Hari ini adalah Jumat, akan ada ujian penting hari ini dan terpaksa aku masuk kuliah—kemarin aku benar-benar tidur seharian. Sebenarnya aku tak terlalu fit hari ini, tapi apa boleh buat karena quiz hari ini adalah quiz terakhir sebelum ujian semester.
Aku nekat berangkat. Aku mengambil celana bahan longgar dengan blouse berwarna hitam, kupakai kembali jaket super tebalku yang memiliki hoodie, setidaknya tubuh dan leherku terasa hangat. Aku berjalan kaki ke kampus, aku tahu jalur cepat dan hanya akan memakan waktu sepuluh menit berjalan kaki, melewati kampung bergang sempit.
"Hem! Kau ke mana kemarin? Kenapa ponselmu tak diangkat!" omel seorang perempuan yang menyambutku di gerbang kampus. Ia memakai setelah serba pink, entah itu brand dari fashion house mana.
"Sakit," jawabku irit. "Ponselku hilang, waktu aku ke downtown untuk membeli peralatan lukis, aku dicopet."
"Jangan bilang kau marah denganku! Yang berulah kan David, jangan aku yang jadi sasaran. Kalau ponselmu hilang, kenapa tak langsung beli?" protesnya lagi.
Aku berjalan masuk menuju fakultasku membiarkan Lindsay berjalan di belakangku sambil menggerutu. "Aku sakit, Linds, malas berdebat!" ucapku malas. "Oh ya, aku tidak membeli ponsel karena aku orang miskin, remember?" jawabku santai.
"Lalu aku nanti harus hadir appointment mencicipi kue dengan siapa kalau kau sakit?" protesnya lagi.
Ah ya, aku baru ingat, Lindsay pernah bilang dia ada pertemuan untuk mencicipi kue, sebuah acara penting dan menarik, khususnya untukku, tapi dengan keadaanku seperti ini sepertinya aku akan berucap, 'Pass'.
"Masih ada Lili, Rowena, dan Gracia, mereka sahabatmu juga kan? Lagi pula mereka sudah komplain karena mereka merasa 'kurang dilibatkan' dalam acara besarmu," jawabku menoleh ke belakang.
"Huft... gara-gara David! Aku akan menghajarnya nanti!" geram Lindsay kesal.
"Pastikan kau meng-castrate kemaluannya... demi kepuasanku!" jawabku tersenyum sinis.
***
Kuliah hari ini berhasil kulewati, quiz itu juga lumayan bisa kujawab. Kuliahku tinggal esok lalu libur minggu tenang dan ujian semester. Ah, setelah itu aku akan pulang kampung ke rumah orang tuaku. Menghirup udara Texas yang kering dan panas. Aku tertawa sangat sarkas. Karena kenyataannya aku terlalu miskin untuk pulang ke Texas.
Dosen metodologi penelitianku tadi bersikap sedikit kurang ajar denganku. Di dalam kelas yang ia awasi, ia sengaja berdiri di belakangku sepanjang waktu. Dan aku baru sadar kalau aku memakai sebuah kaus berbelahan dada sedikit rendah. Dasar pervert! Selama aku mengerjakan ujian, ia cuci mata melihat belahan dadaku.
"Rose, kau sudah nggak ada ujian lagi, kan?" tanya Lindsay. Saat ini kami sedang berada di kantintadi pagi ia memintaku menemuinya di sini saat jam istirahat.
"Masih ada satu Matkul. Kenapa memang?" tanyaku seraya menyeruput sebuah lemon juice dingin yang dibelikan oleh Lindsay.
"Okay, kalau gitu aku tunggu kau pulang," ucap Lindsay menatapku mantap.
"Why?" tanyaku curgia.
"Cake tasting!"
Aku mengembuskan napas kesal. "Kan sudah kubilang beberapa waktu yang lalu, kau bisa ajak yang lain, Linds!" ucapku. Bukan aku tak mau mengantarkannya mempersiapkan hari besarnya, tapi cake tasting… pasti akan ada David di sana karena pria busuk itu yang akan membayar semuanya.
"Aku maunya sama kamu, Rose. Mereka kurang asyik diajak diskusi urusan ini!" ucap Lindsay memberi alasan.
"Wait... wait..." aku berhenti dari aktivitasku menyeruput minuman nikmat dengan kesan kecut dan segar di depanku. "Kau memaksa aku ikut karena urusan kue, begitu? Menurutmu aku yang paling pas menemanimu, gitu?" tanyaku dengan nada sakit hati. Kenapa sahabatku juga memperlakukanku seperti ini? Aku menangis dalam hati.
