Home / Rumah Tangga / Mutualism Marriage / 2. Sandiwara Dimulai

Share

2. Sandiwara Dimulai

Author: Mami Ge
last update Last Updated: 2021-01-18 21:51:03

"Selamat malam, Pak, Bu." Adriel menyapa Maria dan Damar, kedua orang tua Sandra.

"Malam," jawab mereka serentak. Mata mereka tertuju pada Sandra yang sudah berdiri di hadapan mereka.

"Perkenalkan, saya Adriel, pacarnya ...." Adriel baru sadar, dia belum mengetahui nama gadis yang akan dinikahinya itu. "Cinta," lanjutnya kemudian.

"Cinta?" tanya Maria heran.

"Maaf, itu panggilan sayang saya padanya." Adriel tersenyum dibuat-buat sambil melirik Sandra.

"Sandra, kamu kok gak pernah cerita pada kami?" Maria menatap putri sulungnya yang sudah salah tingkah.

"Sandra masih belum berani, Ma." Sandra juga memaksa senyumnya.

"Mungkin Sandra masih ragu pada keseriusan saya. Tapi, kali ini saya akan membuktikan kalau saya serius dan ingin menikahinya." Sandra langsung menahan napasnya, mendengar pernyataan Adriel pada orang tuanya.

"Oh, maaf atas kelancangan saya. Tidak sepantasnya saya melamar Sandra seperti ini. Sekali lagi maafkan saya, Pak, Bu." Adriel membungkukkan badannya sedikit.

"Kami paham anak muda seperti kalian kalau sedang kasmaran seperti ini. Tapi, tetap harus menjalankan prosedur." Damar mulai angkat bicara. Sebagai ayah, dia berusaha bijaksana di hadapan calon menantunya.

"Saya akan datang bersama keluarga saya untuk melamar Sandra," ucap Adriel mantap, seperti tiada kepura-puraan.

Setelah percakapan singkat antara mereka, Adriel pamit pulang. Sandra langsung pura-pura tidur untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan padanya.

Namun, meski matanya tertutup, hatinya terus menerawang. Tidak disangka, niatnya langsung terkabulkan meski lewat sebuah kepura-puraan. Sandra yang sempat sangsi bagaimana cara menemukan calon suami, sekarang sudah menemukannya. Terlepas bagaimana akhir pernikahan sandiwara itu nantinya, setidaknya, Sandra bisa menutup mulut keluarga mamanya.

Sandra kembali teringat peristiwa di rumah neneknya tadi. Harusnya Sandra senang karena kedatangan kedua orang tua dan adiknya. Ini adalah yang kedua kalinya mereka mengunjungi Sandra ke kota tempat ia bekerja. Sudah hampir empat tahun dia meninggalkan kampung halaman menuju ke kota kelahiran ibunya untuk bekerja.

Gadis 30 tahun yang bekerja sebagai staff administrasi di salah satu perusahaan swasta itu tinggal di sebuah rumah kos, meski nenek dan keluarga besar ibunya berada di kota yang sama. Terbiasa dengan kesederhanaan dan kemandirian, membuat dia tidak ingin merepotkan orang lain. Apalagi, dia tahu keluaga besar ibunya tidak terlalu meyukainya.

"Kamu sudah memesan taksinya, San?" tanya Maria pada putrinya yang masih sibuk memoles lipstik berwarna peach ke bibirnya.

"Sudah, Ma sebentar lagi sampai," jawab Sandra sambil memasukkan lipstik dan bedak ke dalam tas kecilnya.

Tidak lama, taksi yang mereka tunggu pun datang. Mereka segera berangkat menuju kediaman orang tua Maria. Di sana dia akan bertemu saudara-saudara ibunya dan tentunya sepupu-sepupunya. Dengan lanngkah gontai, Sandra memasuki taksi yang sudah menunggu di depan kosnya.

"Selamat malam, Ma," sapa Maria pada ibunya saat mereka datang.

"Akhirnya kalian datang juga, silakan masuk." Sartika menatap satu per satu tamunya yang baru datang, yang tidak lain adalah anak, menantu dan cucunya sendiri.

