Home / Romansa / My Bad Doctor / Tawaran Menggiurkan

Share

Tawaran Menggiurkan

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-06-23 06:45:15

[+628xxxxxxxx: Aku tahu permintaanku tadi sangat aneh, jadi tidak usah dipikirkan. Omong-omong ini Vanessa.]

“Bagaimana mungkin aku tidak memikirkannya?” bisik Jovi dengan senyum jahil. “Ini terlalu menarik untuk dilewatkan begitu saja.”

“Kau berbicara denganku?” Rekan kerja Jovi yang sejak tadi membaca buku, bertanya.

“Ya.” Jovi dengan cepat mengangguk. “Aku ingin tahu jadwal jaga IGD hari ini. Apakah ada aku nanti sore?”

“Tentu saja. Jadwalmu setelah ini sampai malam.”

“Kalau begitu, bisa tolong gantikan aku? Aku punya urusan yang sangat mendesak sore nanti, mungkin sampai besok pagi.” Jovi bertanya dengan senyum lebar.

***

[Dokter Mesum: Bagaimana kalau kita membicarakan ini setelah jam pulang kantor?]

[Dokter Mesum: Kita bisa makan malam bersama, kemudian lanjut ke hotel mungkin?]

Helaan napas disertai dengan geraman pelan terdengar dari balik salah satu kubikel. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Vanessa Wijaya yang terlihat sangat putus asa saat ini. Siapa sangka pesan yang dia kirim pagi tadi, bisa terbaca dengan cepat. Mustahil ditarik lagi.

“Aku benar-benar sudah gila,” gumam Vanessa dengan sangat pelan, juga menyembunyikan wajah di antara lengannya. “Kenapa pula aku sampai memberi tahu namaku? Harusnya kan dia tidak tahu.”

Embusan napas Vanessa yang cukup keras akibat penyesalan, kini terdengar lagi. Untung saja rekan kerjanya yang lain sedang sibuk dan tidak mendengar. Hanya dia yang tidak sibuk, karena sudah meminta izin untuk pulang jam lima tepat.

Biar bagaimana, dia harus segera menyelesaikan masalah tidak masuk akal ini. Semua gara-gara perkataan kakak tirinya yang bejat itu. Bisa-bisa, Vanessa akan dicap sebagai wanita murahan.

“Tidak apa-apa, Vanessa.” Perempuan bertubuh gempal itu mengangguk, ketika sudah tiba di tempat janjian. “Yang dikatakan kakak terkutukmu itu benar. Kau harus merasakannya minimal sekali, karena kau tidak punya niat untuk menikah.”

Setelah menarik napas beberapa kali, Vanessa akhirnya memberanikan diri untuk masuk ke gedung tinggi di depannya. Rupanya dokter mesum itu memilih tempat makan malam di salah satu restoran bintang lima, di hotel bintang lima pula. Untung pakaian kantornya cukup mumpuni.

“Pasti mahal,” gumam Vanessa yang menatap interior ruangan restoran itu. “Semoga saja dia yang traktir.”

“Hai.” Baru saja Vanessa meratapi harga makanan yang ada di restoran itu, dia sudah tiba di depan Jovi yang menyapanya dengan riang.

“Kenapa kau terlihat begitu riang?” tanya Vanessa mulai terlihat panik.

“Karena akan terjadi hal menyenangkan setelah ini,” jawab Jovi dengan senyum jahilnya. “Siapa pun akan senang dengan hal itu kan?”

Vanessa menarik napas sangat panjang, kemudian membuangnya dengan perlahan. Dia jelas membutuhkan hal itu untuk berbicara, dan menjelaskan panjang lebar.

“Aku menarik tawaranku tadi pagi.” Akhirnya Vanessa berbicara.

“Oh, kenapa?”

“Karena walau ingin mencoba, aku tidak akan melakukannya dengan lelaki yang baru kutemui kemarin,” jelas Vanessa secepat yang dia bisa. “Setidaknya, kita perlu berpacaran setengah tahun dulu sebelum melakukan itu.”

“Aku hanya terlalu kesal dengan mantan dan kakakku yang tiba-tiba saja menawarkan taruhan,” lanjut Vanessa memberikan terlalu banyak informasi.

“Tunggu dulu, kakakmu bertaruh tentang ini?” tanya Jovi dengan kedua alis yang terangkat karena terkejut.

“Oh, aku terlalu banyak bicara.” Vanessa menutup mulut dengan salah satu tangannya.

Jovi mendengus pelan mendengar itu. Perempuan di depannya tidak mengingkari pertanyaan yang dia tanyakan barusan, yang berarti itu adalah benar. Saudara mana yang membuat taruhan yang meminta adiknya tidur dengan lelaki?

