Share

Bab 7

Penulis: Yusi
Melihat Nadine mendekat, Lily buru-buru berbalik dan berlari menuruni tangga.

Detik berikutnya, seseorang mendorong punggung Lily dengan keras. Tubuh Lily kehilangan kendali dan jatuh ke bawah, menghantam tangga dengan keras, lalu terus berguling ke bawah.

"Lily!!"

Terdengar suara ketakutan yang tidak jauh dari situ.

Di depan pintu, manisan buah yang dipegang Yoga terjatuh. Yoga pun langsung berlari kencang ke arah Lily.

"Ah!"

Tepat di saat Yoga hendak berlari menghampiri Lily, Nadine tiba-tiba berjongkok di lantai dan memeluk perutnya erat-erat.

"Yoga, perutku sangat sakit. Cepat bawa aku ke rumah sakit."

Langkah kaki Yoga langsung terhenti. Dia menoleh ke arah Lily yang tergeletak di lantai, lalu melihat Nadine yang berada tak jauh darinya. Yoga pun terlihat begitu bimbang.

Nadine kembali menjerit kesakitan. Detik berikutnya, tubuh Yoga melewati Lily, naik ke tangga dengan cepat, lalu langsung menggendong Nadine.

Saat melewati Lily, Yoga berkata dengan nada tergesa-gesa, "Lily, jangan bergerak dulu. Aku antar Kak Nadine ke rumah sakit. Aku segera kembali."

Begitu Yoga pergi, darah segar mulai mengalir dari bagian bawah tubuh Lily. Lily ketakutan setengah mati.

"Yoga, Yoga!"

Lily menangis dan berteriak sekuat tenaga.

Anaknya…

Anaknya…!

Mendengar tangisan Lily, langkah Yoga pun terhenti. Lily memiliki daya tahan yang sangat kuat. Yoga teringat saat Lily mengalami kecelakaan mobil sebelumnya, yang membuat beberapa tulang di tubuhnya patah. Yoga sangat ketakutan saat itu. Tangannya gemetar saat menyentuh Lily. Namun, Lily tetap tersenyum menenangkannya dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.

Yoga hendak berbalik ketika dia mendengar suara isak tangis di pelukannya. "Yoga, perutku sakit sekali. Anak kita, anak…"

Anak mereka tidak boleh kenapa-napa.

Sesaat kemudian, Yoga pun melangkah pergi tanpa penyesalan sedikit pun.

Lily terbaring di genangan darah dan menangis. Dia menahan rasa sakit yang luar biasa sambil perlahan-lahan menyeret tubuhnya. Darah mengalir deras dari bagian bawah tubuhnya dan meninggalkan jejak yang panjang. Dengan susah payah, Lily meraih ponsel yang tidak jauh darinya dan menghubungi ambulans.

Ambulans datang dengan sirene meraung-raung.

Dalam perjalanan kembali ke rumah sakit, tiba-tiba sebuah mobil menghalangi jalan di depan ambulans.

Petugas medis di dalam ambulans menjadi panik dan berteriak keras, "Mobil di depan, tolong beri jalan. Pemilik mobil dengan nomor 6547, tolong beri jalan."

Begitu mendengar angka "6547", Lily langsung berusaha membuka matanya dengan sekuat tenaga.

Itu mobil Yoga.

Pada saat yang sama, Yoga yang berada di depan juga mendengar suara sirene ambulans dari belakang dan bersiap hendak memberi jalan. Namun, Nadine di sampingnya justru menangis makin keras. Lalu, dengan membulatkan tekad, Yoga justru menginjak pedal gas dalam-dalam dan sama sekali tidak peduli pada suara klakson ambulans di belakang yang meraung-raung.

"Dokter Zoya, ini mengerikan. Pendarahan pasien nggak kunjung berhenti. Apa yang harus kita lakukan?"

Mendengar keributan perawat itu, dokter tersebut buru-buru mendekat. Melihat darah yang terus mengalir dari balik kain pemisah warna biru di ranjang pasien, dokter itu pun langsung menjadi terkejut. "Kita harus segera melakukan operasi."

"Tapi mobil di depan nggak kasih jalan. Apa yang harus kita lakukan?"

