Share

7. Rubah Berbulu Kelinci

"Aahhh!!" pekik Carissa ketika melihat ada bangkai tikus di dalam lacinya. Dia tak sengaja memegangnya ketika berusaha mengambil buku yang ada di dalam laci.

Carissa berusaha membuang bangkai tikus itu sendirian. Dengan menggunakan kertas yang ia robek dari bukunya.

Rossa yang melihat dari kejauhan hanya terkekeh geli karena semua itu adalah perbuatannya.

"Setelah merebut perhatian ayah, sekarang berusaha merebut perhatian dari Daniel," desis Rossa.

Sebelumnya …

Ketika dia melihat sepupunya yang sedang makan di kantin, dia pun langsung melancarkan serangan.

Dia menyuruh Saipudin yang bucin padanya untuk meletakan bangkai tikus di dalam laci Carissa.

"Dari mana aku dapat bangkainya, Cha?!" tanya Udin dengan frustrasi,

"Sama Pak Bon, pasti dia ada," jawab Rossa. "Pokoknya taro aja di laci Carissa."

Dan akhirnya dia menuruti perintah dari Rossa, diam-diam dia meletakan bangkai tikus tersebut di dalam lacinya ketika di kelas itu tak ada yang menyadari keberadaan Udin.

"Udah nih," kata Udin sambil mengatur napasnya yang berantakan.

"Oke, makasih," kata Rosa kemudian berlalu dengan teman-temannya.

Ia ingin melihat pekerjaan Udin, dan ternyata sukses juga membuat wajah Carisa ketakutan seperti itu.

"Pelanggan kamu Dan, lihat tuh," kata Irvan.

"Kenapa?" tanya Daniel, matanya menangkap bayangan Carissa sedang membuang bangkai tikus ke dalam tempat sampah.

"Siapa yang lakuin?"

Irvan menaikan kedua pundaknya. "Hanya Tuhan dan pelakunya yang tahu."

Daniel diam, memandangi Carissa yang masih terkejut dengan bangkai yang tega diletakan di dalam sana.

"Memang masih zaman plonco buat anak baru ya?" tanya Rendy masih mengamati bayangan Carissa yang hendak masuk ke dalam kelasnya.

Yah, karena kelas tiga dan satu itu dekat jadi mudah bagi Daniel untuk mengawasi "pelangganya" itu.

"Jangan-jangan Si Ocha, kayaknya sejak kamu jadi guru les Carissa aneh-aneh aja yang dialamin sama tuh cewek."

Mungkin, Daniel berpikir dalam diam. Rossa gadis yang bisa ditebak. Dia memang nampak baik di luar tapi di dalam, dia lebih berbisa daripada ular kobra sekalipun.

"Cemburu mungkin." Ledek Irvan.

"Lagian jadi orang bagi-bagi dong kepopulerannya?" ledekan dari Rendy tak ditanggapi oleh Daniel, dia malah melangkah pergi keluar kelas.

Dia menuju kelas Carissa dan bertanya pada anak-anak di dalam sana siapa yang sudah melakukan hal itu pada Carissa.

"Gak ada yang tahu?!" Ini adalah suara Daniel yang paling keras seumur-umur.

"Apa kalian pura-pura buta?! Teman kalian dikerjain tapi malah gak ada yang peduli!" Kalimat terpanjang dari Daniel di sepanjang sejarah.

"Kak, aku gak apa-apa," kata Carissa pelan.

Daniel hanya mengamati wajah mungil itu lalu mengelilingkan pandangannya ke seisi kelas.

"Udin, Kak!" jawab seorang murid cewek. 

"Udin?" Daniel tak kenal nama tak populer itu.

"Satu kelas sama Ocha," lanjutnya lagi. Dan bisa ditebak jika Daniel langsung menuju ke kelas Udin dan bertanya pada Udin mengapa dia melakukan ini pada Carissa.

"Gak apa-apa, Kak cuma iseng aja," jawab Udin ia tak mau membawa nama Rosa.

Padahal Rosa yang duduk di bangku depan sudah kelabakan. Tangan Widuri menyenggolnya tapi ditepis oleh Rossa.

"Kayaknya kak Daniel suka sama sepupu kamu, Cha," bisik Widuri membuat perasaan Rosa semakin tak enak.

Dia sudah kesal dan kini diliputi rasa cemburunya pada sepupunya sendiri.

