"KALIAN MAU PACARAN ATAU BELAJAR SIH?!" sentak Rossa membuat Daniel dan Carissa menoleh. Terkejut.
Carissa berdiri diikuti oleh Daniel yang menatap kedua wajahnya secara bergantian.
"Tadi aku sampai bela-belain buat ke rumah Kak Daniel, buat minta jadi guru les privatku. Tapi kakak nolak, dan sekarang tiba-tiba malah di sini, ngajar sepupuku sendiri." Rosa menangis, sudah menahan kesal dia juga menahan rasa cemburunya.
Sudah lama dia berada di ambang pintu tanpa disadari oleh kedua orang itu. Tapi lama-kelamaan malahan pemandangan tersebut membuat Rossa patah hati.
"Karena ini yang nyuruh ayah kamu," jawab Daniel santai. Ia tak menunjukan kepanikan atau apapun, karena dia merasa jika dirinya benar.
"Oh gitu? Kakak lebih suka sama cewek yang baru kakak kenal, dibanding sama aku yang sudah lama suka sama kakak!"
Kalimat itu meluncur begitu saja, antara malu dan tak tahu lagi bagaimana harus menghadapi Daniel setelah ini.
Tapi hati Rossa saat ini tidak baik-baik saja.
Dia melesat pergi setelah mengatakan kalimat tadi. Carissa hendak menyusul Rossa. Tapi tangannya dicegah oleh Daniel.
"Paman kamu udah bayar mahal aku selama dua jam buat ngajarin kamu."
Langkah Carissa terhenti. Mungkin lebih baik dia menemui Rossa nanti, setelah keadaan hatinya membaik.
Daniel memulai pelajarannya lagi, seolah tak pernah terjadi sebelumnya. Dia sangat santai, tidak gugup sama sekali.
Bahkan wajahnya sangat sulit ditebak oleh Carissa. Bagaimana dia bisa setenang itu setelah mendapatkan pernyataan cinta dari Rossa, gadis yang sangat terkenal di sekolahnya?
Apa dia tidak menyukai Rossa? Jika dia menyukai Rossa pasti, dia akan menjelaskan padanya bagaimanapun caranya.
"Kak," panggil Carissa pelan.
"Kenapa? Masih ada yang gak ngerti?"
"Bukan, itu."
"Jangan bahas di luar pelajaran," kata Daniel lagi membuat Carissa langsung mengatupkan bibirnya.
"Maaf Kak," kata Carissa menyesal.
Daniel memang kaku, tapi mengapa Rossa sangat menyukai bahkan tergila-gila pada lelaki ini?
Pertanyaan ini sama sulitnya dengan pertanyaan matematika yang disuruh Daniel untuk mengerjakannya.
Lalu sementara itu di kamar Rossa, anak itu menangis meraung-raung seperti anak kecil.
"Kamu kenapa nangis begitu?" tanya Rian mendekati anaknya. "Ayah terakhir lihat kamu nangis seperti ini, dulu saat ibu kamu meninggal."
Rossa membalikan tubuhnya yang awalnya tengkurap, melihat wajah ayahnya dengan nanar.
"Ocha benci sama ayah!"
"Kenapa? Karena Daniel?"
"Kamu suka sama Daniel?"
Rosa mengangguk.
"Makanya ayah gak mau kasih guru dia, karena ayah tau kamu pasti gak bakalan fokus belajar. Ayah janji kasih guru yang seratus kali lebih baik dari Daniel."
"Gak ada yang sebaik Daniel."
"Kamu sangat menyukainya? Sampai bilang seperti itu?"
"Ayah sudah berbeda sejak Carissa masuk ke dalam rumah ini. Sekarang Ocha yang merasa seperti orang asing di sini."
Rian menghela napasnya. Lalu mencoba untuk memberikan pengertian pada anaknya.
"Karena Carissa gak pernah ngerasain apa yang udah pernah kamu dapatkan, Cha. Carissa gak punya seragam bagus dan sepatu bagus untuk ke sekolah. Memangnya kamu mau dia diledek dan kamu ikut dibandingin."
Rossa diam.
"Tenang aja ayah kasih kamu guru les yang lebih baik dari Daniel nanti. Jadi kamu jangan cengeng seperti ini."
Rossa mengelap air matanya kemudian mencoba untuk tenang lagi.