Dokter itu juga ikut panik. Namun, ketika sopir ambulans mendengar bahwa situasi sudah sangat genting, dia tidak peduli lagi dan segera menerobos lalu lintas. Sopir itu menyelinap di antara kendaraan lain, hingga akhirnya berhasil keluar.

Sesampainya di rumah sakit, Lily baru saja didorong masuk, ketika Yoga masuk terburu-buru sambil menopang Nadine. Sebelum Yoga sempat bicara, tiba-tiba terdengar suara.

"Pasien bernama Lily Ginanjar mengalami keguguran dan pendarahan hebat. Apa ada keluarga yang mendampingi?"

...

Di rumah sakit.

Lily membuka matanya dan refleks langsung meraba perutnya.

Detik berikutnya, jari-jari Lily digenggam erat dan terdengar suara yang tersendat karena tangis, "Lily, semua ini salahku. Mulai sekarang, aku akan menebus semuanya padamu."

Lily menoleh dan menatap Yoga yang berwajah pucat di sampingnya. Bayangan saat dia melihat Yoga menggendong Nadine dan pergi, kembali memenuhi pikiran Lily dan tidak bisa dikendalikan. Jari-jari Lily gemetar. Kemudian, Lily menarik tangannya kembali.

Lily sudah tahu hasilnya.

Anaknya, anak yang baru sehari dia ketahui keberadaannya…

Air mata Lily mengalir tanpa bisa dihentikan. Di sampingnya, Yoga berkata dengan suara tersendat, "Lily, kita masih bisa punya anak lagi."

Ya, Lily memang masih bisa punya anak, tetapi tidak lagi dengan Yoga.

Lily membuka matanya dan menatap Yoga. "Mana Nadine?"

Yoga membalas tatapan Lily dan terlihat bingung. "Dia, dia sedang istirahat. Lily, soal ini juga bukan sepenuhnya salah Kak Nadine. Kalian berdua bertengkar dan dia juga nggak sengaja."

"Dia sekarang sedang hamil dan nggak boleh emosi. Kamu sudah kehilangan anak kita. Tapi, kita nggak bisa biarkan Kak Nadine juga kehilangan bayinya."

Mendengar Yoga yang pada saat seperti ini masih saja melindungi Nadine, hati Lily terasa sakit hingga berdenyut tiada henti. Suaranya bergetar karena emosi. "Yoga, ini anak kita. Anak kita satu-satunya."

Anak yang pernah mereka tunggu-tunggu dengan penuh harap itu, bahkan belum genap tiga bulan dia ada di dunia ini.

"Aku tahu, aku tahu."

Yoga berlari mendekati Lily dan memeluknya erat-erat. "Semua ini salahku. Semua salahku."

"Tapi, Kak Nadine benar-benar nggak sengaja. Lily, jangan salahkan dia. Dia seperti itu karena sedang hamil. Hormon dalam tubuhnya nggak stabil. Tolong maafkan dia, ya? Atau biar aku yang menebus semuanya. Apa pun yang kamu mau, akan aku berikan asal kamu bisa memaafkannya."

Melihat Yoga yang masih terus membela Nadine, semua kata-kata Lily langsung tercekat menjadi isak tangis.

Air matanya mengalir deras.

Harusnya, dia tidak pernah menaruh harapan apa pun pada Yoga.

Yoga masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi tiba-tiba ponselnya berdering.

Saat mengangkat telepon tersebut, terdengar suara Nadine dari ujung telepon, "Yoga, perutku sakit lagi. Kamu di mana?"

Kali ini, sebelum Yoga bisa berkata-kata, Lily sudah terlebih dahulu berkata, "Pergilah."

Melihat Lily yang seperti itu, Yoga tidak tahu harus berkata apa untuk menghiburnya. Entah kenapa, Yoga merasa jika Lily makin lama, makin menjauh darinya.

Sebelum pergi, Yoga menggenggam tangan Lily dan berulang kali berkata, "Tunggu aku kembali."

Begitu Yoga pergi, Lily langsung bangkit dari tempat tidur. Baru saja duduk, seorang perawat buru-buru masuk dan menahannya.

"Kamu baru saja menjalani operasi pengangkatan rahim. Tubuhmu belum pulih. Jangan sembarangan bergerak."

