Share

6. Perang Dingin Dimulai

"KALIAN MAU PACARAN ATAU BELAJAR SIH?!" sentak Rossa membuat Daniel dan Carissa menoleh. Terkejut.

Carissa berdiri diikuti oleh Daniel yang menatap kedua wajahnya secara bergantian.

"Tadi aku sampai bela-belain buat ke rumah Kak Daniel, buat minta jadi guru les privatku. Tapi kakak nolak, dan sekarang tiba-tiba malah di sini, ngajar sepupuku sendiri." Rosa menangis, sudah menahan kesal dia juga menahan rasa cemburunya.

Sudah lama dia berada di ambang pintu tanpa disadari oleh kedua orang itu. Tapi lama-kelamaan malahan pemandangan tersebut membuat Rossa patah hati.

"Karena ini yang nyuruh ayah kamu," jawab Daniel santai. Ia tak menunjukan kepanikan atau apapun, karena dia merasa jika dirinya benar.

"Oh gitu? Kakak lebih suka sama cewek yang baru kakak kenal, dibanding sama aku yang sudah lama suka sama kakak!"

Kalimat itu meluncur begitu saja, antara malu dan tak tahu lagi bagaimana harus menghadapi Daniel setelah ini.

Tapi hati Rossa saat ini tidak baik-baik saja.

Dia melesat pergi setelah mengatakan kalimat tadi. Carissa hendak menyusul Rossa. Tapi tangannya dicegah oleh Daniel.

"Paman kamu udah bayar mahal aku selama dua jam buat ngajarin kamu."

Langkah Carissa terhenti. Mungkin lebih baik dia menemui Rossa nanti, setelah keadaan hatinya membaik.

Daniel memulai pelajarannya lagi, seolah tak pernah terjadi sebelumnya. Dia sangat santai, tidak gugup sama sekali.

Bahkan wajahnya sangat sulit ditebak oleh Carissa. Bagaimana dia bisa setenang itu setelah mendapatkan pernyataan cinta dari Rossa, gadis yang sangat terkenal di sekolahnya?

Apa dia tidak menyukai Rossa? Jika dia menyukai Rossa pasti, dia akan menjelaskan padanya bagaimanapun caranya.

"Kak," panggil Carissa pelan.

"Kenapa? Masih ada yang gak ngerti?"

"Bukan, itu."

"Jangan bahas di luar pelajaran," kata Daniel lagi membuat Carissa langsung mengatupkan bibirnya.

"Maaf Kak," kata Carissa menyesal.

Daniel memang kaku, tapi mengapa Rossa sangat menyukai bahkan tergila-gila pada lelaki ini?

Pertanyaan ini sama sulitnya dengan pertanyaan matematika yang disuruh Daniel untuk mengerjakannya.

Lalu sementara itu di kamar Rossa, anak itu menangis meraung-raung seperti anak kecil.

"Kamu kenapa nangis begitu?" tanya Rian mendekati anaknya. "Ayah terakhir lihat kamu nangis seperti ini, dulu saat ibu kamu meninggal."

Rossa membalikan tubuhnya yang awalnya tengkurap, melihat wajah ayahnya dengan nanar.

"Ocha benci sama ayah!"

"Kenapa? Karena Daniel?"

"Kamu suka sama Daniel?"

Rosa mengangguk.

"Makanya ayah gak mau kasih guru dia, karena ayah tau kamu pasti gak bakalan fokus belajar. Ayah janji kasih guru yang seratus kali lebih baik dari Daniel."

"Gak ada yang sebaik Daniel."

"Kamu sangat menyukainya? Sampai bilang seperti itu?"

"Ayah sudah berbeda sejak Carissa masuk ke dalam rumah ini. Sekarang Ocha yang merasa seperti orang asing di sini."

Rian menghela napasnya. Lalu mencoba untuk memberikan pengertian pada anaknya.

"Karena Carissa gak pernah ngerasain apa yang udah pernah kamu dapatkan, Cha. Carissa gak punya seragam bagus dan sepatu bagus untuk ke sekolah. Memangnya kamu mau dia diledek dan kamu ikut dibandingin."

Rossa diam.

"Tenang aja ayah kasih kamu guru les yang lebih baik dari Daniel nanti. Jadi kamu jangan cengeng seperti ini."

Rossa mengelap air matanya kemudian mencoba untuk tenang lagi.

"Kamu tadi gak berangkat les kan?"

Rosa diam.

"Ke mall? Belanja apa?"

