"Hallo ... Ayana, bagaimana kabarmu?" sapa Irish merangkul Ay yang berjalan menuju lift.
"Hallo juga Irish. Aku sudah agak lebih baik kok, kau sendiri bagaimana?" Ay mengedipkan matanya.
"Aku? Kau lihat sendiri," ujar Irish tertawa.
Kedua gadis itu masuk ke lift bersama. Namun, sebuah tangan menahan pintu lift yang hampir tertutup. Benjamin masuk ke dalam lift.
"Selamat pagi, Pak!" Keduanya membungkuk hormat. Lift naik menuju lantai tiga.
_________
Jam kantor telah berakhir, Ayana langsung pulang, tapi Irish tertahan di kantor karena bos besarnya memberinya banyak tugas.
"Apa-apaan ini! Kenapa hanya aku saja yang harus lembur. Balas dendamkah dia?" Gerutuk Hyena.
Drrttt ....
Drrttt ....
Sebuah panggilan masuk dari kakakn
Hallo readers, mas Ben dan mb Irish up nih. Jangan lupa baca 2.59 dan Brittleness ya.
Episode sebelumnya, Irish dan Benjamin terjebak di kantor karena terjadi pemadaman listrik. Tiga puluh menit kemudian. Pak Adrima langsung menuju ruang kantor di mana Ben sedang menunggunya di sana. "Kenapa tuan muda tidak bilang kalau malam ini akan lembur, jadi saya bisa meminta pemadaman listrik di undur dulu," ujar Adrima. Namun, Benjamin hanya cengar-cengir menanggapinya hal itu. "Jangan terlalu sering menjahili gadis ini, tuan muda. Kasihan dia," imbuh pak Adrima menatap Irish yang sedang tidur. "Ah tidak ... tidak ... bukan seperti itu," uhar Ben mengelak. "Lebih baik kita pulang saja. Mumpung belum terlalu malam. Bangunkah saja gadis itu," usul pak Adrima, sekretaris andalan keluarga Van Dee Han. "Biar dia kugendon
"Apa? Gregory berhenti kerja?" Irish terkejut mendengar berita itu dan tampak tak percaya. Ini pasti ulah Benjamin van Dee Han!' batin Irish. "Apa benar dia yang selalu mengirim bunga mawar merah muda itu?" Mira bertanya pada Irish dan sama sekali tidak percaya kalau Gregory yang pendiam bisa senekad itu. "Aku tadi masih melihat Gregory ada di koridor kantor," Samantha berjalan mendekati Irish. Semua pegawai kantor pagi itu membicarakan Gregory. Irish hanya terdiam menatap tempat duduk yang berada paling pojok, tempat di mana biasanya Gregory bekerja, kemudian pandangannya beralih ke arah ruangan di depannya. Bergegaslah dia menuju ruangan itu. Tanpa mengetuk pintu, Irish langsung masuk begitu saja. Sementara itu Benjamin terus menatap sebuah amplop yang tergeletak dimejanya, jari jemarinya mengetuk-ngetuk di atas meja secara bergantian. Seseorang masuk tanpa mengetuk pin
HAPPY READING Pagi itu Alex tampak sudah rapi, dia mengenakan kemeja putih dan celana jeans biru. Sangat cocok dengan wajahnya yang maskulin. "Mau pergi ke mana, kak?" Irish yang heran melihat kakaknya begitu rapi dan wangi diminggu pagi. Weekend yang biasanya dia dan Alex habiskan di rumah dengan bercanda bersama. "Oh ... Irish, kakak akan keluar sebentar." Alex mengedipkan mata kanannya. "Aih ... ganjen!" celetuk Irish. "Ternyata kakak ku ini bisa ganjen juga." "Ha ha ha ha ...." Alex hanya tertawa mendengarnya. "Kaakk!" panggil Irish manja. "Emmm ...." jawab Alex singkat. "Apakah kak Alex mau pergi berkencan?" tebak Irish, karena dia jarang sekali melihat kakaknya serapi itu dan dengan mimik muka senyam-senyum sendiri. Alex diam menoleh ke arah Irish dan berkali-kali mengedipkan k