Pengangkatan rahim?

Lily merasa seperti tersambar petir. Dia duduk terpaku di sana dengan pikiran kosong.

Dia sudah tidak punya rahim lagi. Mulai sekarang, dia tidak akan pernah bisa punya anak lagi…

Perawat itu berkata dengan nada tidak tega, "Memang terlambat. Seandainya sampai di rumah sakit sedikit lebih awal, semuanya pasti baik-baik saja."

Seandainya sampai di rumah sakit sedikit lebih awal…

Lily tiba-tiba teringat pelat nomor yang disebutkan dokter di dalam ambulans. Air matanya langsung menetes seperti hujan.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 24

    Setelah keluar dari rumah sakit, Yoga kembali menemui Lily. Melihat penolakan di mata Lily, Yoga pun buru-buru angkat bicara."Aku datang mencarimu kali ini karena ingin mengurus akta cerai bersama."Meskipun mereka sudah menandatangani surat perjanjian cerai, akta cerai resminya belum sempat mereka tanda tangan bersama.Secara hukum, mereka masih suami istri.Lily tidak menyangka Alex akan menyinggung masalah ini terlebih dahulu. Lily pun terkejut dan mengangkat kepalanya.Lily masih memikirkan kapan harus membicarakan masalah itu dengan Yoga. Namun, Lily tidak menyangka bahwa justru Yoga yang mengawali pembicaraan.Yoga merasakan tatapan Lily dan memalingkan wajahnya. Mata berkaca-kaca. "Lily, jangan melihatku. Aku takut, aku akan menyesal."Hanya Yoga yang tahu betapa sulitnya mengambil keputusan ini."Baiklah," jawab Lily.Di bulan Desember, hujan deras sudah mulai turun di dalam negeri. Lily langsung menghela napas lega, begitu selesai menandatangani namanya.Mereka berdua berjala

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 23

    Setelah menerima telepon tadi malam, Alex terus bertanya-tanya apa yang akan dikatakan Yoga kepadanya. Kini, setelah mendengar kalimat pertama yang diucapkan Yoga, Alex pun langsung tertawa.Alex perlahan mengangkat pandangannya. "Yoga, sebenarnya kamu menganggap Lily itu sebagai apa?"Yoga menjawab dengan santai, "Tentu saja sebagai istri.""Tampaknya di mata Pak Yoga, seorang istri adalah sesuatu yang bisa ditukar sesuka hati. Mengenai hal ini, maaf-maaf saja, aku nggak sependapat. Di mataku, Lily itu nggak ternilai harganya. Nggak ada satu hal pun yang bisa ditukar dengannya."Sambil membawa gelas kopinya. Alex menyesapnya sedikit, lalu berkata, "Kalau Pak Yoga nggak ada urusan lain, aku pamit dulu.""Lily suka sarapan buatanku. Sekarang, aku harus pulang untuk membuatkan sarapan.""Kalian tinggal bersama?"Yoga menatap Alex dengan mata penuh amarah. Tiba-tiba dia berdiri dan menarik kerah baju Alex. "Aku akan membunuhmu."Saat tinju Yoga hendak mendarat, pintu di luar tiba-tiba ter

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 22

    Wajah Yoga langsung memucat mendengar kata-kata Lily.Selama bertahun-tahun ini, ternyata dia tidak tahu jika Lily sebenarnya tidak alergi terhadap mangga. Hanya karena dirinya tidak menyukainya, Lily pun ikut-ikutan tidak memakannya.Lily menyantap kue mangga itu suap demi suap dan merasakan manisnya di mulutnya. Sudut matanya sedikit melengkung membentuk senyum saat dia memandang ke arah Alex di sampingnya. "Kue mangga ini benar-benar enak."Alex menunduk dan tersenyum penuh kasih. "Kalau enak, makanlah lebih banyak."Lily memandangi kue-kue lain di atas meja dengan sedikit bingung. "Tapi yang lain juga kelihatannya sangat enak."Lily ingin mencoba semuanya.Alex tanpa ragu mengambilkan masing-masing jenis kue untuk Lily, satu potong setiap jenisnya. Melihat piringnya yang kini penuh dengan berbagai kue, mata Lily pun membelalak. "Nanti aku jadi gemuk."Alex tertawa pelan, "Nggak akan."Lily menatap kue di tangannya dengan ragu. "Kalau begitu, aku makan sedikit saja, ya?""Oke," jawa