"Baju, habisnya ayah gak beliin Ocha baju," jawabnya.

"Mulai besok jangan begini lagi, kasihan Pak Diman pasti bingung."

Dan kemarahan Rossa pun sampai berlarut-larut. Saat makan malam, dia enggan berada satu meja dengan Cariisa.

Dia memilih untuk makan di dalam kamarnya dan bik Sum disuruh untuk membawakannya ke dalam kamarnya.

Bahkan tadi sore, ketika Daniel hendak pulang dan mengenakan helmnya. Rossa berusaha untuk pura-pura tidak melihatnya.

Padahal Daniel pun tidak peduli, dia hanya menjalankan pekerjaannya sebagai guru les Carissa.

Entah dari siapa Rian tahu jika dia juga mengajar les, tapi Daniel senang juga bisa bolak-balik ke rumah Carissa.

**

Keesokan paginya.

"Berangkat Pak!" perintah Rossa, setelah tahu kalau Carissa baru muncul dari pintu rumah.

"Lha Carissa gimana Non?"

"Naik bus katanya," jawab Rossa.

Dia sudah bertekad akan memulai perangnya dengan Carissa.

Carissa berlari mengejar mobil yang membawa Rossa pergi dari rumah menuju sekolah. Tapi sayangnya tidak terkejar hingga akhirnya dia memutuskan untuk berlari menuju halte bus.

"Masih ada waktu kan." Carissa melihat jam di ponselnya lalu memasukannya kembali ke dalam sakunya.

Napasnya ngos-ngosan, tapi sayangnya dia telat satu menit. Karena bus yang akan membawanya ke sekolah sudah berangkat duluan.

"Naik," kata seseorang dari balik helm. Daniel.

Carissa masih tertegun.

"Mau telat?" tanyanya dengan tatapan mata yang tajam. Dan seakan menghinoptis Carissa, gadis itu pun langsung naik ke atas motor milik Daniel.

"Pegangan," katanya singkat. Dan Carissa pun menurutinya.

Rossa yang sudah tiba di sekolah lebih dulu tersenyum penuh dengan kemenangan. Ia berpikir jika pasti Carissa akan telat dan dihukum oleh gurunya.

Tapi perkiraannya salah, ketika dia sedang mengobrol dengan teman-temannya di dekat tempat parkir sepeda motor, dia melihat Carissa naik motor bersama dengan Daniel.

"Sst, itu kak Daniel sama sepupu kamu bukan Cha?" tanya Widuri teman Rosa.

Rosa langsung menoleh dan melihat Carissa sedang membenarkan rambutnya.

Sialan, rutuk Rossa dalam hati. Kenapa malah begini jadinya?

"Oh, tadi dia ketinggalan mobil," jawabnya. Padahal dia sudah kesal setengah mati.

Ekor matanya melirik Carisa yang berjalan sendirian menuju kelas, sementara Daniel masih betah berada di parkiran dan mengobrol dengan teman-temannya.

"Awas aja kamu, Ris," desis Rosa tak suka.

Daniel nampak acuh di parkiran, dia tidak peduli jika sejak tadi dipandang Rosa dari kejauhan.

"Lihat si Ocha liat kamu terus, Dan!" Irvan menepuk pundak Daniel tapi dia tak peduli.

"Biarin aja."

"Bukannya nganterin Ocha malah berangkat sama sepupunya," ledek Irvan.

"Satu arah. Lagian busnya datang lagi satu jam lagi."

"Tapi jujur, cakepan si Carissa dibanding Rossa, setelah sepupunya masuk ke sini kayaknya bakalan tergeser tuh popularitas Ocha," bisik Rendy pada Daniel dan Irvan, lalu mereka berdua akhirnya tertawa.

"Pasti mereka lagi ngomongin kamu, Cha," tebak Widuri.

"Ya wajar lah, Ocha kan populer," sahut temannya yang bernama Lisa.

Rosa bertambah besar kepala, karena selama ini predikat cewek populer di sekolahnya selalu dipegang olehnya. Tapi setelah ini, mungkin dia harus mawas diri karena saingannya untuk mendapatkan Daniel dan popularitasnya adalah sepupunya sendiri.

**

"Aahhh!!" pekik Carissa ketika melihat ada bangkai tikus di dalam lacinya. Dia tak sengaja memegangnya ketika berusaha mengambil buku yang ada di dalam laci.

Seluruh isi kelas tak ada yang peduli. Dan peperangan pun dimulai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status