HAPPY READING Flashback 2 minggu yang lalu.... "Ben, ada apa?" tanya Duncan memperhatikan Benjamin yang sedari tadi pandangannya menatap lurus ke depan. "Ben, kenapa kau terus menatap hotel di depan sana?" Mike ikut bertanya. "Ah, tidak ada. Hmm ... Mike, hotel apa itu?" tanya Ben. "Hotel itu adalah hotel paling bagus di Leiden. Kenapa kau tanya seperti itu, Ben?" Mike penasaran. "Hotel itu biasa digunakan untuk acara meeting, pertemuan penting para penjabat, bahkan hotel itu punya ruangan khusus untuk acara resepsi pernikahan." Duncan berjalan membawa minuman. "Apa kau mau memesan tempat di hotel itu, Ben?" Mike menoleh ke arah Ben. "Ah tidak, aku hanya bertanya saja." Ben menggaruk-
Malam semakin larut. Alex mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Hatinya benar-benar sedang bahagia. Senyumnya terpancar di sudut bibirnya ditambah lagi dengan lesung pipi yang semakin membuatnya terlihat sangat manis. Mendadak Alex dikejutkan dengan sebuah mobil silver metalik yang menghadang laju mobilnya. Alex keluar dari mobil, begitupun juga seorang pemuda keluar dari dalam mobil berwarna silver metalik itu. Tanpa pikir panjang pemuda itu langsung mengarahkan kepalan tangannya ke wajah Alexander. "Apa-apaan ini. Siapa kau? Kenapa tiba-tiba kau memukulku?" Alex tersungkur ke belakang, dia memegangi bibirnya yang sedikit mengeluarkan cairan berwarna merah. "Pukulan itu pantas untuk laki-laki yang suka mempermainkan hati wanita!" ucap pemuda itu. "Apa maksud
Ayana memapah Alexander masuk ke dalam rumahnya. Gadis itu membaringkannya di sofa. Lalu dia mengambil kotak P3K. Ayana mengobati luka memar pada muka Alexander."Kau mengenalnya?" Alex meringis menahan nyeri."Dia—putra tunggal pemilik perusahaan tempatku dan Irish kerja," jawab Ayana."Apa? Dia—" Alex terdiam dan akhirnya dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Kenapa kau tersenyum?" tanya Ayana Heran."Aku rasa dia menyukai adikku dan dia tidak mengetahui jika aku ini adalah kakaknya. Mungkin dia cemburu," sahut Alexander."Dia memang menyukai Irish, tapi Irish tidak pernah menanggapinya," jelas Ayana. Alexander memahaminya.
Benjamin bingung bercampur marah saat mendapatkan dirinya berada di kamar hotel. Lebih mengejutkan lagi setelah mengetahui wanita bernama Anna tertidur lelap di sampingnya. Ben memegangi kepalanya yang masih terasa sakit. "Apa yang aku lakukan? Ti-tidak mungkin aku melakukan dengan dia!" Ben menatap Anna. Pemuda itu meremas rambutnya sendiri. Dia pun turun dari ranjang dan meraih pakaiannya. Berdiri berkacak pinggang dan mendongakkan kepalanya. Mengembuskan napas setelah itu menelan saliva-nya sendiri hingga jakunnya naik turun. Ben memakai pakaian, lalu berjalan mendekati ranjang. "Ini pasti jebakan!" Ben meraih tas milih Anna dan dia menemukan sebuah botol berisi serbuk. Ben melirik Anna yang masih tertidur lelap. Sesaat setelah itu atensinya berubah pada benda pipi
Ayana menatap Irish dengan penuh tanda tanya. Gadis itu dibuat bingung dengan tatapan dari Irish yang tidak seperti biasanya dan Ayana mulai merasa tidak nyaman. "Kau kenapa sih?" "Aku?" Irish menunjuk dirinya sendiri. "Kenapa memangnya? Ah, tidak ada apa-apa," balas Irish. "Kalau tidak ada apa-apa, kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Ayana memutarkan gelas yang ada di depannya. "Apa kau masih penasaran dengan kejadian tadi?" lanjutnya bertanya. "Good answer.Pintar sekali!" Irish mendekatkan wajahnya semakin dekat dengan wajah Ayana "Kau ada masalah apa dengan Benjamin?" imbuh Irish. "Hush! Sopan kalau menyebut nama orang. Kalau sampai dia mendengarmu, bisa-bisa kau nanti akan kena amukannya. bagaimanapun juga dia itu adalah Bos-mu," jelas Ay. Irish langsung tertawa mendengarkannya. "Lalu kenapa kalau dia adalah Bos kita? Dia saja tidak pernah menghargai kita, kerjaannya hanya marah-marah terus," dengkus Irish