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 21

    Di ruang perjamuan, seseorang merangkul bahu Yoga. "Kak Yoga, kenapa kamu terlihat seperti ini? Bukankah kamu sudah menemukan istrimu? Kenapa masih terlihat nggak senang?"Wajah Yoga tetap muram. Dia menoleh dan melihat orang di sampingnya. "Kalau seseorang melakukan kesalahan, bagaimana caranya dia bisa memperbaiki kesalahannya untuk menebus diri?"Mendengar pertanyaan Yoga, orang-orang di dekatnya itu pun tertawa dan menatap Yoga dengan geli. "Kak Yoga, nggak nyangka kalau ternyata kamu juga mengalami hari seperti ini. Kenapa? Istrimu nggak mau ikut kamu pulang?""Kak Yoga, aku kasih saran padamu. Kamu harus lebih tegas. Langsung saja ikat istrimu dan bawa pulang. Lalu... waduh."Yoga mengerutkan kening mendengar seruan tiba-tiba dari orang di sebelahnya. Tepat di saat dia hendak angkat bicara, Yoga mendengar orang di sebelahnya berseru kaget, "Bukankah itu Kak Lily?"Yoga cepat-cepat menoleh. Ketika melihat orang yang masuk dari pintu, dia langsung terdiam di tempat.Lily mengenakan

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 20

    Lily menunduk, menatap tangan yang sedang menggenggam pergelangan tangannya.Tangan ini, dahulu pernah digenggamnya berkali-kali. Tiap kali itu terjadi, hati Lily selalu dipenuhi kebahagiaan.Namun, kini yang tersisa di hati Lily hanyalah rasa mual.Lily mengangkat tangannya dan tanpa ragu menepis tangan itu. "Pak Yoga, tolong jaga sikap."Yoga yang mendengar panggilan itu, langsung merasa tubuhnya lemah. Dia bahkan tidak mampu berdiri tegak. Yoga pun berkata dengan nada putus asa, "Lily, kamu masih mau menjaga di sisi ranjangku, itu pasti karena kamu masih mencintaiku, 'kan? Semua masalah yang terjadi karena kesalahanku. Aku akan berubah. Sungguh, aku akan berubah.""Kamu nggak suka Nadine, 'kan? Mulai sekarang, dia nggak akan pernah lagi muncul di hadapanmu, oke?"Yoga menatap Lily dengan penuh kerinduan, berharap Lily akan mencintainya seperti sebelumnya.Lily menundukkan pandangannya saat mendengarkan kata-kata Yoga. "Yoga, kapan kamu akan mengerti kalau orang yang benar-benar ngga

  • Mulai Sekarang, Aku Tak Menanti Lagi   Bab 19

    Mendengar Lily menyebut Keluarga Ferdian dan Nadine, Yoga merasa seakan-akan ada sesuatu yang mencabik-cabik hatinya. Dengan panik, dia pun maju selangkah."Lily, aku tahu Keluarga Ferdian dan aku sudah banyak berutang padamu. Aku bersumpah, aku akan menebus semuanya dengan baik. Aku benar-benar akan menebus kesalahan itu. Aku nggak bisa hidup tanpamu."Suara Yoga bergetar dan dia menatap Lily dengan penuh kerinduan.Mendengar ucapan Yoga, Lily pun tersenyum sinis. "Yoga, apa karena terlalu lama bermain sandiwara, kamu sendiri jadi percaya kalau itu nyata?"Selama berhari-hari, kata-kata Yoga terus bergema di telinga Lily.Lily tidak pernah melupakannya sedetik pun.Lily mencemooh dirinya sendiri. "Orang yang kamu cintai itu Nadine. Selama enam tahun terakhir, aku terlalu percaya diri sampai-sampai mengira kamu benar-benar mencintaiku. Sekarang, dia kehilangan suaminya dan kamu kehilangan istrimu. Akhirnya kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan.""Nggak, bukan begitu."Jari-jari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status