Home / Rumah Tangga / Mutualism Marriage / 3. Wanita Pengganti

Share

3. Wanita Pengganti

Author: Mami Ge
last update Huling Na-update: 2021-01-18 21:52:37

Sementara itu, Adriel langsung menuju ke rumahnya selepas mengantarkan Sandra. Wajahnya tampak lesu, jauh berbeda saat pertama dia keluar dari rumahnya. Dia memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi agar dapat segera sampai dan beristirahat. Entah mengapa, malam itu dia merasa lelah sekali.

Baru saja sampai di depan rumahnya, Adriel melihat sebuah sedan merah parkir di depan pagar. Tatapannya tajam ke arah mobil itu. Dia melepas napas dengan keras.

Seorang asisten rumah tangganya membuka pagar, Adriel langsung masuk ke dalam rumah. Pemilik mobil merah itu segera keluar dari mobil dan menyusulnua ke dalam.

"Sayang, aku minta maaf atas kejadian tadi." ujar wanita yang keluar dari mobil itu.  

Dia berlari mendapati Adriel yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. Wanita itu masih mengenakan gaun merahnya, yang sengaja dibelikan Adriel untuk acara malam ini. Dengan riang, Adriel datang menjemput dan hendak membawanya ke hadapan kekuarga besarnya.

"Aku capek!" jawab Adriel tanpa menoleh pada wanita itu. Dia terus melangkah masuk.

"Aku tahu, kamu pasti kecewa banget. Tapi, aku bisa menjelaskannya. Aku harap kamu bisa mengerti untuk kali ini." Wanita itu memelas, berusaha meraih tangan Adriel, namun dia menepisnya.

"Bagiku semua sudah jelas. Kamu tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi." Adriel berbalik sebentar untuk menegaskan kalimatnya pada wanita itu.

"Semua ini gak seperti yang kamu pikirkan. Aku sangat mencintaimu, Sayang. Percayalah. Aku sangat ingin menjadi istrimu." Dia mengejar Adriel sampai ke pintu kamarnya.

"Cukup, Alena! Hubungan kita sudah berakhir. Aku sudah mendapatkan wanita penggantimu dan kami akan segera menikah." Adriel menekankan setiap kalimatnya.

"Mana mungkin kamu bisa mengubah keputusan besar dalam hitungan jam." Alena tertawa kecil, namun di dalamnya ada isak tangis.

"Bisa saja. Sama sepertimu yang bisa menolakku tiba-tiba." Adriel mengangkat kedua alisnya. "Sekarang, lebih baik kamu pulang. Aku mau beristirahat. Dan aku harap, jangan lagi menghubungiku atau menemuiku." Setelah mengucapkannya, Adriel langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu, meninggalkan Alena yang masih terpaku seorang diri.

Adriel langsung membersihkan dirinya, mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Kepala dan hatinya terasa sangat panas. Kekecewaannya pada Alena, wanita yang telah satu tahun menjadi kekasihnya itu, masih memuncak. Betapa tidak, rencana yang telah disusunnya, berantakan hanya karena alasan Alena yang tidak jelas.

Adriel merasa waktunya sudah tepat untuk memperkenalkan Alena pada kakek dan neneknya. Apalagi keduanya sudah sangat menginginkannya untuk menikah. Mendengar kabar kesiapan Adriel, Dewanda langsung menggelar pertemuan keluarga. Selain memperkenalkan calon istri, Adriel juga akan mengumumkan rencana pernikahannya. Namun, tidak disangka, Alena merusak semuanya.

***

"Kamu mau membawaku ke mana, Sayang?" Adriel sengaja tidak memberitahu Alena terlebih dulu soal rencananya itu. Dia bermaksud hendak membuat kejutan untuk wanitanya itu. Alena akan tersanjung ketika dia melamar di hadapan semua anggota keluarganya, begitu pikir Adriel.

"Kamu akan tahu nanti," jawab Adriel sambil senyum-senyum.

"Ke mana, sih?" desak Alena penasaran.

Tiba-tiba ponsel Adriel berdering. Dia langsung menerima panggilan masuk yang ternyata dari kakeknya.

"Iya, Kek," sahut Adriel lewat jaringan telepon.