Keluarga Maria segera bergabung bersama saudara-saudara lainnya. Sartika sering mengundang putra-putrinya untuk berkumpul. Namun, kali ini dia ikut mengundang Maria, putri yang sempat dibuangnya karena menikah dengan laki-laki miskin.

"Bagaimana kabarmu, Sandra?" tanya salah seorang saudara ibunya.

"Baik, Tan." Sandra mengangguk pelan sambil tersenyum. Maria selalu mengajarkannya untuk bersikap sopan terhadap siapa saja, apalagi orang yang lebih tua.

"Kalian gak akan menikahkan putri kalian ini?" tanya Sartika tiba-tiba, membuat Maria hampir saja tersedak.

Maria berhenti sejenak, menyantap hidangan makan malamnya. "Belum, Ma." Dia melirik putri sulungnya itu.

Seperti ada yang menyekat di kerongkongan Sandra, membuat dia kesulitan menelan makanannya. Setiap kali dia bertemu dengan mereka, selalu itu yang menjadi pembahasan mereka tentang dirinya. Sandra bisa melihat lirikan-lirikan sinis dari sepupunya, termasuk Maya, sepupu yang satu kantor dengannya.

Maya terpaut lima tahun darinya, tapi dia sudah memiliki pacar yang selalu setia megantar dan menjemputnya. Kabarnya, mereka akan segera menikah, begitu rumor yang disebarkan Maya sendiri di kantor. Seperti biasa, dia menyindir Sandra yang sudah kepala tiga dan masih single.

"Kalian mau jadikan dia perawan tua? Atau nanti akhirnya akan menikah dengan laki-laki sembarangan?" Ucapan Sartika bagaikan petir yang menyambar Damar, ayah Sandra.

Dia selalu saja diremehkan oleh keluarga istrinya. Sebelumnya, dia bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai karyawan biasa. Namun, perusahaan itu mengalami kebangkrutan dan terpaksa memberhentikan semua karyawannya tanpa pesangon. Itulah sebabnya dia memutuskan untuk pindah ke desanya untuk menggarap ladang peninggalan orang tuanya. Keputusan itu membuat Maria semakin tidak disukai karena dianggap menjatuhkan martabat keluarga besar.

"Kamu, sih gak dandan, makanya mata laki-laki gak melirikmu," ujar Dewi, ibunya Maya.

Sontak semua mata tertuju pada penampilan Sandra yang hanya mengenakan gaun merah sederhana dan sepatu flat. Tidak ada yang mahal dari yang dipakainya. Demikian juga dengan make up, hanya bedak, riasan tipis di bagian mata serta polesan bibir yang jauh dari bibir merah merona milik Maya.

Sandra hanya membalas semuanya dengan senyuman tawar.

"Sandra nunggu bos besar yang melamarnya, kali," ledek Maya. Semua ikut menahan tawa seperti Maya.

"Bagus dong kalau bagitu," sela Dewi pura-pura senang.

"Kalau ada yang mau, kalau gak ada?" seloroh sepupu yang lain. Semua tidak dapat menahan tawa mereka. Malam itu, Sandra menjadi bahan ledekan mereka.

"Aku akan menikah secepatnya, tenang saja." Ucapan Sandra membuat riuh tawa mereka lenyap, mereka saling berpandangan.

"Asal gak seperti ayahmu saja." Lagi-lagi ucapan Sartika menyakiti. Sandra melirik papanya yang tertunduk tak berdaya. Semua kembali dengan senyuman mengejeknya, membuat keluarga Sandra tak ada harganya di depan mereka.

"Cukup! Kalian sudah keterlaluan!" Sandra berteriak dan berdiri dari tempat duduknya.

Dengan tatapan, Maria berusaha melerai putrinya. Namun, sama sekali tak digubrisnya. Kekesalan Sandra sudah terlanjur sampai ke ubun-ubun. Dengan tajam, dia membalas pelototan neneknya.

"Apa hanya dengan uang dan jabatan, kalian bisa menghargai orang?" Sandra menyisir semua yang hadir dengan matanya, mereka hanya terdiam menyaksikan kemarahannya.

"Ini hasil didikanmu, Maria?" Sartika tidak mau kalah dengan suara Sandra. Tubuhnya yang sudah tidak belia lagi dipaksakannya untuk mengusung kemarahannya.

