Satu jam berikutnya aku sudah duduk manis di dalam SUV Range Rover Daniel yang mewah mengkilat. Rombongan kerabat jauh datang menjenguk Kakek. Takut membuat canggung suasana aku pamit setelah mendoakan kesembuhan Kakek Daniel dan menyarankan agar lain kali beliau lebih berhati-hati. Sebetulnya aku berniat pulang dengan taxi, tapi Kakek berkeras agar Daniel mengantarku. Sama sekali tidak menyadari raut muka protes cucu kesayangannya. Kami pergi setelah Kakek Daniel sukses membuatku berjanji untuk segera menjenguknya kembali.“Kamu tidak merindukan orangtuamu?”Daniel bertanya sesaat setelah aku menutup telepon dari Ibuku. Seperti biasa, ibu mengecek keadaanku. Kulempar senyum sekilasku pada Daniel.“Dasar penguping! Tentu saja aku sangat merindukan mereka. Biasanya dua minggu sekali aku pulang mengunjungi mereka sekaligus mengambil stok dagangan. Tapi belakangan ini aku terlalu sibuk. Beruntung, berkat kemajuan teknologi saat ini, mereka terasa jauh lebih dekat dari kenyataannya. Aku m
Aku benci gelap. Berdiri di tengah antah berantah yang diselimuti kegelapan mengerikan membuat perasaanku tidak nyaman. Pohon-pohon besar mengurungku dengan bayangannya yang seram. Angin berhembus kuat, membuatku menggigil dingin di balik piyama tipis yang aku kenakan. Aku mendongak, tidak ada bintang, apalagi bulan. Langit hitam membentang luas tanpa ujung. Mendadak, sorot cahaya muncul membeliakkan mata. Sebuah sedan berhenti tak jauh dari tempatku berdiri. Ada tiga siluet hitam tubuh manusia keluar dari sedan lalu berdiri di samping badan sedan yang lampu depannya dibiarkan menyala terang. Mereka sedang beradu mulut dalam nada cepat dan tidak aku mengerti. Setelah berdebat, dua orang dari mereka pergi menggotong sesuatu dari dalam bagasi mobil, tampak sedikit keberatan saat memindahkannya ke jok pengemudi. Dua orang itu tampak sibuk berkutat dengan sesuatu di sana. Setelah pintu dibanting menutup, barulah aku tahu kalau ‘sesuatu’
“Apa begitu sulit untuk meminta maaf?” Stiletto setinggi 11 cm yang dipakai wanita berambut cokelat itu sama sekali tidak tampak akan bergerak mendekat. Memiringkan kepalanya sedikit, ia hanya melirik ke arahku sekilas. Aku menangkap mimik jijik raut wajahnya ketika melihatku berjongkok memunguti koin-koin logamku yang menggelinding berserakan di atas lantai. Aku baru saja menarik kartu ATM dari mesin saat wanita itu menabrakku. Ia tidak terlihat merasa bersalah sama sekali. Padahal gara-gara dia isi dompetku berhamburan. “Iihh.” Hanya desisan sinis yang kudengar, lalu wanita itu melangkah pergi ke arah pria yang sedang menunggunya di luar. “Punya BMW aja belagu!” omelku kesal melihat mobil yang ditumpangi wanita itu pergi meninggalkan parkiran bank. “Orang punya BMW emang boleh belagu. Siapa sih?!” Aku menggumamkan terimakasih pada seorang bapak yang membantu memungut koin terakhirku sebelum men
Aku memutar keran menutup, merubah aliran deras air bening menjadi tetesan dalam tempo yang lebih lambat. “Kencan konyol dan aku idiot!” Sepuluh menit yang lalu, Putra sudah berhasil membujukku berduet menyanyikan sebuah lagu dangdut koplo. Bahkan dia menggunakan momen itu untuk diam-diam menyentuh rambut dan tubuhku. Aku ingin muntah lagi jika mengingatnya. Mungkin sekarang setelah puas berusaha menggerayangikku, ia tengah menyusun rencana untuk menyeretku ke tempat tidur. Berdalih mual dan pusing, aku bisa kabur ke toilet. Bayanganku terpantul di cermin persegi yang tergantung. Rona pucat membayang di antara wajah oval tirusku. Rambutku yang model bob dan saat ini sudah memanjang di bawah pundak, tampak lepek. Asal-asalan kusisir rambutku dengan jari. Tiba-tiba aku melihat pantulan sekilas bayangan yang berkelebat cepat di belakangku. Aku berbalik. Tidak ada siapapun di belakang, persis ketika aku masuk tadi. Terdapat dua bilik t
