Home / Romansa / Mutiara Lembah Hitam / Bab 8. Mantan Terindah

Share

Bab 8. Mantan Terindah

Author: Raf
last update Last Updated: 2021-05-08 23:42:45

Sejak pertemuan keluarga, Pram uring-uringan. Ia tak menyangka Ibu Nesa adalah perempuan yang sekian puluh tahun silam pernah menjadi kekasihnya. Ia belum pernah mencintai seseorang hingga bertemu Susan. Perempuan itu memiliki kecantikan sempurna, dan seorang primadona di Mike House, rumah hiburan berbayar mahal untuk kalangan terbatas.

 

Ia begitu kaget saat bertemu Susan di private room restoran tempat pertemuan digelar. Tak pernah terbayangkan perempuan itu muncul kembali di hadapannya, apalagi sebagai calon besannya.

 

“Sial. Bagaimana mungkin Susan adalah ibu Nesa?” Ia bergumam sambil menenggak minuman keras yang sudah lama ia tinggalkan.

 

Pertemuan dengan Susan menyulut kenangan masa lalu dan membuat Pram kembali mengkonsumsi alkohol untuk menepis keresahan.

 

“Hampir dua puluh sembilan tahun dan perempuan itu masih cantik seperti dulu.” Ia terus bergumam. Pram benar-benar tersiksa setiap mengingat Susan. Kenangan yang pernah mereka ukir tak mudah ia lupakan begitu saja. Keliaran Susan di ranjang membuat ia harus berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan perempuan itu, dan harus membuat pernyataan tertulis di hadapan mertuanya agar meninggalkan Susan untuk selama-lamanya.

 

Kini ia muncul begitu saja. Bergandengan mesra dengan suaminya tepat di depan matanya. Pram dilanda perasaan gelisah dan juga cemburu melihat cara laki-laki itu memperlakukan Susan. Namun sorot tajam mata suami Susan membuat ia tak berani menatap mantan kekasihnya itu secara terang-terangan.

 

“Benar-benar sial!” Ia tak henti-henti merutuk kenyataan itu.

 

Tiga botol minuman keras membuat pikirannya makin kacau. Ia tak henti memaki dan menyesali pertemuan dengan Susan. Setelah sekian puluh tahun, ia merasa diseret kembali ke masa lalu. Tiba-tiba ia marah pada Raga dan Nesa.

 

Ia menyuruh Grace, sang sekretaris memanggil Raga. Sementara ia sendiri tengah berada di Penthouse. Gedung perkantoran berlantai sembilan itu milik perusahaannya. Penthouse berada di lantai paling atas. Hanya ia dan orang-orang tertentu yang mempunyai akses ke sana.

Terdapat sebuah suite room kelas hotel bintang lima berikut ruang tamu dengan dekorasi yang sangat nyaman, dilengkapi ruang rapat untuk kalangan terbatas.

 

Ia biasa menghabiskan waktu di penthouse jika sedang banyak pekerjaan atau tengah mengalami tekanan yang membuat stress. Terkadang, orang kepercayaannya menyelinapkan perempuan muda untuk menemani. Tempat itu gua persembunyiannya. Bahkan Vita, istrinya tidak diperbolehkan ke sana tanpa ijinnya.

 

Tak lama Raga muncul. Ia tercengang melihat di meja tergeletak botol-botol kosong minuman keras. Sudah lama ia tak melihat Pram mabuk, sejak ia kecil dulu.

 

Raga menatap sang ayah. Sejak bertemu keluarga Nesa ia terlihat lebih pendiam dan seperti banyak pikiran. Namun Raga tidak terlalu memedulikan. Ia sudah biasa melihat Pram terhanyut dalam dunianya sendiri. Ibunya, Vita, bahkan mengingatkan agar ia tidak mengganggu jika sang ayah sedang banyak masalah.

 

Kini laki-laki usia lima puluh lima tahun itu menatap Raga dengan pandangan penuh selidik.

 

“Kasih tau Anton, mulai sekarang keluarkan Nesa dari tim bantuan hukum untuk perusahaan kita!” Suara ayahnya dingin dan bernada perintah.

 

“Maksud Papa, bagaimana?”