"No... hell, no! Kenapa kau berpikiran seperti itu sih? Ini gara-gara David! Aku nggak maksud gitu, Rose... jujur deh!" rengeknya.
"The answer is still no! Aku ada pertunjukan lukisan jalanan, dan aku mau memajang lukisanku... mungkin saja laku, lumayan untuk makan minggu ini," jawabku ketus.
Lindsay sepertinya kehabisan kata-kata. Ia tahu betul, walaupun ia ingin memberikanku uang untuk menunjang hidupku yang sulit ini, aku takkan mau menerimanya.
"Berapa lukisan yang akan kau jual?" tanyanya lagi.
"Satu. Aku tak sanggup membeli kanvas dan semua catnya karena harganya terlalu mahal. Jadi aku cuma membuat satu lukisan saja dan semoga saja laku mahal," jawabku sambil berdoa. Lukisan itu adalah harapan hidupku minggu depan, karena menurut e-mail yang kuterima, beasiswaku baru cair dua minggu lagi, sedangkan uang yang ada di tasku tinggal lima puluh dolar.
"Setelah acara itu, kau free?"
Aku mengangguk kecil.
"Kalau begitu... aku menunggumu sampai lukisanmu terjual, lalu kita pergi ke cake tasting, ya? Please, please. Aku ikut berdoa agar lukisanmu laku paling mahal," rengek Lindsay memegang kedua tanganku di atas meja.
"Hmm, lihat besok saja," jawabku asal. Lalu sekarang aku berharap lukisanku terjual paling terakhir, agar aku tak harus pergi dengan Lindsay. Aku mempertanyakan kepada Tuhan, kenapa orang sebaik Lindsay memiliki kakak bermulut ular seperti David Robinson, manusia tanpa lemak yang hobi menjual tubuh bercelana dalamnya?
Apa aku sudah bilang? Kalau David dikontrak menjadi brand ambassador sebuah celana dalam branded dunia? Jadi akan sangat sering melihat tubuhnya yang hanya bercelana dalam hitam berlenggak-lenggok di layar televisi, sungguh menjijikkan.
Lindsay mendapatkan happy endingnya. Sehari setelah resepsi pernikahanku di Brazil, ia melangsungjan resepsi pernikahannya di hari berikutnya..di tempat yang sama…sama meriahnya dengan dirinya berbalut gaun indah dan mempesona. Lindsay menjalani pernikahannya dengan indah..ia dan Lucas berlibur ke beberapa pulau eksotis seperti Maldies, Bali dan Jeju…untuk bulan madu mereka. Mereka baru berhenti berpergian untuk bulan madu, saat Lindsay postif hamil dua bulan kemudian. Bukankah itu sangat enak? Lindsay maksudku, ia bisa mendapatkan bulan madunya selama dua bulan, traveling ke tempat indah..sebelum cooling down di Vegas karena hamil. Sementara aku, sejak pernikahanku… aku tak boleh berpergian kemanapun menggunakan persawat… karena kehamilanku, tentu saja. Perutku sudah sangat besar…bahkan aku tak bisa tidur dengan terlentang lagi… aku hamil anak kembar lagi! Dave dengan sperma yang seperti Sparta! Bagaiamana mungkin ia menggunakan kondom dan masih bisa membuatku hamil
Hal yang paling menyebalkan di dunia adalah menunggu. Aku berada di aula depan kastil kami di Brazil… menghadiri pernikahan super megah dari Dave dan Rose. Ya mereka akhirnya akan menikah, setelah diketahui Rose sedang mengandung anak Dave, mungkin hari ini adalah usia kandungannya yang ke delapan minggu. Seharusnya ini adalah upacara pernikahanku… namun semua itu akhirnya ditunda karena Dave lebih memiliki alasan urgensi. Sementara aku dan Lucas masih berjarak tempat..ia masih di Guatemala.Lucas kemarin malam berjanji akan datang, ia berusaha akan datang…menyelesaikan semua urusannya di sana…dan terbang di penerbangan pertama. Aku sampai sekarang belum bertemu dengannya, padahal acara sebentar lagi akan dimulai. Agh… kenapa ayah menjadi sangat menyebalkan..aku menyesal karena ak ikut dengan Lucas ke Guatemala, bahkan kami belum melaksanakan malam pertama kami. Damn it! Aku sudah protes kepada ayah, dan ia hanya menjawab bahwa Lucas belum m