“Aku tidak tahu ada apa dengan keluargamu, tapi aku rasa itu keterlaluan. Kau tidak perlu menanggapinya.” Akhirnya Jovi bersuara juga.

“Ya, tapi jujur saja aku bimbang. Tawaran yang dia berikan sangat menggiurkan, dan bisa membuatku bebas selamanya.”

Jawaban Vanessa kembali membuat Jovi terkejut. Lelaki itu tidak tahu bebas apa yang dimaksud, tapi kalau melihat raut wajah perempuan itu, pastilah sesuatu yang sangat tidak menyenangkan.

“Bagaimana kalau begini saja.” Tiba-tiba Jovi punya ide yang menarik. “Aku akan membantumu, tapi dengan cara yang lebih masuk akal.”

“Cara masuk akal bagaimana yang dimaksud?” Vanessa mengernyit curiga.

“Kita pura-pura saja. Pura-pura tidur bersama, tanpa benar-benar melakukan apa pun. Setelah kau mengambil foto yang cukup, kita akan langsung bubar.”

Sebelah alis Vanessa terjungkit naik mendengar ide itu. Tidak buruk, tapi terlalu banyak risiko. Terutama bagi dirinya yang adalah perempuan

“Aku bersumpah tidak akan melakukan apa pun. Kalau pun sampai aku tiba-tiba jadi gila, kau bebas membunuhku atau melapor di polisi, ikatan dokter atau apa pun.” Jovi kembali berbicara dan mengumbar janji, layaknya politisi.

Vanessa mengerutkan kening, dia sedang mempertimbangkan tawaran itu. Sangat menggiurkan, walau tidak ada jaminan baginya. Tapi taruhan itu jelas jauh lebih menggiurkan bagi Vanessa.

“Kalau begitu ayo.”

***To be continued***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Bad Doctor   155. Akhirnya (TAMAT)

    "Kenapa kau tampak pucat?" Jovi menanyakan itu dengan kening berkerut. "Apa kau sakit?" "Tidak kok." Vanessa dengan cepat menggeleng. "Aku hanya belum memakai lipstik." "Yakin?" tanya Jovi, sembari memperhatikan istrinya yang pergi ke meja rias dan memakai lipstik. "Apa kita tidak usah pergi saja?" "Jangan begitu dong. Yang menikah ini kan teman kita berdua dan salah satu dokter di rumah sakit juga. Masa kita berdua tidak hadir." "Tapi kau tidak terlihat baik-baik saja." Jovi benar-benar khawatir ketika melihat istrinya. "Atau kita singgah ke rumah sakit saja dulu? Kebetulan stetoskopnya aku tinggal di sana." "Tidak perlu Joviandri." Kali ini, Vanessa berbicara dengan lebih jelas. "Sebaiknya, kita berangkat sekarang. Karena kalau tidak, nanti terlambat." Walau masih keberatan, Jovi pada akhirnya hanya bisa mengalah. Vanessa benar-benar merajuk ingin segera berangkat ke tempat acara, karena rumah mereka kebetulan agak jauh juga. Apalagi, kali ini mereka menginap di rumah ora

  • My Bad Doctor   154. Bukan Rahasia Lagi

    "Kau itu kenapa?" tanya Vanessa, pada lelaki di depannya. "Kenapa wajahmu berantakan begitu?" "Aku dipukuli Ayah," jawab Ardy dengan nada kesal. "Kau melakukan apa lagi?" Kali ini giliran Jovi yang bersuara, sembari mempersiapkan beberapa hal untuk mengobati pasiennya itu. "Pasti melakukan hal yang aneh kan?" "Aku memang melakukan sesuatu, tapi bukan sesuatu yang harus dipukuli seperti sekarang," gerutu Ardy mencebik kesal. "Pelan-pelan ya," lanjutnya ketika Jovi sudah akan mengobati wajahnya. "Tidak akan ada seorang ayah yang akan memukuli putranya seperti ini, jika tidak melakukan hal yang tidak sepatutnya." Vanessa mengatakan itu dengan kedua tangan terlipat di dada. "Jadi katakan saja. Kami akan mendengar dan tidak akan menghakimi." Ardy mengembuskan napas cukup keras. Dia tidak bisa langsung menjawab, karena selain sedang diobati di bagian sudut bibir, Ardy juga tidak bisa mengatakan alasannya dengan jujur. Bia