"Iya, dia sudah bersamaku saat ini. Kami akan sampai." Setelah menyelesaikan percakapannya, Adriel memutus sambungan telepon.

"Kita akan menemui kakekmu, Sayang?" tanya Alena lembut.

"Bukan hanya kakek, tapi semua keluarga besarku. Aku akan mengumumkan rencana pernikahan kita," jawab Adriel puas.

"Apa?" Alena tidak dapat mengontrol suaranya karena terkejut.

"Kenapa, Sayang? Kamu senang, kan? Harusnya ini akan jadi kejutan, tapi kamu sudah terlanjur mengetahuinya." Adriel masih saja tampak bahagia.

"Aku gak bisa sekarang, Sayang," cegah Alena tak diduga.

"Kenapa?" Raut wajah Adriel langsung berubah.

"A-aku hanya belum siap." Alena takut melihat perubahan pada wajah Adriel.

"Kamu belum siap bertemu dengan keluargaku atau belum siap menikah denganku?" Pertanyaan Adriel berubah tegas.

"Dua-duanya, Sayang. Katamu, kakekmu ingin sekali kamu cepat menikah. Aku gak enak jika bertemu dia sekarang, di saat aku belum siap menikah denganmu. Aku masih ingin mengejar karir." Alena membelai lengan Adriel untuk meyakinkannya.

"Karir apa?" Adriel tahu, Alena bekerja sebagai seorang sekretaris di salah satu perusahaan kakeknya.

"Ya, memang karirku tidak tinggi. Tapi, setidaknya aku bisa puas dengan kerjaku sebelum mengabdi sebagai istrimu." Alena memegang dagu Adriel, mendekatkannya pada wajahnya.

"Sekarang kamu pilih, karir atau aku?" tegas Adriel.

"Tentunya kamu, Sayang. Tapi, saat ini aku pilih karir dulu." Alena mendekatkan wajahnya pada Adriel.

Mendengar jawaban Alena, Adriel menarik tubuhnya ke belakang, menjauhi wanita yang sedang duduk di sampingnya itu. "Aku sudah tahu pilihanmu. Tapi, aku tidak mungkin menarik ucapanku pada kakek." Adriel tampak kecewa sekali.

"Sayang, maafkan aku. Tidak lama lagi, kita akan menikah, OK. Beri aku waktu sedikit lagi." Alena masih keras dengan pendiriannya.

Adriel merasa ada yang aneh dengan keputusan kekasihnya itu, tapi dia tidak tahu apa. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Alena darinya. Di sisi lain, dia tidak bisa menarik ucapannya. Dia tahu bagaimana efek kepercayaan Dewanda nanti jika dia tidak menepati janjinya. Apalagi, banyak sepupunya yang berusaha mencari celah antara dia dan Dewanda.

"Sekarang, untuk yang terakhir kalinya. Kamu pilih, ikut bersamaku atau keluar dari mobil ini." Adriel menatap tajam pada Alena.

"Adriel, kamu kok tega banget?" Baisanya jika Alena ikut marah dan merajuk, Adriel akan luluh dan mengalah. Namun, tidak untuk kali ini. Dia hanya diam.

"Baik, aku akan keluar." Alena membuka pintu mobil dan dengan perlahan keluar.

Tidak seperti yang diharapkannya, Adriel akan menahan. Sampai dia menutup pintu kembali, tidak ada usaha Adriel untuk menahannya. Tanpa permisi, Adriel langsung memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi dan meninggalkan Alena di pinggir jalan seorang diri. Siapa sangka, kekecewaannya pada Alena, justru mempertemukannya pada Sandra, gadis lugu dan sederhana, namun keras kepala.

Adriel langsung menghempas tubuhnyanke ranjang, melepas kelelahan raga sekaligus hati. Tak habis pikir pada apa yang baru saja dialaminya. Dia akan menikah dengan wanita yang sama sekali tidak dikenalnya.

Tiba-tiba, bibirnya melengkung ke atas. Dia teringat pada gadis pemilik bibir yang telah dirasanya tadi. "Awas saja dia memperalatku, dia akan menerima balasan dariku," gumamnya dengan senyuman dingin.

