Berbagai menu hidangan mewah sudah tersaji di meja makan persegi, bergaya eropa klasik. Sepuluh kursi yang melingkar dengan dominasi warna putih dengan pinggiran emas itu, kini sudah terisi dengan para komisaris utama dari Casteel High.
Makan siang yang ada, bukanlah sebuah pertemuan formal. Raja pun hanya mengundang beberapa komisaris yang memang sudah sangat lama bekerja sama dengannya. Dan rata-rata, mereka semua sudah seusia dengan Raja. Sudah memilik anak serta cucu masing-masing.
Raja juga sudah mengenalkan Sinar sebagai sekretaris pribadi, yang akan menangani segala hal terkait pencalonannya untuk menjadi gubernur. Ada beberapa yang langsung menggoda Sinar secara frontal, dan sisanya hanya tersenyum tanpa bisa diketahui maksudnya.
Seperti biasa, image seorang sekretaris akan selalu menyimpan kesan 'miring' tersendiri di mata publik. Terlebih, jika sang sekretaris memiliki paras, serta lekuk tubuh yang mampu membuat para pria tidak mengerjab saat men
Tatapannya mengarah serius pada tablet yang ada di genggaman. Tertunduk untuk menggeser slide demi slide foto yang terpampang di dalam sana. Raja tengah mengamati beberapa rumah kosong yang rencananya akan digunakan sebagai posko pemenangannya.Pendaftaran calon pemilihan kepala daerah memang masih diadakan tahun depan. Tapi, untuk memenuhi semua persayaratan yang dibutuhkan, Raja harus bergerilya dari sekarang untuk mencari dukungan masyarakat.“Pihak Partai Demokrasi menghubungiku tadi siang.” Pras masuk ke dalam ruang kerja Raja, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Melonggarkan dasinya lalu menjatuhkan tubuh di sofa yang langsung berhadapan dengan meja kerja Sinar. Tatapan keduanya beradu sejenak, sangat singkat. Hanya dalam hitungan detik, dan Sinar memutusnya lebih dulu.“Padahal Papi sudah umumkan kalau akan maju lewat jalur independen.” Raja meletakkan tabletnya di atas meja. Meregangkan leher penatnya sejenak, kemudian menatap P
Sinar menatap waspada, tapi tidak bisa menjaga jaraknya ketika Pras semakin menggeser tubuhnya mendekat. Sinar semakin menghimpitkan tubuhnya di ujung. “Ke-kenapa ditutup? A-aku bakal lompat kalau kamu berani macam-macam.”Pras berhenti, menyisakan jarak 10 senti diantara mereka. Memutar tubuh dengan kedua tangan terbuka, yang bertumpu pada kepala jok depan dan belakang. “Kamu … mau lompat? Aku dengan senang hati membukakan pintu untukmu.”“Dasar breng—”“Sshh!” telunjuk tangan kiri Pras terjatuh di atas bibir tipis yang kini terkatup rapat, karena mendapat tatapan yang sangat mengintimidasi. “Aku sudah pernah bilang, kan, jaga ucapanmu saat bicara denganku.”Sinar menggangguk kecil, paru-parunya seolah terhimpit oleh beban berat, hingga kesulitan untuk menarik udara bebas di sekitarnya. Terlebih, dengan jarak sedekat ini, Sinar dapat kembali menghidu aroma Pras seperti pagi tadi. Me
Sinar berdiri beku. Kedua tangannya masih memegang bagian atas pintu mobil yang terbuka. Kakinya seolah berat melangkah, terpaku bak akar pohon yang telah menancap sejak berabad lamanya. "Diantar siapa kamu, Nar?" Melihat dari sedan mewah keluaran eropa, yang baru saja ditumpangi oleh Sinar. Tidak mungkin rasanya, kalau roda empat itu adalah sebuah taksi on-line. BMW yang membawa gadis itu memang bukan seri terbaru, tapi, harga yang dipatok untuk keluaran 3 series saat ini masih ada dikisaran harga 1 miliar. Ada yang di bawah itu, dan tidak jarang juga yang masih dijual di atas harga tersebut. Belum sempat Sinar menjawab pertanyaan bernada dingin itu, pria yang bertolak pinggang di depan pagar itu mengajukan pertanyaan berikutnya. "Kenapa gak bilang kalau kamu sekarang kerja lagi?" Kembali, belum lagi sempat Sinar memuntahkan kalimat jawaban, seseorang telah menyerobot dengan mengucapkan kalimat datarnya. "Ah! Ada reuni