 

“Mulai sekarang aku tidak mau Nesa ada dalam tim kuasa hukum kita. Aku juga tidak mau ketemu dia. Dan jangan kau bawa-bawa lagi dia ke hadapanku.”

 

“Kenapa?” Raga menatap sang ayah dengan wajah memerah. “Ada apa rupanya, Papa tiba-tiba membuang Nesa dari tim kuasa hukum dan menjauhinya?”

 

“Kamu juga tidak boleh menikahi dia.” Pram tampak tidak memedulikan ucapan sang anak.

 

“Dia tidak pantas untuk kamu! Cari perempuan lain!”

 

Kata kata itu sontak membuat Raga naik darah. Ia tak menyangka Pram yang semula sangat menyukai Nesa jadi berubah ingin menyingkirkan Nesa dari hidupnya.

 

“Papa mabuk dan aku tidak anggap ucapan orang mabuk!”

 

“Hei anak muda. Kau belum tahu siapa dia!”

 

“Aku tahu dia. Dia perempuan yang aku cintai dan aku akan menikahi dia. Dengan atau tanpa restu Papa!”

 

“Jangan bikin malu. Kamu tidak tau siapa ibunya.”

 

“Aku sudah lama kenal ibunya. Dia baik. Papa jangan mengada-ada.”

 

“Apa yang kamu tau tentang masa lalu ibunya?”

 

“Aku tidak peduli masa lalu ibunya, aku bahkan tidak peduli dengan masa lalu Nesa. Aku butuh dia untuk masa depanku. Bukan untuk masa lalu.” Raga tampak berang.

 

“Apa kau tau! Ibunya mantan pelacur!”

 

Raga tertegun. Tak menyangka sang ayah begitu enteng menyebut ibu calon istrinya mantan pelacur.

 

“Papa terlalu! Papa mabuk. Aku anggap omongan Papa tidak ada!”

 

“Pelacur cantik itu kekasihku. Dia masih cantik seperti dulu. Argh.. aku menginginkan dia. Susan Sang Primadona. Bawakan dia untukku.” Pram mengoceh tak karuan.

 

Raga muak menyaksikan ulah Pram. Ia beranjak melangkah ke luar ruangan, namun sang ayah kembali memanggil dengan suara keras.

 

“Heh anak sialan, mau kemana kamu?”

 

Raga menghentikan langkah. Wajahnya mengeras. Ia berusaha menahan amarah yang ingin meledak mendengar ucapan Pram.

 

“Aku mau balik. Gak ada guna bicara dengan orang mabuk!”

 

“Hei, sini kamu. Aku belum selesai dengan kamu. Cari Susan. Bawa dia kemari!”

Raga mengepalkan telapak tangan menahan amarah yang kian memuncak. Namun seketika ia mendapat ide untuk mengorek informasi dari Pram saat ia sedang mabuk.

 

“Dari mana papa tau dia mantan pelacur?” Ia bertanya dengan suara setenang mungkin.

 

“Karena aku pelanggannya.”

 

Raga terperangah. Meski tahu sang ayah sedang mabuk, namun ia tak menyangka laki-laki itu mengakui masa lalunya yang bobrok.

 

“Kapan?”

 

“Seribu tahun lalu.”

 

Raga menatap laki-laki yang tengah mabuk itu. Ia duduk di sofa di hadapannya. Pram tampak kacau dan pipinya memerah karena alkohol.

 

“Sewaktu kau dalam perut mama kau. Aku tidak pernah mencintai mama kau.”

 

Meski kaget dengan pengakuan Pram, ia tetap berusaha tenang.

 

“Jadi Papa mencintai Susan dan tidak mencintai Mama? Begitu?” Ia semakin tertarik untuk mengorek sebanyak mungkin info dari sang ayah yang sedang mabuk.

 

“Susan itu istimewa. Ia tidak ada duanya. Bawa dia kesini!”

 

“Bagaimana Papa bisa kenal Susan?”

 

“Kau harus ikut aku ke Mike House. Kau pasti suka di sana. Susan Sang Primadona selalu menjadi incaran para tamu, tapi aku yang beruntung mendapatkannya. Argh.. Susan yang cantik sempurna.”

 

Ia terus meracau. Raga membiarkan.