"Maafkan Sandra, Ma?" Suara Maria bergetar, matanya berkaca-kaca.

"Kenapa harus minta maaf, Ma?" cegah Sandra.

"Sandra, sopan terhadap nenekmu!" Maria berusaha mengimbangi suara putrinya, tapi tetap terdengar lembut.

"Aku tidak sudi dihina terus!" Sandra langsung pergi meninggalkan kediaman neneknya, hingga ia bertemu dengan Adriel.

Tak disangka, kecelakaan kecil itu adalah jawaban dari harapan yang baru saja terucap dari bibirnya. Antara senang dan ragu, Sandra membayangkan bagaimana ekspresi keluarga ibunya nanti. Apalagi Maya, sepupunya yang paling suka meremehkannya. Dengan mata tertutup, senyuman licik melengkung di wajahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mutualism Marriage   45. Keberadaan Adriana

    Adriel menatap mereka berdua secara bergantian. Mereka seperti enggan untuk menceritakannya. Dia menyorot linangan air di lensa mata Maria. Napas Sandra pun terlihat tidak normal, seperti tertahan-tahan."Adriana telah meninggal setelah sepuluh tahun menjadi bagian keluarga kami." Ada getaran dalam kalimat Maria. Linangan air itu memenuhi rongga matanya dan hendak meluap."Kami mengadopsinya dari panti asuhan Belaian Kasih. Dia adalah korban kecelakaan dan kedua orang tuanya meninggal. Beruntung dia selamat." Sebuah senyuman pahit terbit di wajahnya yang penuh guratan menua."Namun, tak seperti yang diharapkan. Kecelakaan itu menyisakan penderitaan baginya. Beberapa kali dia mengalami kejang dan kesakitan. Kondisi panti saat itu tidak memungkinkan untuk merawatnya. Entah mengapa juga, hati kami tergerak untuk mengadopsinya." Maria kembali tersenyum pilu mengenang Adriana."Lalu?"Sekuat hati Adriel berusaha bersikap biasa saja, seolah yang mengalami itu bukan adik kan

  • Mutualism Marriage   44. Cerita Lama

    "Pak Anto," sahut Damar dari dalam. Ia berjalan menghampiri pria itu yang masih berdiri di ambang pintu."Aku ingin menyampaikan sesuatu," ujarnya dengan suara dipelankan, namun dapat terdengar jelas oleh Adriel dan Sandra."Nanti saja kita bicarakan, Pak. Anak dan menantu saya baru saja datang." Damar melirik sebentar ke dalam rumah, sambil tersenyum sungkan pada Adriel. Dia tampak sekali salah tingkah.Anto berusaha menganalisa arti kedipan mata Damar, hingga akhirnya ia memutuskan untuk berpamitan. Sekejap menoleh Adriel yang tengah memandangnya penuh selidik.Adriel ingat betul wajah laki-laki yang menemukannya bersama Adriana di tengah hutan dekat tepi jurang saat itu. Dia tak sanggup lagi menangis karena harus menenangkan adiknya yang terisak meraung-raung. Hanya saja air matanya turun bagai aliran air dari mata air."Anto," sebutnya dalam hati.Baru kali ini dia mengetahui nama pria itu. Setelah menemukan mereka, Anto membawanya ke panti asuhan, bertemu deng

  • Mutualism Marriage   43. Kembali ke Masa Lalu

    Matahari belum terlalu tinggi saat mereka sampai di desa kediaman orang tua Sandra. Adriel memilih berjalan pagi sekali agar bisa santai, mengingat kondisi Sandra. Beruntung, Sandra sudah melewati masa-masa mualnya sehingga perjalanan dapat ditempuh dengan mulus."Stop, stop." Tiba-tiba Sandra meminta sopir memberhentikan mobil ketika melewati Panti Asuhan Belaian Kasih.Hampir tidak dapat dipercayainya, melihat bangunan tua dan reok itu sudah berubah menjadi bangunan baru dan kokoh. Adriel tahu apa yang membuat istrinya ingin berhenti, tapi dia tak ingin memberi tahunya sekarang. Sandra akan mengetahui saat semuanya sudah jelas.Bukan tanpa alasan Adriel mau menemani Sandra menemui orang tuanya. Sejak mengetahui bahwa Damar dan Maria yang mengadopsi Adriana, dia berusaha mencari waktu untuk membicarakannya."Aku sudah terlalu lama tidak ke sini. Tapi, siapa yang melakukannya?" oceh Sandra sendiri entah pada siapa dia bicara. Tapi, dia yakin kedua orang di dekatnya, mend