  • My Bad Doctor   153. Hasil

    "Bisa jelaskan ini pada Kakak, Ra?" tanya seorang lelaki berkacamata pada Aurora. Sayangnya, perempuan yang berprofesi sebagai dokter itu pun tidak bisa menjawab. Lebih tepatnya, Aurora membatu dengan mulut terbuka saking terkejutnya melihat kehadiran orang-orang di rumahnya. "Kok malah bengong sih. Ra?" Kali ini seorang perempuan yang sedang menggendong anak bayi yang berbicara. "Ini pacarmu kan? Tapi kenapa malah datangnya rombongan?" "Maaf." Tiba-tiba saja Aurora memekik. "Tapi boleh saya bicara berdua dulu dengan Ardy?" Dua orang tua yang duduk di atas sofa saling melirik, sebelum menatap putra mereka. Tentu saja dua orang tua ini merasa tindakan Aurora barusan sedikit tidak sopan, apalagi mereka seperti tidak disambut dengan baik. "Biar aku bicara dengan Aurora dulu ya." Untung saja Ardy cukup cepat tanggap dan segera beranjak dari tempatnya duduk. "Maaf, ya Om dan Tante." Tahu dirinya terlihat sedikit kurang ajar, Aurora tak lupa mengucap maaf. "Saya pinjam anaknya d

  • My Bad Doctor   152. Melamar

    "Aku tidak hamil, Ar. Jadi tolong jangan terus menggangguku," desis Aurora terlihat sangat kesal, dengan ponsel menempel di telinga. "Apa kau sudah periksa?" Sayangnya, Ardy tidak mau menyerah begitu saja. "Kalau sudah, perlihatkan hasilnya. Aku hanya akan menerima hasil dari rumah sakit dan tidak dengan test pack." "Yang benar saja. Kalau aku memeriksa ke rumah sakit tempatku bekerja, nanti aku akan digosipi orang-orang. Aku tidak mau itu terjadi." Sang dokter masih bersikeras. "Itu memalukan." "Kau merasa malu karena teman-temanmu tahu, atau tidak mau sampai Jovi tahu?" Ardy membalas dengan pertanyaan. "Kenapa tiba-tiba membicarakan Jovi?" "Tentu saja karena dia adalah calon penerus rumah sakit tempatmu bekerja. Sedikit banyak, dia pasti akan tahu kalau kau memeriksakan diri kan? Lagi pula, rumah sakit tidak hanya satu." Aurora memijat pangkal hidungnya, merasa terlalu banyak hal yang membuatnya sakit kepala belakangan ini. Tentu saja Ardy adalah salah satunya. Lelaki it

  • My Bad Doctor   151. Gejala Hamil

    "Jadi bagaimana dengan perjalananmu dengan Ardy?" Aurora langsung melirik kesal ke arah suara yang dia dengar. Padahal dirinya baru masuk ke dalam ruang praktik, tapi malah sudah menemukan seseorang yang menyebalkan di sana. Orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Vanessa. "Bukankah kau harusnya bertanya pada dirimu saja dulu?" tanya Aurora yang kemudian menyimpan tasnya. "Bagaimana dengan program kehamilanmu?" "So far so good." Vanessa mengangguk tanpa ragu. "Cuma memang belum ada hasil saja. Mungkin setelah kuliah Jovi di semester ini berakhir, kami mau mencoba inseminasi saja." "Secepat itu?" Aurora menaikkan sebelah alisnya, menghentikan kegiatan menggunakan sneli. "Apa tidak mau menunggu lebih lama lagi? Bukankah katanya kau mau sekolah lagi?" "Iya sih, tapi entah kenapa pengennya begitu." Vanessa mengedikkan bahu dengan santainya. "Akan lebih baik aku hamil saat sedang kuliah, dibanding melahir

  • My Bad Doctor   150. Gara-Gara Setan

    "Apa yang terjadi di sini," gumam Aurora sembari menempelkan selimut dengan erat ke tubuhnya. "Aku juga tidak tahu," gumam Ardy dengan mata melotot. "Apanya yang tidak tahu brengsek." Dengan kekuatan penuh, Aurora melemparkan bantal ke arah lelaki yang dia temani. "Kau jelas-jelas melakukan sesuatu padaku." "Ya, tapi aku juga tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi." Ardy menjawab, sembari berusaha menghindar. Dia bahkan sampai keluar dari dalam selimut. "Jangan memperlihatkan tubuh telanjang sialanmu itu," pekik Aurora sembari memejamkan mata dengan sangat rapat. "Maaf." Ardy segera berjongkok dan bersembunyi di dekat ranjang. Entah bagaimana, dua orang itu pagi ini berakhir di atas ranjang yang sama dengan keadaan tanpa sehelai benang pun melekat pada tubuh. Padahal kemarin mereka hanya berniat untuk berlibur di daerah sekitar pegunungan yang bisa dijangkau tanpa mendaki, tapi malah berakhir di hotel. Padahal, kemarin rasanya semua baik-baik saja. Setidaknya, sampai huj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status