Boom!
Suara tenang itu membawa mereka bertiga menoleh ke arah sumber suara yang berada tepat di belakang Amanda.
Seorang Aiden Chayton sudah berdiri di sana dengan pakaian jas lengkap, tak lupa dengan tatapannya yang tidak pernah lepas dari Stephanie yang sudah dia mematung. Mereka saling bertatapan beberapa saat sampai sebuah suara membuat fokus mereka terpecahkan.
“Sayang, akhirnya kita bertemu.” Suara Amanda yang terkesan ramah itu membuat Aiden menarik pandangan. Dia masih diam dikala Amanda sudah berdiri di hadapannya. “Padahal aku berniat ingin menemuimu di Chayton’s Group.”
Sedangkan Stephanie, dia masih diam di tempat. Melihat dan menunggu akan apa reaksi yang Aiden berikan kepada perempuan yang pernah punya tempat spesial di hatinya dulu. Melihat tatapan Aiden yang lembut sama seperti dia menatap Stephanie membuat hati perempuan itu terasa diiris-iris&m
“Apa kau yakin akan menemuinya?” Pertanyaan yang diberikan oleh Nancy membuat Stephanie menarik pandangan ke arahnya.“Tentu. Aku akan menemuinya. Sekarang!” jawab Stephanie tegas yang lalu diberikan gelengan oleh Nancy.“Tapi, Stephanie, ini sudah sore. Sebentar lagi malam dan keluargamu akan kumpul untuk makan malam.”“Maka aku akan pulang sebelum makan malam.” Stephanie menjawab sambil memegang kedua bahu Nancy. Menatap Nancy dengan penuh keyakinan walau sebenarnya Stephanie tidak yakin jika masalah ini akan selesai sebelum makan malam. “Kau harus percaya kepadaku. Jadi jika daddy atau mommy bertanya tentangku sebelum makan malam, maka kau harus menjawabnya. Kau paham, Nancy?”Nancy mengangguk penuh lesu. Dia terlihat khawatir. Tapi mau bagaimana lagi. Tidak ada yang bisa dilakukan Nancy selain membantu Stephanie. “Baiklah. Aku akan membantumu. Sekarang kau bersiaplah dan aku akan menyiapkan sopir—”
“Jadi sekarang apa yang ingin kau lakukan?”“Aku tidak tahu, Shirley.” Stephanie menjawab sambil melihat ke arah gelas yang ada di hadapannya. Jarinya juga terus mengetuk-ngetuk pelan gelas keramik tersebut. Dia terlihat seperti orang yang bingung.Shirley menghela napasnya penuh sabar. Dia menarik tangan Stephanie yang membuat Stephanie menoleh ke arahnya. “Lalu apa yang kau rasakan?”Mendengar pertanyaan dari Shirley membawa Stephanie menyatukan kedua alisnya. Menatap Shirley dengan penuh kebingungan. Dia belum mengerti maksud Shirley. Tapi setelah Stephanie mengulang beberapa kali pertanyaan sahabatnya dalam benak, barulah Stephanie mengerti dan mulai menjawab.“Aku merasakan ... nyaman,” jawab Stephanie yang lalu membuang wajahnya ke arah gelas. Dia tidak bisa menjawab karena ditatap oleh Shirley, maka dari itu Stephanie memilih membuang wajahnya. D
Dan pesta pertunangan yang didambakan oleh kedua keluarga itu tercipta pada malam ini. Pesta yang diadakan di halaman Casey’s Mansion. Halaman itu disulap sedemikian rupa sehingga menampilkan tampilan yang luar biasa ciamik dengan tema yang dekat dengan tumbuhan hijau.“Kenapa? Kau pikir aku tidak datang, huh?” Marvin mengeluarkan suaranya sesudah sampai di hadapan Aiden. Menatap Aiden dari ujung kepala sampai ujung kaki untuk beberapa kali. Dia merasa kagum dengan apa yang dilihatnya sekarang. Aiden benar-benar berbeda dengan penampilannya sekarang.“Ck. Harusnya kau tidak datang.” Protes yang dilayangkan Aiden membuat Marvin terlihat kesal. Bukan tanpa sebab, Aiden hanya tidak suka dengan Marvin yang tiba-tiba muncul setelah menghilang tanpa kabar. “Lebih baik kau menghilang saja untuk selamanya.”“Oh ... ternyata kau mencariku, Mr. Aiden?” tanya Marvin dengan