 

“Papa tau kan, dia calon ibu mertuaku? Dia ibu Nesa?”

 

“Kalian tak boleh menikah. Aku tak suka Nesa. Kau sudah telpon Anton? Suruh dia tarik Nesa. Aku tidak mau ketemu dia!”

 

“Aku tetap akan menikahi Nesa.”

 

“Tidak boleh. Dia anak pelacur!”

 

“Dan Papa tidak malu mengatakan itu padaku? Apakah Papa lebih bersih dari Susan?

 

“Aku tidak mau cucuku punya nenek pelacur.”

 

“Munafik!” Raga tak tahan untuk tidak membalas.

 

“Pokoknya kamu tidak boleh menikah dengan Nesa.

 

“Aku akan menikah dengan dia.”

 

“Kamu kurang ajar.”

 

“Iya. Dan aku tidak peduli dengan larangan bodoh itu. Aku bukan anak kecil. Dan aku tidak peduli dengan masa lalu ibunya. Pelacur kek, presiden kek. Toh ayahku juga ternyata penggemar pelacur di masa lalunya.”

 

Pram berdiri ingin menampar Raga.

 

“Jangan kira aku akan diam saja Papa melakukan kekerasan seperti dulu! Aku bukan lagi anak kecil yang bisa Papa perlakukan semena-mena.”

 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 65. Kau Begitu Dekat (Tamat)

    Enam bulan telah berlalu. Namun tak juga ada tanda-tanda Raga akan kembali. Vita berubah menjadi pemurung dan sering duduk diam sendiri di samping jendela di ruang tamunya. Tatapannya kosong menatap gerbang rumah megah yang kini terasa sunyi. Setiap ada yang masuk, matanya berbinar berharap Raga yang datang. Namun tak jua anak kesayangannya yang muncul di depan mata.“Mohon jaga anakku Tuhan.” Kalimat itu tak henti-henti ia ucapkan. Air mata Vita sudah mengering. Namun keyakinan bahwa Raga masih hidup membuat ia tetap memiliki energi untuk bertahan.“Anakku pasti pulang,” lirihnya setiap ingat Raga.Pram pun kini jauh lebih lembut pada Vita. Permintaan Nesa agar Pram mencintai Vita sebagaimana Raga mencintai ibunya, membuat Pram tersentuh. Apalagi melihat betapa sayang Nesa pada istrinya itu.“Papa akan menjaga Mama Vita, Nak,” kata Pram dengan suara bergetar kala suatu hari Vita kembali jatuh sakit dan pingsan.

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 64. Hati Seindah Mutiara

    Waktu terus bergulir. Tak terasa sudah sebulan berlalu. Raga tak juga ditemukan. Nesa dan Vita kini sering bertemu dan saling menguatkan. Vita sangat meyayangi Nesa, calon menantu, gadis kecintaan buah hatinya. Vita mencintai Nesa untuk mengenang cinta Raga pada Nesa.“Mama harap kamu tetap mau bertemu Mama, Sayang,” lirih Vita pada Nesa yang tengah menemani Vita. Sejak Raga menghilang, kesehatan Vita merosot tajam. Saat ini ia bahkan tengah dalam perawatan di sebuah rumah sakit. Nesa mendampingi dengan penuh kasih sayang. Terkadang, bertiga dengan Pram.“Tentu saja, Ma,” sahut Nesa sambil menggenggam tangan Vita. “Aku tidak pernah mencintai orang lain. Mas Raga satu-satunya buatku. Sampai kapan pun aku akan menunggu dia.” Air mata tak terasa merebak di sudut mata Nesa. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia kucurkan sejak Raga menghilang. Upaya Pram mengerahkan orang untuk mencari Raga tak membawa hasil, hingga membuat Vita dan

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 63. Fakta Akhirnya Terungkap