"Kamu tadi gak berangkat les kan?"
Rosa diam.
"Ke mall? Belanja apa?"
"Baju, habisnya ayah gak beliin Ocha baju," jawabnya.
"Mulai besok jangan begini lagi, kasihan Pak Diman pasti bingung."
Dan kemarahan Rossa pun sampai berlarut-larut. Saat makan malam, dia enggan berada satu meja dengan Cariisa.
Dia memilih untuk makan di dalam kamarnya dan bik Sum disuruh untuk membawakannya ke dalam kamarnya.
Bahkan tadi sore, ketika Daniel hendak pulang dan mengenakan helmnya. Rossa berusaha untuk pura-pura tidak melihatnya.
Padahal Daniel pun tidak peduli, dia hanya menjalankan pekerjaannya sebagai guru les Carissa.
Entah dari siapa Rian tahu jika dia juga mengajar les, tapi Daniel senang juga bisa bolak-balik ke rumah Carissa.
**
Keesokan paginya.
"Berangkat Pak!" perintah Rossa, setelah tahu kalau Carissa baru muncul dari pintu rumah.
"Lha Carissa gimana Non?"
"Naik bus katanya," jawab Rossa.
Dia sudah bertekad akan memulai perangnya dengan Carissa.
Carissa berlari mengejar mobil yang membawa Rossa pergi dari rumah menuju sekolah. Tapi sayangnya tidak terkejar hingga akhirnya dia memutuskan untuk berlari menuju halte bus.
"Masih ada waktu kan." Carissa melihat jam di ponselnya lalu memasukannya kembali ke dalam sakunya.
Napasnya ngos-ngosan, tapi sayangnya dia telat satu menit. Karena bus yang akan membawanya ke sekolah sudah berangkat duluan.
"Naik," kata seseorang dari balik helm. Daniel.
Carissa masih tertegun.
"Mau telat?" tanyanya dengan tatapan mata yang tajam. Dan seakan menghinoptis Carissa, gadis itu pun langsung naik ke atas motor milik Daniel.
"Pegangan," katanya singkat. Dan Carissa pun menurutinya.
Rossa yang sudah tiba di sekolah lebih dulu tersenyum penuh dengan kemenangan. Ia berpikir jika pasti Carissa akan telat dan dihukum oleh gurunya.
Tapi perkiraannya salah, ketika dia sedang mengobrol dengan teman-temannya di dekat tempat parkir sepeda motor, dia melihat Carissa naik motor bersama dengan Daniel.
"Sst, itu kak Daniel sama sepupu kamu bukan Cha?" tanya Widuri teman Rosa.
Rosa langsung menoleh dan melihat Carissa sedang membenarkan rambutnya.
Sialan, rutuk Rossa dalam hati. Kenapa malah begini jadinya?
"Oh, tadi dia ketinggalan mobil," jawabnya. Padahal dia sudah kesal setengah mati.
Ekor matanya melirik Carisa yang berjalan sendirian menuju kelas, sementara Daniel masih betah berada di parkiran dan mengobrol dengan teman-temannya.
"Awas aja kamu, Ris," desis Rosa tak suka.
Daniel nampak acuh di parkiran, dia tidak peduli jika sejak tadi dipandang Rosa dari kejauhan.
"Lihat si Ocha liat kamu terus, Dan!" Irvan menepuk pundak Daniel tapi dia tak peduli.
"Biarin aja."
"Bukannya nganterin Ocha malah berangkat sama sepupunya," ledek Irvan.
"Satu arah. Lagian busnya datang lagi satu jam lagi."
"Tapi jujur, cakepan si Carissa dibanding Rossa, setelah sepupunya masuk ke sini kayaknya bakalan tergeser tuh popularitas Ocha," bisik Rendy pada Daniel dan Irvan, lalu mereka berdua akhirnya tertawa.
"Pasti mereka lagi ngomongin kamu, Cha," tebak Widuri.
"Ya wajar lah, Ocha kan populer," sahut temannya yang bernama Lisa.
Rosa bertambah besar kepala, karena selama ini predikat cewek populer di sekolahnya selalu dipegang olehnya. Tapi setelah ini, mungkin dia harus mawas diri karena saingannya untuk mendapatkan Daniel dan popularitasnya adalah sepupunya sendiri.