Sembilan tahun lalu… Kedua tanganku penuh tumpukan buku dan kertas-kertas berisi catatan. Aku baru saja keluar dari perpustakaan kampus. Seperti hari-hari sebelumnya, membantu mengumpulkan bahan materi tugas akhir Revi, senior paling baik yang kukenal empat bulan lalu di acara penyambutan mahasiswa baru. Dan kali ini tugasku bertambah dengan esai sepanjang sepuluh halaman yang harus selesai kukerjakan sebelum tengah hari. Esai itu adalah hukuman yang diberikan oleh Daniel, si asisten dosen paling menyebalkan yang kemarin mendapati aku dan Gina terlarut dalam obrolan rencana akhir pekan, selama hampir setengah jam pelajaran. Ketika asisten dosen itu melontarkan pertanyaan pada kami, otakku benar-benar buntu. Gina justru senang mendapat hukuman, alasannya ia mengidolakan asisten dosen itu melebihi dokter gigi pribadinya yang katanya amat sangat tampan sekaligus mengalahkan pesona Robert Pattinson, aktor tiada tanding versi Gina. Jadi Gina rela melakukan apapun
Lagi-lagi kabut tebal berwarna hitam mengurungku. Setelah kabut itu memudar yang kulihat adalah sebuah sedan tengah meluncur turun dalam kecepatan tinggi. Kali ini aku melihat sang pengemudi terbangun dari tidurnya dan mulai panik mengendalikan laju sedan. Terlambat. Sedan itu menghantam pembatas jalan dan terpelanting jatuh ke dalam jurang.“Ana… aku mohon. Tolong aku…!” … “REVIII!!!” Aku terbangun, duduk di kasurku dengan keringat sebesar biji jagung menuruni kepala. Tenggorokanku terasa kering. Selimutku melilit kaki dan salah satu bantalku tergeletak di lantai. Nafasku masih memburu. Aku tidak berada di tengah kegelapan hutan, aku aman di kamarku dengan sinar matahari pagi menembus tirai kamar. Sudah berhari-hari mimpi buruk itu terus menghantuiku. Mengusap wajah frustasi, aku menendang selimut. Revi yang duduk di ujung kasurku nyaris terlempar oleh selimut. Eh?! Aku mengucek mata, le
Rumah mungilku terdiri dari dua lantai, berlokasi di pusat kota. Dindingnya bernuansa warna pastel, dengan beberapa kombinasi warna cokelat dan hijau yang terlihat nyaman di mata. Di lantai atas terdapat ruang santai dengan sebuah televisi flat screen ukuran 42 inch, diapit sebuah sofa panjang melengkung hasil dari salah satu desain buatanku, lalu ada kamar tidurku, dan kamar mandi. Sedangkan lantai bawah hampir sepenuhnya menjadi galeri woodcraft dengan dapur kecil dan kamar mandi ekstra di bagian belakang. Ayah menambahkan bangunan tepat di sisi timur rumah untuk dijadikan gudang dan garasi. Kedua mataku masih belum terbiasa melihat Revi menginspeksi isi rumahku dengan jurus ‘menghilang dan menembus’ tembok. Ia kembali padaku dalam sekejap setelah mengagumi isi Kelud Woodcraft─tokoku─yang beberapa sudah memiliki tujuan ekspor ke negara tetangga dengan wajah kagum. “Aku beneran nggak percaya. Look at your self, girl! Si gadis udik telah berevo
Ada dua design box bayi pesanan pemilik restoran seafood langgananku, juga design satu set kursi taman bermotif kartun Disney pesanan play group yang berada dua kilometer dari rumahku, yang seharusnya kukerjakan hari ini agar lusa bisa langsung dikerjakan oleh pekerja kakakku. Sayangnya, jadwalku berantakan, dan aku harus mulai mempersiapkan mental, untuk seterusnya jadwal kerjaku pasti tambah berantakan. Sayangnya lagi, pihak yang seharusnya dipersalahkan adalah sesosok hantu yang jelas tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. “Untung saja aku sudah jadi setan. Coba bayangin, apa yang orang bilang jika mereka sampai melihatku tadi naik mobil box? Nggak ada lagi wanita cantik yang mau dekat-dekat denganku.” Tetap merapat ke dinding, aku memberikan tatapan mencemooh pada hantu narsis di sebelah. Aku belum sampai satu hari bersamanya, tapi aku sudah mulai sebal dengan sifat buruknya itu. Sungguh aneh, sembilan ta