Share

Bab 11. Sang Pelepas Dahaga

Kei membersihkan diri di toilet, dan mematut wajah cantiknya di kaca. Sebuah senyum puas tersungging di sudut bibirnya. Ia sangat bahagia bisa bersama Raga lagi. Entah sudah berapa kali ia mencoba menghubungi Raga dan ingin bertemu dengannya, tapi ia selalu punya alasan untuk menolak. Setelah enam bulan ia menahan diri, kini laki-laki itu menginginkannya kembali. Kei yakin Raga tengah memiliki masalah.

 

Namun, itu tak mengganggu kebahagiaan dan hasratnya untuk melayani Raga. Sebaliknya ia bertekad menjadikan momen ini langkah awal membawa Raga kembali ke dalam pelukannya. Ia akan membuat laki-laki itu tidak akan melupakannya begitu saja. Ia masih memiliki hadiah-hadiah menarik untuk Raga.

 

Meskipun kali ini Raga membutuhkan karena sedang ada persoalan, baginya tak masalah. Bisa kembali menginjakkan kaki di apartemen ini dan merasakan kegarangan Raga di ranjang sudah menjadi kepuasan tersendiri baginya. Raga yang selalu tampak serius dan dingin benar-benar berbeda saat sedang bercinta. Ia memiliki stamina yang membuat Kei mabuk kepayang. Ia sangat ekspresif dan liar, membuat Kei tergila-gila. Gadis itu selalu dan selalu ingin datang ke apartemennya. Namun Raga sangat sulit untuk ditaklukkan.

 

“Sekarang tidak saatnya mempersoalkan hal yang tidak penting.” Ia bergumam sambil menyemprotkan parfum di beberapa bagian tubuhnya.

 

Ia kembali ke ranjang, berbaring di samping Raga, dan menatap wajah tampan itu dengan hasrat yang seakan tak pernah tuntas. Ia tak sabar menunggu Raga terbangun. Ia ingin memberikan surga dunia terindah untuk laki-laki yang membuatnya senantiasa menunggu untuk diundang.

 

Dengan lembut, ia kembali mengecup bibir Raga dan bergerak menjelajahi laki-laki itu.

 

“Hmmm… kamu gak istirahat, Kei” Ia bergumam sambil merengkuh kepala Kei.

 

“Aku masih kepengen, sayang.” Kei berbisik di kuping Raga. “Aku mau lagi. Aku kangen banget sama kamu. Aku mau kamu lagi, sayang.” Ia bergerak dan melakukan aksi-aksi dengan keahlian tingkat tinggi. Kei terus melancarkan serangan hingga membuat Raga terbangun dan dengan kalap kembali mengimbangi aksinya gilanya. Hilang sudah kantuk dan lelah.

 

“Arrghh… gadis kecil. Kamu benar-benar nakal.” Raga mulai bereaksi atas perlakuan Kei.

Ia tak lagi memikirkan apapun. Saat itu hanya Kei yang mengisi seluruh pikirannya. Sensasi gerakan tangan dan mulut Kei membuat ia meracau tak karuan. Gadis itu benar-benar ahli bermain-main dengan miliknya. Kei membuatnya terbang. Totalitas Kei membuatnya mabuk kepayang. Tak tahan, ia menarik gadis itu dan membalikkan tubuhnya dengan kasar. Lalu dengan hentakan-hentakan kuat yang membuat Kei berkali-kali terbang melayang dengan rintihan yang membuat Raga kian menggila. Ruangan seketika menjadi panas. Mereka terus bergerak, mencari cara mencapai puncak nirwana.

 

Setelah beberapa saat kamar kembali sunyi. Keduanya terkapar dengan raut wajah penuh kemenangan.

 

***

Sepuluh menit kemudian Kei terbangun. Ia mengumpulkan pakaian yang berserakan dan mengenakannya. Ia lapar. Energinya terkuras. Perlahan ia beranjak keluar kamar dan menuju dapur. Ia ingin membuatkan Raga makanan.

 

Dengan bersenandung kecil, Kei sibuk menyiapkan makanan di dapur.

 

“Aku benar-benar ingin menjadi milik kamu, Raga.” Ia membatin teringat petualangan mereka barusan.

 

“Meskipun aku sudah banyak mengenal laki-laki, tapi kamu benar-benar istimewa.”

Ia yang terhanyut dalam lamunan, tidak menyadari kehadiran Raga yang menyusul ke dapur.

 

“Bikin apa, Kei?”

 

Ia kaget. “Hei, sayang. Udah bangun? Aku mau bikin omelet. Kamu mau gak?”

 

“Boleh.”

 

Raga yang hanya menggunakan celana pendek, berjalan menuju sofa. Ia merebahkan diri dengan mata mengarah ke dapur, menatap gadis yang tengah bahagia menyiapkan makanan untuknya.

 

“Kamu sangat cantik Kei. Kamu juga sangat ahli di ranjang. Tapi cuma hasrat itu yang aku punya untukmu.” Ia bergumam dalam hati memperhatikan Kei yang hanya memakai kemeja. Tubuh indah gadis itu sangat menggairahkan. Namun tak ada cinta untuknya.

 

Sejenak timbul rasa kasihan. Raga tahu, Kei sangat ingin menjadi kekasihnya. Tetapi Kei tak mampu menyentuh rasa terdalamnya. Baginya gadis itu hanya istimewa saat di ranjang. Sangat berbeda dengan rasa yang ia miliki untuk Nesa.