    Raga terbaring tak berdaya. Tubuhnya terasa lumpuh. Entah apa yang dilakukan Kei padanya. Ia merasa tenaganya tak tersisa. Bahkan untuk menggerakkan kaki dan tangan saja ia tak lagi punya daya.“Kei,” lirihnya teringat saat terakhir sebelum berada di ruangan asing itu. “Apa yang kamu lakukan padaku?”Tapi semua sudah terlambat. Raga masuk perangkap. Kei bukanlah gadis seperti yang dibayangkannya. Kei seorang Alpha, terlebih lagi ia juga mengidap skizofrenia.Mata Raga nanar menatap pintu kamar yang tertutup rapat. Ia tak tahu sedang berada di mana.“Ini bukan penthouse dia,” gumumnya gusar. “Apa yang dia mau dariku?” lirihnya mencoba menggerakkan badan.Raga merasa tubuhnya seperti lumpuh. “Ya Tuhan, Kei, apa yang kamu lakukan?” gumamnya panik. Tak pernah ia merasa begini tak berdaya. “Sial! Kei!” teriaknya dengan suara keras. Tapi yang keluar dari mulutnya hanya lenguhan berat

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 62. Sujud Perdana

    Nesa tak bisa tidur. Kabar dari Raga tak kunjung tiba. Matanya sembab. Meski tak pasti tapi Nesa merasa Raga sedang tidak baik-baik saja. Pikirannya benar-benar merasa lelah. Tiba-tiba ia ingin melaksanakan salat. Sudah teramat lama ia mengabaikan kewajiban lima waktunya. Kini Nesa merasa sangat membutuhkan pegangan. Setelah sekian lama, akhirnya ia terpekur di sepertiga malam di atas sajadah milik nenek yang sejak kecil selalu dibawa. Tumpahan air mata membanjiri wajahnya. Berbagai kenangan terpampang di hadapannya. Kepedihan demi kepedihan yang menyelimuti semua anggota keluarganya membuat Nesa terisak hingga subuh menjelang. “Ampuni hamba ya Allah,” gumamnya disela isak yang tak tertahankan. Setelah itu, baru ia merasakan dadanya lapang. Doa-doa tak lepas ia panjatkan untuk keselamatan Raga dan ora

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 61. Raga Hilang?

    Hingga malam, Nesa belum juga dapat kabar dari Raga. Berkali-kali ia hubungi ponsel kekasihnya itu tetapi tetap tidak bisa tersambung. Perasaannya mulai was-was. Raga bukan tipikal laki-laki yang suka menghilang tanpa kabar berita.“Kamu di mana, Mas…?” Pertanyaan itu entah sudah berapa puluh kali ia ucapkan sejak siang. Biasanya Raga balik menelponnya setelah selesai meeting. Tapi kali ini Nesa merasa ada yang janggal. “Tidak biasanya kamu mengacuhkan aku, apalagi saat ada berita penting yang harus kita hadapi bersama.” Nesa berjalan mondar mandir di apartemennya.“Apa apa, Nes? Ibu perhatikan sejak tadi kamu terlihat gelisah,” tanya Susan yang baru keluar dari kamar dengan tatapan curiga.“Harusnya tadi siang aku ambil hasil tes DNA. Tapi aku tunggu Mas Raga malah gak ada kabar sampai sekarang,” jawab Nesa was-was.“Oh. Mungkin ada urusan penting yang tidak bisa disela.” Susan berusaha m

  • Mutiara Lembah Hitam   Bab 60. Wajah Asli Kei

    “Hasil tes DNA sudah keluar, Mas.” Nesa memberitahu Raga melalui sambungan telepon. “Aku mau mengambilnya bareng kamu.”Raga terdengar terdiam cukup lama.“Mas Raga…Kamu masih di sana?”“Oh. Iya.. aku masih di sini. Oke, nanti aku hubungi ya, Sayang. Aku lagi meeting.” Raga langsung memutuskan sambungan. Suaranya terdengar tergesa-gesa.Nesa mengerutkan alisnya.“Lagi meeting? Biasanya kalau lagi meeting, dia tidak angkat telepon tapi langsung wa untuk memberi kabar.” Nesa membatin. Namun ia paksakan untuk tetap berpikir wajar. “Mungkin Mas Raga memang sedang berada di tengah meeting yang sangat urgent. Terlalu banyak masalah yang harus kupikirkan hingga membuat otakku panas,” lirihnya dengan sedikit gelisah.Sementara itu, Raga tengah berada di penthouse sebuah hotel megah di ibu kota. Ia terpaksa datang ke tempat yang diberikan Kei. Gadis itu terus merongrong da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status