**
"Aahhh!!" pekik Carissa ketika melihat ada bangkai tikus di dalam lacinya. Dia tak sengaja memegangnya ketika berusaha mengambil buku yang ada di dalam laci.
Seluruh isi kelas tak ada yang peduli. Dan peperangan pun dimulai.
"Aahhh!!" pekik Carissa ketika melihat ada bangkai tikus di dalam lacinya. Dia tak sengaja memegangnya ketika berusaha mengambil buku yang ada di dalam laci.Carissa berusaha membuang bangkai tikus itu sendirian. Dengan menggunakan kertas yang ia robek dari bukunya.Rossa yang melihat dari kejauhan hanya terkekeh geli karena semua itu adalah perbuatannya."Setelah merebut perhatian ayah, sekarang berusaha merebut perhatian dari Daniel," desis Rossa.Sebelumnya …Ketika dia melihat sepupunya yang sedang makan di kantin, dia pun langsung melancarkan serangan.Dia menyuruh Saipudin yang bucin padanya untuk meletakan bangkai tikus di dalam laci Carissa."Dari mana aku dapat bangkainya, Cha?!" tanya Udin dengan frustrasi,"Sama Pak Bon, pasti dia ada," jawab Rossa. "Pokoknya taro aja di laci Carissa."Dan akhirnya dia menuruti perintah d
Rossa semakin membenci Carissa, terlebih ketika mengetahui jika gadis itu nampak semakin dekat dengan Daniel, dan karena itu lah Rossa semakin memusuhinya tak hanya di sekolah tapi juga di rumah.Ibu Carissa sama sekali tidak tahu, karena waktunya selama seharian ia habiskan di tempat kerjanya. Dia hanya tahu jika anaknya itu lebih bahagia dibanding dengan kehidupan sebelumnya."Sekolah kamu lancar kan, Ris?" tanya ibunya ketika malam itu melihat anaknya masih terjaga dan terpekur di meja belajar.Dia berusaha memahami pelajarannya karena tak ingin membuat Daniel susah."Lancar, Bu," jawab Carissa sambil menatap wajah ibunya yang nampak letih tersebut. "Ibu tidur aja, Carissa masih mau belajar.""Hubungan kamu sama Rossa, baik-baik aja kan?" Entah mengapa ibunya tiba-tiba bertanya seperti itu pada Carissa.Tak seperti biasanya juga dia masuk ke dalam kamar anaknya hanya untuk bertan
Daniel mengatakan hal itu bukan tanpa sebab, karena setiap hari dia melihat bagaimana pamannya memperlakukan Carissa sangat aneh dan berlebihan.Dan ia ingin membawa gadis itu pergi dari rumah itu nanti, setelah dia sudah menjadi seseorang yang membuat Carissa bisa hidup dengan nyaman.Seperti waktu itu ketika Daniel datang untuk memberikan les untuk Carissa. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Rian memperlakukan Carissa bukan seperti layaknya keponakannya sendiri."Permisi," sapa Daniel ketika dia sudah berada di ruang tamu.Carissa yang berada di dapur dan tepat di belakangnya ada Rian, langsung menoleh. Wajah keduanya tegang, Rian gugup sedangkan Carissa takut."Oh, kamu sudah datang rupanya," sahut Rian dengan gugup. Ia tersenyum canggung dan menatap keduanya bergantian."Sana Carissa, jangan buat Daniel menunggu lama," kata Rian. Dia mendorong punggung Carissa pelan.