 

Teringat Nesa, ia dihinggapi rasa bersalah. Namun persoalan pelik yang tengah mereka hadapi tidak memungkinkan ia bertemu Nesa. Ia ingin sejenak menjaga jarak agar mampu berpikir tenang. Tekanan yang sedang menyiksanya butuh pelampiasan. Jika dalam kondisi ini ia bersama Nesa, bisa-bisa gadis itu makin menjauh darinya.

 

Jika boleh memilih, ia ingin Nesa yang saat ini berada di dapur dan menyiapkan makanan untuknya. Namun gadis itu sangat sulit untuk diajak bersenang-senang. Tubuhnya yang selalu menegang tiap kali Raga mencoba memberinya sentuhan gairah, membuat Raga selalu menarik kembali niatnya. Ia harus sabar saat bersama Nesa. Namun ia yakin, suatu hari Nesa pun pasti akan menjadi miliknya. Ia hanya perlu waktu untuk mengurai persoalan satu persatu agar tidak semakin kusut. Saat ini ia butuh keleluasaan untuk berpikir.

 

“Taraaa…. Ini dia omelet hasil karya cheff Kei yang cantik dan seksi.” Tiba-tiba suara Kei mengagetkan lamunannya. “Kamu mau makan di meja sini atau kubawain ke sana, yank.”

 

“Aku ke sana.” Raga beranjak menuju meja makan.

 

“Aku suapin ya.” Kei menatapnya dengan mata berbinar.

 

“Gak usah. Lagian masih panas kan?”

 

“Iya. Mau aku bikinin minuman apa?”

 

“Kopi boleh.”

 

“Siap.” Kei bergegas ke dapur untuk membuatkan Raga segelas kopi kesukaannya. Kei yang sering ke apartemen Raga, sudah hapal tempat ia menyimpan peralatan dan barang-barangnya.

 

Mata Raga mengikuti setiap gerakan gadis yang tengah bahagia itu.

 

Tak lama ia membawakan kopi kesukaan Raga.

 

“Sayang, malam ini aku boleh nginap di sini, ya?” Tiba-tiba ia mengagetkan Raga dengan pertanyaan yang tak pernah terpikir oleh laki-laki itu. Meskipun Kei sering ke apartemennya, tetapi selama ini belum pernah menginap. Ia selalu pulang setelah mereka selesai bersenang-senang. Kini, di saat ia telah memiliki Nesa, Kei justru ingin menginap di tempatnya. Ia tak bisa membayangkan jika Nesa tahu. Sekarang saja ia khawatir jika Nesa mengendus hubungannya dengan Kei.

 

Sejenak Raga terdiam. Tak tahu harus menjawab bagaimana.

 

“Boleh yaaa…. Please….. Aku pengen nginap semalam di sini. Kali ini aja. Ya… Please…. “ Kei menatapnya penuh harap. Raga dilanda rasa bimbang.

 

“Tapi aku sedang banyak kerjaan, Kei.”

 

“Aku gak bakal ganggu kamu kok. Janji.” Kei menunjukkan jari kelingkingnya dengan manja.

“Ayo dong, Raga sayang…. Boleh yaaa…..yaa… nanti aku pijitin kamu deh, kalo udah selesai kerja. Aku jamin kamu gak bakal nyesal deh kalo aku nginap.“ Tawarannya benar-benar membuat Raga maju mundur antara menerima atau menolak. Membayangkan Kei menginap dan melalui malam panjang bersamanya membuat Raga kembali bergairah. Seketika pikiran jernihnya tertutup kabut hasrat mendengar godaan Kei yang sangat menjanjikan. Nesa tiba-tiba hilang dari pikirannya.

 

“Tapi kamu kan gak bawa pakaian, Kei.” Ia berusaha tenang.

 

“Ih, aku gak butuh pakaian kali kalo cuma di dalam rumah.” Ia mengedipkan mata nakal ke arah Raga yang tampak semakin bimbang. “Ya .. ya … ya ….. boleh ya…“ Kei yang melihat perubahan wajah Raga, tidak mau mundur. “Perjuangan segera dimulai.” Ia tersenyum dalam hati dengan penuh kemenangan.

 

Dengan gerakan gemulai ia mendekati Raga dan memeluk leher laki-laki itu sehingga membuat Raga semakin sulit menolak keinginannya.

 

Belum sempat Raga menjawab, tiba-tiba ponsel Raga berdering. Ia kaget dan berusaha melepaskan tangan Kei dari lehernya.

 

“Ntar ya, Kei. Aku terima telpon dulu.” Ia beranjak ke meja yang ada di ruang depan.

 

Ketika melihat nama yang ada di layar ponsel, mendadak ia jadi gugup.

 

NESA

 

Ia hanya berdiri tertegun melihat nama itu terus melakukan panggilan. Kei yang memperhatikan sikap Raga merasa curiga.

 

Tidak biasanya Raga seperti itu. Dia selalu percaya diri. Namun melihat gelagatnya kali ini, Kei makin curiga bahwa Raga memang sedang bermasalah, dan itu pasti ada ada kaitan dengan wanita.

 

Seulas senyum puas tersungging di sudut bibirnya.

 

“Mulai sekarang, aku tak akan membagimu dengan orang lain.” Ia menyusul Raga dan bertanya dengan manja.

 

“Siapa, sayang? Kok gak diangkat telponnya.”

 

***

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status