung telepon, "Lily, cepat ke sini. Ada kabar baik."

Begitu sampai di rumah mertuanya dan turun dari mobil, Lily langsung ditarik masuk.

Semua orang menunjukkan wajah bahagia. "Lily, Nadine hamil."

Lily langsung menoleh tajam ke arah dua orang yang duduk di sofa. Mustahil…

Detik berikutnya, terdengar suara Nadine yang berkata dengan malu-malu, "Bu, jangan asal bicara. Ini baru beberapa hari. Belum pasti. Aku bahkan belum periksa ke rumah sakit."

"Omong kosong. Mata Ibu ini nggak buta. Ibu sudah melahirkan dua anak. Masa masih bisa salah?"

Mendengar ucapan ibu mertuanya, Nadine langsung menundukkan kepalanya dengan malu, lalu memegangi perutnya.

"Lily, kakak iparmu sedang hamil. Nanti, kamu harus jaga dia baik-baik. Lagi pula, ini juga…"

Ibu mertuanya tidak melanjutkan kata-katanya. Namun, Lily sudah mengerti. Anak itu bukan hanya anak Nadine, tetapi juga anak suaminya, Yoga.

Yoga buru-buru menjawabnya, "Ibu, bukankah Ibu tahu Lily itu orang seperti apa? Lily pasti akan merawat Kak Nadine dengan baik."

"Ya, ya."

Seluruh keluarga larut dalam kebahagiaan karena kehamilan Nadine. Tak satu pun yang peduli pada perasaan Lily.

Lily tahu dia tidak bisa pergi saat ini. Oleh karena itu, Lily langsung naik ke lantai atas.

Setelah tidur siang, tiba-tiba perut Lily terasa mual. Lily pun berlari ke kamar mandi dan muntah tanpa henti.

"Lily, kamu kenapa?"

Tiba-tiba, terdengar suara seseorang dari belakang.

Lily menoleh dan melihat Nadine yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya. Dia pun menjawab dengan nada dingin, "Nggak apa-apa."

"Lily, aku tahu kamu selalu menyalahkanku. Tapi, ini bukan keinginanku. Semua ini permintaan ayah dan ibu mertua." Nadine mengelus perutnya. "Selain itu... ini juga karena Yoga bersedia."

Lily tidak ingin membahas hal ini dengan Nadine. Setelah berkumur dan mengelap sudut mulutnya, Lily pun langsung berjalan keluar.

"Aku tahu."

Saat mereka berpapasan, Nadine tiba-tiba menarik tangan Lily dengan kasar. Wajahnya terlihat bengis. "Lily, anak ini adalah satu-satunya anak yang kumiliki. Nggak ada yang boleh merebut kasih sayang darinya."

Lily tidak mengerti maksud Nadine dan hendak pergi. Namun, tiba-tiba dia melihat hasil pemeriksaannya ada di tangan Nadine.

Sebuah firasat buruk muncul di hati Lily. Lily pun segera menepis tangan Nadine, menutupi perutnya dan mundur beberapa langkah.

"Kamu mau apa?"

Melihat Lily menutupi perutnya, kecurigaan Nadine pun makin terbukti. "Lily, kamu nggak seharusnya hamil di saat seperti ini."

"Aku nggak bisa membiarkan siapa pun merebut kasih sayang Yoga dan anakku."

Jantung Lily berdegap kencang. Dia pun berbalik dan berlari keluar sambil berteriak keras.

"Yoga, Yoga."

Nadine mengejarnya dari belakang. "Jangan teriak-teriak. Barusan aku bilang mau manisan buah dan seluruh keluarga pergi membelikannya untukku."

"Lily, di hati mereka, akulah yang paling penting."

Lily menatap Nadine dengan waspada. "Nadine, aku nggak akan merebut apa pun darimu. Aku akan pergi. Yoga dan Keluarga Ferdian semuanya akan jadi milikmu."

Nadine tiba-tiba tertawa. "Pergi? Itu nggak cukup."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 24

    Setelah keluar dari rumah sakit, Yoga kembali menemui Lily. Melihat penolakan di mata Lily, Yoga pun buru-buru angkat bicara."Aku datang mencarimu kali ini karena ingin mengurus akta cerai bersama."Meskipun mereka sudah menandatangani surat perjanjian cerai, akta cerai resminya belum sempat mereka tanda tangan bersama.Secara hukum, mereka masih suami istri.Lily tidak menyangka Alex akan menyinggung masalah ini terlebih dahulu. Lily pun terkejut dan mengangkat kepalanya.Lily masih memikirkan kapan harus membicarakan masalah itu dengan Yoga. Namun, Lily tidak menyangka bahwa justru Yoga yang mengawali pembicaraan.Yoga merasakan tatapan Lily dan memalingkan wajahnya. Mata berkaca-kaca. "Lily, jangan melihatku. Aku takut, aku akan menyesal."Hanya Yoga yang tahu betapa sulitnya mengambil keputusan ini."Baiklah," jawab Lily.Di bulan Desember, hujan deras sudah mulai turun di dalam negeri. Lily langsung menghela napas lega, begitu selesai menandatangani namanya.Mereka berdua berjala