  • Mutualism Marriage   42. Duka Adriel

    Bi Tuti mengingat-ingat, matanya berotasi seperti anak sekolah yang sedang berkutat dengan hafalannya. Kemudian dia menggeleng perlahan."Pernah, sih." Wajahnya mendadak masam.Seperti yang ditakutinya, seketika itu juga hati Sandra mencelos. Baru saja ia merasakan manis perhatian Adriel ditambah bumbu godaan dari Bi Tuti, kini dia kembali dibawa ke alam sadar. Sandra harus sadar diri bahwa pernikahannya dengan Adriel hanya sebatas sebuah perjanjian sementara. Semua yang dilakukan suaminya adalah untuk mencapai tujuannya."Tapi, Nyonya ...." Bi Tuti buru-buru memperbaiki informasi yang diberikannya setelah melihat ekspresi Sandra."Bukan Tuan yang membawanya, dia yang datang sendiri," lanjutnya lagi."Siapa? Alena?" tebak Sandra yakin dengan mata tajam menyorot kepolosan seorang Tuti."Nyonya kenal? Pasti sedih sekali jika mengetahui mantan suami." Bi Tuti berlagak sedih seolah pernah merasakannya juga.Sandra hanya menarik kedua sudut bibirnya untuk memaksakan

  • Mutualism Marriage   41. Menahan Rasa

    Sandra terlena, pertahanannya kacau oleh sihir Adriel. Dia tak mampu menahan ketika bibir Adriel bekerja nakal. Pagutan laki-laki itu tak terbantahkan.Mereka masih berada di depan pintu kamar. Adriel tidak perlu takut ketahuan oleh siapapun di dalam rumah, ini adalah rumahnya. Dia juga tak perlu takut dimarahi karena Sandra adalah istrinya.Sandra merasakan dirinya semakin lemah. Bukan, hatinya yang lemah. Lidah Adriel telah menerobos masuk, mencari pasangannya. Organ tak bertulang itu begitu liar, memberi sensasi lain yang belum pernah dirasakan oleh Sandra.Ya, ini adalah kali pertamanya meski sebelumnya mereka pernah menyatu. Tidak seperti waktu lalu, Adriel tanpa permisi langsung pada intinya. Menerobos masuk tanpa pembukan, sangat menyakiti. Kali ini, Adriel meminta dengan penuh kelembutan.Dengan mudah, tanpa melepas pelukan dan pagutan, Adriel berhasil membawa Sandra masuk ke dalam kamar. Pintu tertutup dengan pelan, sepelan langkah mereka menuju ranjang lu

  • Mutualism Marriage   40. Cemburu

    Adriel mendongak sebentar, lalu kembali menatap meja. Wajahnya datar, tak ada ekspresi kaget kedatangan mantan kekasih.Ya, mantan. Sejak dia melihat langsung, kekasihnya itu berada dalam kamar bersama Denis, dia sudah tak menganggapnya kekasih lagi. Rasa yang selalu bergejolak setiap kali bertemu Alena, mendadak sirna, bagaikan goresan pasir terhapus ombak."Aku gak masalah, kamu kembali padanya untuk sementara waktu. Semua demi masa depan kita, kan? Tapi, gak gini juga, Sayang. Masa kamu mau makan di tempat seperti ini." Suara Alena terlalu nyaring, tak menyadari sepasang telinga milik penjual nasi goreng itu ikut mendengarnya. Wajahnya mengguratkan ketidaksenangan atas ucapan Alena."Kalau sudah selesai makan, kita langsung balik, ya," pinta Adriel pada Sandra. Wajahnya yang tenang berubah kusam.Alih-alih menjawab dan menanggapi Alena, dia malah menarik tangan Sandra yang tidak jadi menghabiskan nasi gorengnya. Seleranya menguap akibat kedatangan Alena.Sandra men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status