Mau tak mau Carissa pergi dengan Rossa dan Daniel. Daripada pergi dengan pamannya mungkin lebih baik pergi dengan mereka berdua meskipun banyak hal yang menyebalkan selama di perjalanan.Seperti ketika Rossa inginnya duduk di sebelah Daniel. Lalu ia akan berpura-pura ketiduran dengan kepala bersandar di bahunya.Daniel duduk di sebelah Rossa, dan Carissa duduk di depannya.Sesekali Daniel menampakan wajah tak nyamannya ketika Rossa terus menempel padanya seperti tikus yang terkena jebakan lem tikus.Carissa akan memalingkan wajahnya, karena jujur saja dia tidak begitu menyukai dengan sikap Rossa saat ini."Setelah ini kita naik apa?" tanya Daniel pada Carissa."Mungkin naik ojek," jawab Carissa."Aku gak mau kalau naik ojek, kalau kamu mau naik ojek kamu aja sendirian. Aku dan Kak Daniel akan naik taksi," sahut Rossa. Matanya tiba-tiba terbuka sempurna seperti belum
Bagaimanapun juga Carissa tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada ayahnya mengenai sikap Rian yang menakutkan.Ia memendamnya sendirian dan hanya Daniel yang mengetahuinya.Tetapi—setelah Daniel tidak ada nanti. Ketika dia pergi ke Sydney untuk kuliah, siapa lagi yang akan menjaganya seperti sekarang?"Aku gak mau pulang, Kak," ucap Carissa pelan. Ia memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam.Air laut membias oranye menunjukan jika senja sebentar lagi akan tiba."Kamu mau di sini dulu?" tanya Daniel."Kalau bisa, aku mau tinggal di sini sama ayah, tapi—""Kalau kita lapor polisi gimana?" Usulan Daniel membuat Carissa menoleh ke arahnya.Ia menggelengkan kepalanya cepat."Jangan, Kak.""Kenapa?""Gak ada bukti, lagian yang ada aku dan ibuku akan diusir. Dan ayahku pasti akan menganggur
Di sepanjang perjalanan Carissa hanya diam saja. Dia sama sekali tak bicara pada Daniel meskipun lelaki itu sudah berusaha untuk mengajaknya berbicara.Bahkan ketika tangan Daniel ingin mengenggam tangan Carissa dia menolaknya dengan halus."Kakak udah ada Ocha," ucap Carissa pelan.Daniel menghela napasnya. Wajar saja kalau Carissa marah padanya. Tapi mau bagaimana lagi, hanya itu yang bisa dilakukan oleh Daniel.Sebentar lagi dia akan lulus sekolah dan meninggalkan sekolah itu. Dia sudah tak bisa menjaga Carissa seperti biasanya karena ia pasti akan sibuk dengan persiapan kuliahnya.Hanya pada Rossa dia bisa meminta tolong, meskipun itu tidak masuk akal."Maafin aku, Riss," ucap Daniel yang menatap ke arah wajah Carissa dari samping, namun Carissa menatap jendela kereta.Sebentar lagi mereka berdua akan sampai. Dan entah apa yang akan dilakukan oleh
Mata Carissa membeliak terkejut ketika dia melihat panggung pensi yang ada di depannya. Ini bukan seperti yang ada di dalam pikirannya.Ini sama sekali berbeda dengan apa yang ia bayangkan di dalam kepalanya. Sangat berbeda dengan pensi yang ada di sekolahnya yang lama.Ini nampak seperti sebuah pesta—untuk siswa orang kaya."Aku mau ke temanku, terserah kamu mau ke mana," ucap Rosa pada Carissa.Sudah diduga jika Rossa tidak akan terus bersamanya selama ada di acara pensi itu. Ia langsung melesat meninggalkannya dan berkumpul dengan teman-temannya. Hingga membuat Carissa kebingungan sendiri.Ia mengitari pandangannya, dan sejauh yang ia lihat. Tak ada orang yang ia kenal. Semuanya rasanya asing meskipun mereka satu kelas dengannya.Carissa tak dianggap, Carissa dibuang."Itu kan Carissa." Rendy menunjuk ke sebuah arah. Diikuti oleh Galih dan Irvan.
"Yakin sekolahannya di sini?" tanya Daniel ketika ia dan bersama dengan ketiga temannya ada di depan sebuah sekolah khusus laki-laki."Iya, aku udah cari tahu dan dia di sini. Namanya Arka, anak kelas dua.""Bukan kelas tiga?" tanya Daniel lagi."Bukan.""Mau ngapain sih emang?" Kali ini Galih yang bertanya pada Daniel.Sejak sepulang sekolah tadi, ia mengajak ketiga temannya itu untuk melihat sekolahan Arka. Ia ingin bertanya mengapa dia melakukan hal itu pada Carissa padahal jelas si Arka tak mungkin mengenal Carissa jika bukan satu sekolahan.Jika di balik kejadian ini ada hubungannya dengan Rossa, maka lebih baik Daniel akan menyudahi hubungannya dengan perempuan itu.Rossa tak dapat dipercaya."Mau ngajak berantem, Niel?" tanya Rendy kali ini."Bisa jadi—kalau dia gak mau jawab." Daniel menatap ketiga temannya itu bergantian.