Tiba-tiba dia teringat pada ponsel gadis itu yang telah disitanya. Adriel memandang pose mereka di mobil tadi. Adriel kembali tertawa, entah apa artinya tawa itu. Dan entah apa yang mendorongnya untuk membuka ponsel gadis itu dan mencari tahu tentang kehidupannya.

Mungkin aku bisa mengetahui sebagian kepribadiannya lewat ponsel ini. Ini perlu, dia akan menjadi istriku untuk beberapa waktu. Batin Adriel.

Tidak dikunci. Dengan mudah, Adriel bisa melihat isi ponsel pintar itu. Tampilan pertama yang dilihatnya adalah foto gadis itu tengah tersenyum, manis sekali. Adriel mengangkat alis, menatapnya beberapa detik. Entah yang ke berapa kali, senyum kembali muncul di wajahnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mutualism Marriage   45. Keberadaan Adriana

    Adriel menatap mereka berdua secara bergantian. Mereka seperti enggan untuk menceritakannya. Dia menyorot linangan air di lensa mata Maria. Napas Sandra pun terlihat tidak normal, seperti tertahan-tahan."Adriana telah meninggal setelah sepuluh tahun menjadi bagian keluarga kami." Ada getaran dalam kalimat Maria. Linangan air itu memenuhi rongga matanya dan hendak meluap."Kami mengadopsinya dari panti asuhan Belaian Kasih. Dia adalah korban kecelakaan dan kedua orang tuanya meninggal. Beruntung dia selamat." Sebuah senyuman pahit terbit di wajahnya yang penuh guratan menua."Namun, tak seperti yang diharapkan. Kecelakaan itu menyisakan penderitaan baginya. Beberapa kali dia mengalami kejang dan kesakitan. Kondisi panti saat itu tidak memungkinkan untuk merawatnya. Entah mengapa juga, hati kami tergerak untuk mengadopsinya." Maria kembali tersenyum pilu mengenang Adriana."Lalu?"Sekuat hati Adriel berusaha bersikap biasa saja, seolah yang mengalami itu bukan adik kan

  • Mutualism Marriage   44. Cerita Lama

    "Pak Anto," sahut Damar dari dalam. Ia berjalan menghampiri pria itu yang masih berdiri di ambang pintu."Aku ingin menyampaikan sesuatu," ujarnya dengan suara dipelankan, namun dapat terdengar jelas oleh Adriel dan Sandra."Nanti saja kita bicarakan, Pak. Anak dan menantu saya baru saja datang." Damar melirik sebentar ke dalam rumah, sambil tersenyum sungkan pada Adriel. Dia tampak sekali salah tingkah.Anto berusaha menganalisa arti kedipan mata Damar, hingga akhirnya ia memutuskan untuk berpamitan. Sekejap menoleh Adriel yang tengah memandangnya penuh selidik.Adriel ingat betul wajah laki-laki yang menemukannya bersama Adriana di tengah hutan dekat tepi jurang saat itu. Dia tak sanggup lagi menangis karena harus menenangkan adiknya yang terisak meraung-raung. Hanya saja air matanya turun bagai aliran air dari mata air."Anto," sebutnya dalam hati.Baru kali ini dia mengetahui nama pria itu. Setelah menemukan mereka, Anto membawanya ke panti asuhan, bertemu deng

  • Mutualism Marriage   43. Kembali ke Masa Lalu

    Matahari belum terlalu tinggi saat mereka sampai di desa kediaman orang tua Sandra. Adriel memilih berjalan pagi sekali agar bisa santai, mengingat kondisi Sandra. Beruntung, Sandra sudah melewati masa-masa mualnya sehingga perjalanan dapat ditempuh dengan mulus."Stop, stop." Tiba-tiba Sandra meminta sopir memberhentikan mobil ketika melewati Panti Asuhan Belaian Kasih.Hampir tidak dapat dipercayainya, melihat bangunan tua dan reok itu sudah berubah menjadi bangunan baru dan kokoh. Adriel tahu apa yang membuat istrinya ingin berhenti, tapi dia tak ingin memberi tahunya sekarang. Sandra akan mengetahui saat semuanya sudah jelas.Bukan tanpa alasan Adriel mau menemani Sandra menemui orang tuanya. Sejak mengetahui bahwa Damar dan Maria yang mengadopsi Adriana, dia berusaha mencari waktu untuk membicarakannya."Aku sudah terlalu lama tidak ke sini. Tapi, siapa yang melakukannya?" oceh Sandra sendiri entah pada siapa dia bicara. Tapi, dia yakin kedua orang di dekatnya, mend