"Kalau gak, gak mungkin sampai begini. Masa cuma gara-gara dia adik kelas yang diles sama dia."

Gigi Rosa menggeretak, melirik tajam pada Widuri yang tak mau berhenti.

Cara apalagi agar Daniel berhenti peduli pada Carisa?

Oke, Rossa akui. Carissa memang gadis yang cantik, dengan kulitnya yang berwarna kuning langsat. Muka yang bulat dengan senyum yang menampakan deretan giginya meski ada gingsul, tapi itu yang membuat nilai plus pada dirinya.

Tapi gadis itu miskin, dia tak punya apa-apa. Dia tidak setinggi Rossa malahan dia pendek. Namun apa yang membuat Daniel menyukai gadis itu?

**

Carissa ingin berbicara pada Rian setelah sepulang sekolah, ia ingin mengatakan untuk tidak memberikannya apa-apa lagi karena membuatnya merasa tidak enak, terlebih pada dirinya.

"Memangnya kenapa? Rosa marah sama kamu?" tanya Rian pada Carissa yang mencari pamannya di dalam ruang kerjanya di samping kamar Rian.

"Bukan, tapi Carissa gak enak sama Ocha."

"Kamu kayak gak tau sifat Ocha aja, dia kan begitu," jawab Rian yang tak mau memahami kegelisahan Carissa.

"Tapi—"

"Jangan pakai tapi lagi, lebih baik kamu bersiap untuk les."

"Dan untuk lesnya, mungkin enam bulan cukup, Paman."

"Kalau kamu takut Ocha, maka kamu gak perlu takut dia marah. Karena Paman sudah daftarkan dia pada guru yang lebih baik dari Daniel."

"Lagian kamu gak suka sama Daniel kan?"

Wajah Carissa tersentak, mendongak menatap wajah Rian lalu menggelengkan kepalanya cepat.

"Gak Paman, Carissa sadar diri."

"Ya udah, jadi kamu jangan takut Ocha marah, oke." Rian menekan kedua bahu Carissa. Dia menatap wajah yang langsung menunduk itu.

Dengan jempolnya, dia mendongakan wajah Cariisa dan menatapnya sangat dekat. Membuat Carisa memundurkan wajahnya. Ini sedikit tidak wajar.

"Kalau begitu saya turun ke bawah dulu, Paman," ucap Cariisa, jika saja dia mau melirik ke arah monitor yang ada di meja kerja Rian pasti dia tahu kelakuan Pamannya itu.

Ketika menuruni tangga, dia sudah melihat Daniel di ruang tamu.

Lelaki itu datang lebih awal karena ada urusan mendadak dengan ibunya yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit.

"Gak apa-apa kan kalau sekarang?" tanya Daniel, dia berjalan di samping Carissa.

"Gak apa-apa Kak, lagian ibu Kakak lebih butuh kehadiran kakak."

Daniel memandang wajah Carissa dari samping, sangat tenang meskipun menyimpan kesedihan di dalamnya.

Ada beberapa hal yang ia tahan untuk tak ia katakan sekarang apa yang sebenarnya terjadi di kelas.

"Kamu—baik-baik aja kan?" tanya Daniel tiba-tiba. Carissa yang ditanya otomatis terkejut, mengapa Daniel menanyakan hal itu padanya.

Apakah Daniel yang dingin, ternyata sehangat ini?

"Baik, Kak," jawab Carissa. Ia mengeluarkan buku dari tasnya dan membukanya.

"Kayaknya aku memang gak pinter Kak."

"Kenapa emang?"

"Aku salah lima dari lima soal."

Daniel terkekeh. "Mungkin kamu belum ngerti banget." 

Baru kali ini Carisa melihat senyum itu. sangat manis tapi mengapa dia jarang tersenyum bahkan tertawa kecil seperti itu?

Tapi, ketika ia menyadari jika ditatap oleh Carisa dia langsung menyembunyikan senyumnya.

"Bilang aja kalau belum ngerti, pasti aku bantu. Aku kan dibayar buat bantuin kamu."

"Tapi aku gak enak."

"Aku lebih gak enak kalau kamu belum ngerti dan aku dibayar untuk membuat kamu ngerti."

Carisa tersenyum. "Makasih, Kak."

"Buat apa?" tanya Daniel, lagi-lagi menatap wajah Carissa.

"Untuk tadi di sekolah."

Ada keheningan sejenak di antara mereka berdua.

"Aku gak tau kenapa ada yang iseng begitu sama aku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status