Jika dilihat sambil lalu, tidak ada yang pernah menduga kalau hubungan Pras dan Bintang sebenarnya saling menusuk di belakang. Tapi, bila sudah duduk membahas pekerjaan, keduanya fair, bisa saling bertukar pikiran dan saling mendengar, agar tujuan mereka bisa selaras.“Jadi, kapan aku bisa ketemu pak Raja?”Pras telah menjelaskan beberapa bagian penting perihal pencalonan Raja, yang saat ini membutuhkan seorang konsultan hukum. Bukan hanya satu orang sebenarnya, Pras juga tengah memilah beberapa lembaga yang benar-benar independen, bersih dan sama sekali tidak ada indikasi keberpihakan.Dan setelah memikirkan lebih lanjut, mempertimbangkan ucapan Sinar pada saat makan siang. Akhirnya Pras memutuskan, kalau ia perlu menggandeng Bintang untuk berada di sisi Raja. Namun, tentu saja ada syarat dan ketentuan yang berlaku di balik itu semua. Pras sendirilah yang akan mengatur tentang kapan, dan di mana Bintang akan bertemu dengan Raja.&ldq
Telapak tangan Bintang menyatu di depan bibir dengan siku bertumpu di atas paha. Memandang dingin, sekaligus menghela besar, pada Sinar yang salah tingkah karena ucapan Pras. Ingin rasanya tidak mempercayai Pras, tapi, Bintang memang melihat sebuah jejak merah pada garis leher yang tertutup kerah. Jika dilihat sekilas, memang tidak akan tampak. Tapi jika di teliti lagi, Bintang yakin, kalau tanda merah tersebut adalah sebuah kissmark.Setelah memuntahkan kalimat yang sangat provokatif. Pras melenggang begitu saja keluar dari rumah Sinar. Sungguh, tidak ada beban sama sekali, yang terlihat pada wajahnya.“Jadi, itukah alasannya kamu menolak untuk kembali menikah denganku, Nar? kamu sudah jadi mainannya Pras?”Mainan?Ya! mungkin benar, apa yang Bintang katakan barusan. Sinar hanyalah sebuah mainan bagi Pras. Bukankah sudah jelas, kalau dari awal, Pras mengatakan ingin membawa Sinar ke ranjangnya. Pria itupun juga tidak peduli dengan kondisi Sin
Akhirnya Sinar bisa menikmati hari liburnya. Baru tiga hari menjadi sekretaris pribadi Raja, tapi pikirannya sudah sangat terasa penat. Sinar stress bila harus berhadapan dengan Pras, yang selalu mematahkan ucapannya berkali-kali. Belum lagi sikap Pras yang selalu saja seenaknya ketika mengaturnya.Sinar memang tidak sehari penuh bertemu dengan pria itu. Hanya pagi hari, sore atau ketika Pras memang belum pergi ke firmanya. Tapi, meskipun begitu, Sinar merasa pengaruh Pras terhadap dirinya sangat besar. Terkadang, mendengar suaranya dari jauh saja, sudah bisa membuat jantung Sinar melompat horor. Tidak mampu menebak-nebak, hal apa lagi yang akan dilakukan pria itu kepadanya.Pintu kamarnya terdengar diketuk sebanyak dua kali. Sejurus kemudian sang bunda muncul hanya menyembulkan kepalanya saja.“Ada Bira di luar.”“Bira?” Sinar merasa tidak memiliki janji apapun dengan pria itu. Melihat ponselnya sejenak, tapi tidak ada satupun tel
Ketiga pria itu dengan sigap menarik kursi untuk wanita mereka masing-masing. Sesuai dengan sikap pria sejati pada umumnya. Mendahulukan wanita, setelah itu barulah para pria itu, menjatuhkan tubuh di kursi yang sudah tersedia.Apakah hanya Sinar yang merasakan kecanggungan di sini? Berhadapan dengan Bintang dan duduk tepat di sebelah Pras lalu diapit oleh Bira.Bira sedikit menunduk, berbisik tepat di telinga Sinar. “Sorry, tapi kita bisa pergi kalau kamu gak nyaman.”Sinar membalas, menolehkan kepalanya dan juga berbisik di telinga Bira. “It’s oke, I can handle it.”Bibirnya bisa berucap santai, namun hatinya sudah bergemuruh tidak karuan. Lebih banyak menunduk, tidak ingin melihat pemandangan yang begitu menyakitkan di depan mata.“Mas Bintang mau makan apa?” tanya Daya dengan manja. Ada sedikit senyum tipis yang terkesan sinis, menyiratkan kemenangan telak pada maniknya.Sejurus kemudian, pertany
“Ikut aku.”Tubuh Sinar, yang baru saja mengeluarkan ponsel untuk berselancar di dunia maya sembari menunggu Bira, tertarik paksa. Merasa syok, hingga tidak mampu mengelak, ketika tubuhnya digiring menuju parkiran basement hotel.Sejurus kemudian, Sinar mengerjab sadar. Membeliakkan maniknya karena jemarinya kini sudah tertaut erat dengan Pras. Memilih berhenti, dan menyentak tangan pria itu ketika berada di tengah-tengah basement.“Apaan seh!”Berbalik cepat, kemudian melangkah tergesa untuk kembali ke dalam lobi. Untuk apa Pras berada di lobi dan menarik dirinya menuju basement? Kemana Bira? Bukankah seharusnya, pria itu yang turun lebih dahulu kemudian pergi makan malam di tempat lain bersama Sinar?“Teruslah kembali ke dalam,” ucapan datar Pras menggema, di tengah-tengah basement yang hanya terisi dengan deretan kesunyian mobil. “Jonas …”Pras menang! Tidak melanjutkan kalimatnya.