  • Mutualism Marriage   42. Duka Adriel

    Bi Tuti mengingat-ingat, matanya berotasi seperti anak sekolah yang sedang berkutat dengan hafalannya. Kemudian dia menggeleng perlahan."Pernah, sih." Wajahnya mendadak masam.Seperti yang ditakutinya, seketika itu juga hati Sandra mencelos. Baru saja ia merasakan manis perhatian Adriel ditambah bumbu godaan dari Bi Tuti, kini dia kembali dibawa ke alam sadar. Sandra harus sadar diri bahwa pernikahannya dengan Adriel hanya sebatas sebuah perjanjian sementara. Semua yang dilakukan suaminya adalah untuk mencapai tujuannya."Tapi, Nyonya ...." Bi Tuti buru-buru memperbaiki informasi yang diberikannya setelah melihat ekspresi Sandra."Bukan Tuan yang membawanya, dia yang datang sendiri," lanjutnya lagi."Siapa? Alena?" tebak Sandra yakin dengan mata tajam menyorot kepolosan seorang Tuti."Nyonya kenal? Pasti sedih sekali jika mengetahui mantan suami." Bi Tuti berlagak sedih seolah pernah merasakannya juga.Sandra hanya menarik kedua sudut bibirnya untuk memaksakan

  • Mutualism Marriage   41. Menahan Rasa

    Sandra terlena, pertahanannya kacau oleh sihir Adriel. Dia tak mampu menahan ketika bibir Adriel bekerja nakal. Pagutan laki-laki itu tak terbantahkan.Mereka masih berada di depan pintu kamar. Adriel tidak perlu takut ketahuan oleh siapapun di dalam rumah, ini adalah rumahnya. Dia juga tak perlu takut dimarahi karena Sandra adalah istrinya.Sandra merasakan dirinya semakin lemah. Bukan, hatinya yang lemah. Lidah Adriel telah menerobos masuk, mencari pasangannya. Organ tak bertulang itu begitu liar, memberi sensasi lain yang belum pernah dirasakan oleh Sandra.Ya, ini adalah kali pertamanya meski sebelumnya mereka pernah menyatu. Tidak seperti waktu lalu, Adriel tanpa permisi langsung pada intinya. Menerobos masuk tanpa pembukan, sangat menyakiti. Kali ini, Adriel meminta dengan penuh kelembutan.Dengan mudah, tanpa melepas pelukan dan pagutan, Adriel berhasil membawa Sandra masuk ke dalam kamar. Pintu tertutup dengan pelan, sepelan langkah mereka menuju ranjang lu

  • Mutualism Marriage   40. Cemburu

    Adriel mendongak sebentar, lalu kembali menatap meja. Wajahnya datar, tak ada ekspresi kaget kedatangan mantan kekasih.Ya, mantan. Sejak dia melihat langsung, kekasihnya itu berada dalam kamar bersama Denis, dia sudah tak menganggapnya kekasih lagi. Rasa yang selalu bergejolak setiap kali bertemu Alena, mendadak sirna, bagaikan goresan pasir terhapus ombak."Aku gak masalah, kamu kembali padanya untuk sementara waktu. Semua demi masa depan kita, kan? Tapi, gak gini juga, Sayang. Masa kamu mau makan di tempat seperti ini." Suara Alena terlalu nyaring, tak menyadari sepasang telinga milik penjual nasi goreng itu ikut mendengarnya. Wajahnya mengguratkan ketidaksenangan atas ucapan Alena."Kalau sudah selesai makan, kita langsung balik, ya," pinta Adriel pada Sandra. Wajahnya yang tenang berubah kusam.Alih-alih menjawab dan menanggapi Alena, dia malah menarik tangan Sandra yang tidak jadi menghabiskan nasi gorengnya. Seleranya menguap akibat kedatangan Alena.Sandra men

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status