Aku tak menerimanya, mataku memandang lurus ke arah matanya yang memohon."Aku tak suka susu." Jawabku ketus. "I just wanna sleep...in peace! Tak bisakah aku tidur?""Kau boleh tidur setelah meminum ini, kau muntah dan kehilangan tenaga...please Rose!""Kalau ini semua akibatmu, kenapa aku yang harus merasa susah.""Aku menderita saat tahu kau hamil dan kehilangan anak kita setelahnya, aku sering bermimpi dua anak lelaki lucu yang memiliki wajahmu dan warna rambutku... Rose..Mereka anak kita yang meninggal... Aku selalu menangis saat bangun tidur saat bermimpi mereka..jika saja semua baik-baik...mereka mungkin sudah lahir dan sangat menggemaskan..." Ia seperti orang yang meratap. Aku bisa melihat kesedihan dalam wajahnya.Kalau ia sudah seperti ini, aku tak bisa lagi mengelak. Akhirnya aku meminum habis susu itu, dan ia tersenyum lebar. Setelah meletakkan gelas susu itu..ia menunduk dan mencium perutku yang masih datar."Sehat terus... anak-
Aku menghabiskan waktu dua hari lagi di pantai yang sama dimana Dave dan aku kembali bersama. Ya.. aku sudah yakin dengan keputusan itu. Sejak saat itu juga, Dave memindahkan semua barang-barangnya ke kamar yang sama denganku."Persetan dengan penunggu kamar pojok! Aku tak mau lagi tinggal di kamar itu. Aku rela membeli berdus-dus kondom kalau perlu." Ucapnya suatu malam, saat aku memaksanya kembali ke kamar. Tentu saja ia mengatakannya dengan tenang dan penuh senyum. Yang ada di kepalanya adalah urusan ranjang. Thats it!"The condom part... Is actually not included!" Jawabku malas. Aku sedang berbalas pesan dengan Lindsay."It is! Tentu saja...! Apa mulai sekarang aku bisa melakukannya tanpa kondom?!"Pft... Ia terus mengulanginya. Ia sengaja membicarakan hal semacam itu agar ia mendapatkan jalur mulus melancarkan aksinya. Biasanya aku selalu terperdaya.Aku diam, malas membalas. Bahkan rambutku belum kering dari kejadian di kamar mandi baru
Ia melepaskan ciumannya, memangku dengan serius. "Be mine... Aku tak mau menunggu...now! Be mine! Linds... Please! Marry me!""Bukankah kau memang sudah jadi suamiku?" Jawabku masih terengah."Kau masih marah? Aku melakukannya hanya karena aku menginginkanmu...so bad Linds... Aku tak bisa melihat kau dengan pria lain." Ucapnya lagi."Hmm...""Kau boleh menghukumku.. apapun itu, tapi... Nikahi aku dulu...""Apa aku bisa menolak?" Tanyaku."No.. aku akan membawamu langsung ke altar.. saat ini..detik ini!" Ucapnya. Ia meletakkanku ke kursiku semula.Ia menyetir mobil dengan cepat. Aku hanya diam.. masih setengah shock dengan welcome kiss dari Lucas. Ia bilang mau menikah sekarang juga? Semoga saja ia hanya bercanda.Sepuluh menit berikutnya kami berada di parkiran sebuah capel. Ia tak bercanda!"Lucas!" Protesku."Please..Linds... I can't... Just can't stand it anymore!" Pintanya dengan sungguh-sungguh.
Aku masih tak percaya dengan apa yang Dave barusan bilang. Jadi dia dan Rose bersama?! Bagaimana bisa?! Apa jangan-jangan Dave menggunakan dukun untuk memantrai Jen? Ini di luar akal sehat?! Bahkan aku adiknya saja tak percaya Dave dan Rose akan bersama. Satu karena Rose dan Dave tidak satu kutub...mereka berlawanan, dua karena ada Louis?! Bagaimana bisa Rose meninggalkan Louis?!Aku ingin bicara langsung dengan Rose.. memastikan. Apa yang dikatakan oleh Dave benar. Tapi setiap kali aku meneleponnya kembali, nomor itu tidak diaktifkan.Nonna masuk ke dalam kamar, dengan segelas tehnya..sebuah teh dengan gelas elegan dari dinasti kuno. Mungkin dari dinasti Ming? Entahlah.. yang jelas itu adalah cangkir berharga lebih dari 15000USD dan selalu dibawa kemana-mana oleh Nonna. Rasa tehnya akan hambar kalau diseduh di gelas biasa. Huh the perks of being rich right?!"Linds..." Sapa Nonna dengan wajah senyum elegannya. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela..meminum t