Aiden menoleh ke samping. Menatap Stephanie yang sedari tadi masih diam. Tidak ada topik pembicaraan yang mereka buka selama perjalanan kali ini. Dan Aiden, untuk pertama kalinya dia merasa bingung. Bingung ingin membuka pembicaraan dari mana. Salah langkah, maka Stephanie akan marah. Tentu Aiden tidak mau itu terjadi. Untuk saat ini, diam lebih baik.“Aiden.” Panggilan yang Stephanie berikan membuat Aiden kembali menoleh sekilas. Lalu memusatkan ke arah jalanan. “Apa dia akan menceritakan semuanya?”Aiden mengerti maksud pertanyaan Stephanie. Ini tentang ancaman yang Amanda berikan. “Biarkan saja. Lagi pula aku tidak peduli.”“Tidak peduli bagaimana?” tanya Stephanie kesal. Menatap Aiden dengan pandangan tak masuk akal. “Kalau dia menceritakan semuanya bagaimana dengan kita? Jangan pikirkan kita. Pikirkan tentang keluarga. Para tamu juga belum pulang .... Seharusnya kau tidak memb
“Kenapa Calon Menantuku tiba-tiba datang sepagi ini?” Ransom bertanya dengan kekehan di akhir. Ransom sedang jalan santai di teras mansionnya sembari melihat keadaan sekitar. Tapi tiba-tiba ada mobil milik Sean dan ternyata Stephanie keluar dari sana. Dan sekarang, Stephanie sedang berada di hadapannya.“Apa aku tidak bisa datang ke sini, Dad?” tanya Stephanie sambil tersenyum lebar. Stephanie tidak merasa canggung seperti pertama kali mereka bertemu. Dirinya merasakan kalau Ransom sama seperti daddynya, sama-sama punya kesan hangat, terlebih dari tatapan mereka.“Tentu. Kau bisa datang ke sini semaumu. Tapi nanti, kau yang akan menguasai mansion ini, Sayang,” seru Ransom. Dia merasakan ada sesuatu yang bergerak di belakangnya. Segera saja Ransom menoleh ke belakang. Mendapati Rose sedang berjalan ke arahnya dengan tergesa-gesa. “Lihatlah Mommy-mu. Dia sangat semangat menyambutmu sampai-sampai tidak
“Silakan duduk, Sayang.”Stephanie menuruti perkataan Ransom dengan duduk di salah satu kursi yang langsung menghadap meja makan. Terlebih dahulu Stephanie mengedarkan pandangan lalu jatuh ke Ransom.“Kemana Mommy, Dad?” tanya Stephanie setelah menyadari ada yang kurang.“Sebentar lagi dia akan turun. Aku juga tidak tahu apa yang dia lakukan di kamar,” jawab Ransom yang membuat Stephanie mengangguk mengerti. “Lalu kemana calon suamimu?”Mendengar pertanyaan Ransom membuat Stephanie menjawabnya. “Dia juga di kamar untuk berganti pakaian. Mungkin sebentar lagi Aiden akan turun, Dad.”Jujur saja, tatapan Ransom ke Stephanie membuat dirinya merasa curiga dan tidak enak. Seperti ada yang ingin disampaikan Ransom namun tertahan. Entah apa sebabnya. Yang jelas itu membuat Stephanie merasa penasaran.“
“Kau menghancurkan segalanya, Sweetie,” cicit Aiden lemah.Stephanie menggeleng. Memegang tangan Aiden supaya Aiden mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu. “Maaf,” kata Stephanie tidak enak. Baru saja dia meminta maaf tadi pagi dan kali ini Stephanie mengulanginya. Dan topiknya masih sama, karena Amanda. Stephanie bukan bermaksud menghancurkan segalanya. Pertanyaan itu terlintas begitu saja dan anehnya malah keluar dari bibirnya.“Itu tandanya kau masih belum percaya padaku,” jelas Aiden. Dia membuang napasnya panjang. “Lalu kenapa kau minta maaf tadi pagi?”Stephanie semakin kalang kabut. Pertanyaan Aiden jelas membuat Stephanie tak berkutik. Apalagi dengan manik cokelat yang semakin menajam. Itu membuat Stephanie malah semakin takut.“Aiden—”“Aku mau kita berhenti membicarakan ini.” Stephanie men
Aiden menggerakkan tangannya, menyuruh Xander untuk segera keluar dari ruangan yang terdapat di dalam sebuah restoran. Segera Xander keluar layak seorang anak yang menurut pada ibunya. Barulah setelah itu Aiden melirik perempuan yang sedang duduk menghadap dengan dirinya. Perempuan itu tersenyum, tapi anehnya membuat emosi Aiden malah memuncak. Perasaan sesak mulai menghinggapi Aiden kala dia sudah duduk di bangku yang berhadapan dengan Amanda.“Kenapa kau memanggilku ke sini?” Amanda segera mengeluarkan pertanyaan. “Kau rindu denganku?”Aiden meremas tangannya kala mendengar pertanyaan itu. Rindu ... tak pernah sekalipun Aiden mengizinkan dirinya merindukan perempuan licik yang tega meninggalkannya dengan penuh luka.“Buang jauh-jauh pemikiranmu itu,” tegas Aiden. Dia menatap tajam Amanda. “Apa tujuanmu datang ke sini setelah dua tahun berlalu?”Amanda