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 23

    Setelah menerima telepon tadi malam, Alex terus bertanya-tanya apa yang akan dikatakan Yoga kepadanya. Kini, setelah mendengar kalimat pertama yang diucapkan Yoga, Alex pun langsung tertawa.Alex perlahan mengangkat pandangannya. "Yoga, sebenarnya kamu menganggap Lily itu sebagai apa?"Yoga menjawab dengan santai, "Tentu saja sebagai istri.""Tampaknya di mata Pak Yoga, seorang istri adalah sesuatu yang bisa ditukar sesuka hati. Mengenai hal ini, maaf-maaf saja, aku nggak sependapat. Di mataku, Lily itu nggak ternilai harganya. Nggak ada satu hal pun yang bisa ditukar dengannya."Sambil membawa gelas kopinya. Alex menyesapnya sedikit, lalu berkata, "Kalau Pak Yoga nggak ada urusan lain, aku pamit dulu.""Lily suka sarapan buatanku. Sekarang, aku harus pulang untuk membuatkan sarapan.""Kalian tinggal bersama?"Yoga menatap Alex dengan mata penuh amarah. Tiba-tiba dia berdiri dan menarik kerah baju Alex. "Aku akan membunuhmu."Saat tinju Yoga hendak mendarat, pintu di luar tiba-tiba ter

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 22

    Wajah Yoga langsung memucat mendengar kata-kata Lily.Selama bertahun-tahun ini, ternyata dia tidak tahu jika Lily sebenarnya tidak alergi terhadap mangga. Hanya karena dirinya tidak menyukainya, Lily pun ikut-ikutan tidak memakannya.Lily menyantap kue mangga itu suap demi suap dan merasakan manisnya di mulutnya. Sudut matanya sedikit melengkung membentuk senyum saat dia memandang ke arah Alex di sampingnya. "Kue mangga ini benar-benar enak."Alex menunduk dan tersenyum penuh kasih. "Kalau enak, makanlah lebih banyak."Lily memandangi kue-kue lain di atas meja dengan sedikit bingung. "Tapi yang lain juga kelihatannya sangat enak."Lily ingin mencoba semuanya.Alex tanpa ragu mengambilkan masing-masing jenis kue untuk Lily, satu potong setiap jenisnya. Melihat piringnya yang kini penuh dengan berbagai kue, mata Lily pun membelalak. "Nanti aku jadi gemuk."Alex tertawa pelan, "Nggak akan."Lily menatap kue di tangannya dengan ragu. "Kalau begitu, aku makan sedikit saja, ya?""Oke," jawa

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 21

    Di ruang perjamuan, seseorang merangkul bahu Yoga. "Kak Yoga, kenapa kamu terlihat seperti ini? Bukankah kamu sudah menemukan istrimu? Kenapa masih terlihat nggak senang?"Wajah Yoga tetap muram. Dia menoleh dan melihat orang di sampingnya. "Kalau seseorang melakukan kesalahan, bagaimana caranya dia bisa memperbaiki kesalahannya untuk menebus diri?"Mendengar pertanyaan Yoga, orang-orang di dekatnya itu pun tertawa dan menatap Yoga dengan geli. "Kak Yoga, nggak nyangka kalau ternyata kamu juga mengalami hari seperti ini. Kenapa? Istrimu nggak mau ikut kamu pulang?""Kak Yoga, aku kasih saran padamu. Kamu harus lebih tegas. Langsung saja ikat istrimu dan bawa pulang. Lalu... waduh."Yoga mengerutkan kening mendengar seruan tiba-tiba dari orang di sebelahnya. Tepat di saat dia hendak angkat bicara, Yoga mendengar orang di sebelahnya berseru kaget, "Bukankah itu Kak Lily?"Yoga cepat-cepat menoleh. Ketika melihat orang yang masuk dari pintu, dia langsung terdiam di tempat.Lily mengenakan

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 20

    Lily menunduk, menatap tangan yang sedang menggenggam pergelangan tangannya.Tangan ini, dahulu pernah digenggamnya berkali-kali. Tiap kali itu terjadi, hati Lily selalu dipenuhi kebahagiaan.Namun, kini yang tersisa di hati Lily hanyalah rasa mual.Lily mengangkat tangannya dan tanpa ragu menepis tangan itu. "Pak Yoga, tolong jaga sikap."Yoga yang mendengar panggilan itu, langsung merasa tubuhnya lemah. Dia bahkan tidak mampu berdiri tegak. Yoga pun berkata dengan nada putus asa, "Lily, kamu masih mau menjaga di sisi ranjangku, itu pasti karena kamu masih mencintaiku, 'kan? Semua masalah yang terjadi karena kesalahanku. Aku akan berubah. Sungguh, aku akan berubah.""Kamu nggak suka Nadine, 'kan? Mulai sekarang, dia nggak akan pernah lagi muncul di hadapanmu, oke?"Yoga menatap Lily dengan penuh kerinduan, berharap Lily akan mencintainya seperti sebelumnya.Lily menundukkan pandangannya saat mendengarkan kata-kata Yoga. "Yoga, kapan kamu akan mengerti kalau orang yang benar-benar ngga

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 19

    Mendengar Lily menyebut Keluarga Ferdian dan Nadine, Yoga merasa seakan-akan ada sesuatu yang mencabik-cabik hatinya. Dengan panik, dia pun maju selangkah."Lily, aku tahu Keluarga Ferdian dan aku sudah banyak berutang padamu. Aku bersumpah, aku akan menebus semuanya dengan baik. Aku benar-benar akan menebus kesalahan itu. Aku nggak bisa hidup tanpamu."Suara Yoga bergetar dan dia menatap Lily dengan penuh kerinduan.Mendengar ucapan Yoga, Lily pun tersenyum sinis. "Yoga, apa karena terlalu lama bermain sandiwara, kamu sendiri jadi percaya kalau itu nyata?"Selama berhari-hari, kata-kata Yoga terus bergema di telinga Lily.Lily tidak pernah melupakannya sedetik pun.Lily mencemooh dirinya sendiri. "Orang yang kamu cintai itu Nadine. Selama enam tahun terakhir, aku terlalu percaya diri sampai-sampai mengira kamu benar-benar mencintaiku. Sekarang, dia kehilangan suaminya dan kamu kehilangan istrimu. Akhirnya kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan.""Nggak, bukan begitu."Jari-jari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status