Share

Bab 6

Sinar matahari pagi mulai memasuki celah kamar Erika, tapi wanita itu terlihat masih malas untuk sekedar keluar dari kamarnya walau pun ia sudah terbangun dari tidurnya. Pipinya masih terasa sedikit nyeri. Kejadian percobaan perkosaan yang ia alami kemarin, membuat Erika memilih mengurung diri di kamarnya. 

Untung saja ada pemuda yang entah dari mana datangnya itu, menyelamatkan dirinya dari perbuatan bejat Hendrik. Kalau tidak? Entah apa yang akan terjadi pada Erika. 

Akibat perut yang berbunyi untuk meminta asupan makanan, Erika terpaksa beranjak dari kasurnya. Setelah mencuci muka terlebih dahulu, ia pun memakai masker keluar dari kamarnya. 

Walaupun Erika sudah mengganti pewangi ruangan dengan aroma yang lebih lembut, tapi tetap saja terkadang Erika merasa mual tanpa sebab. "Auw, pipiku ternyata masih sedikit nyeri. Sebaiknya aku kompres lagi dengan es batu, supaya mengurangi bengkak dan rasa sakitnya." Gumam Erika saat merasakan nyeri di pipinya. 

"Non, sudah bangun?"  Sapa bibi yang memang bertugas membersihkan apartemen jika di akhir pekan saja, saat melihat Erika keluar dari kamarnya.

"Iya, Bi." Jawab Erika yang kemudian berjalan menuju ke arah kulkas yang ada di dekat dapur. Erika kemudian menuangkan susu ke dalam gelas panjang yang tadi sudah di ambilnya.

"Non sakit?" Tanya Bibi saat melihat Erika mengenakan masker.

"Enggak kok, Bi." 

"Kirain sakit, habisnya nggak biasanya pakai masker gitu." 

Erika hanya tersenyum menanggapi omongan Bibi. "Bibi masak apa?"

"Sandwich, non. Sudah Bibi siapkan di meja makan." 

Erika pun duduk di kursi, lalu membuka tudung saji untuk melihat isi di dalamnya. Dan memang benar jika ada beberapa sandwich di atas piring. Setelah membuka maskernya agar ia bisa makan dan minum, kemudian Erika mulai memakan sarapannya. 

"Oh ya, Bi. Itu jas yang ada di keranjang kotor di kamar, tolong antar ke laundry aja ya." Ucap Erika.

"Iya, non. Nanti sekalian Bibi pulang akan Bibi antar ke laundry." 

"Makasih ya, Bi."

"Sama-sama, Non."

Bibi itu pun kembali melanjutkan aktifitasnya membersihkan setiap sudut apartemen. Mulai dari mengelap meja, rak, kursi atau yang lainnya. Hingga menggunakan penyedot debu untuk membersihkan lantai sebelum di pel. 

Erika sengaja mencari jasa cleaning servis yang bertugas hanya di hari Sabtu dan Minggu. Mengingat bahwa apartemen yang ia tempati jarang sekali berantakan, dan bahkan nyaris tak pernah kotor. Itu juga salah satu alasan kenapa Erika hanya membutuhkan cleaning servis di hari weekend.

Erika yang sudah selesai menikmati sarapannya, ia kembali ke kamarnya. Mungkin membersihkan diri adalah hal yang perlu ia lakukan saat ini. Mengingat hari sudah menjelang siang. Dan mungkin sebentar lagi Bibi akan pulang setelah selesai bersih-bersih. 

                  **********

"Itu apa, Bi?" Tanya Jimmy yang baru saja memasuki apartemen. Ia melihat Bibi membawa sebuah jas di tangannya.

"Oh ini tuan, tadi non Erika menyuruh saya untuk mengantarkan jas ini ke jasa laundry." Ucap Bibi jujur. 

Jimmy mengerutkan keningnya lalu ia berjalan mendekati si Bibi. "Coba kulihat, Bi." Ucap Jimmy penasaran. 

Bibi itu pun memberikan jas di tangannya kepada Jimmy. 

Jimmy mengambil alih jas dari tangan Bibi, ia mengamati setiap detail dari jas yang ada di tangannya itu. Tiba-tiba raut muka Jimmy berubah, rahang kokohnya terlihat mengeras. Dengan sorot mata tajam memendam emosi. Aura gelap sudah terlihat menyelimutinya saat ini. "Dimana Erika?" Tanya Jimmy dengan nada dingin.

"Non Erika ada di kamarnya, Tuan." 

"Ya sudah, bibi pulang saja. Biar jas ini menjadi urusanku." Ucap Jimmy. 

"Baik tuan." Jawab si Bibi, lalu ia mulai meninggalkan Jimmy yang sepertinya sedang terbakar emosi. 

Dengan langkah panjangnya, Jimmy berjalan menuju ke kamar Erika. "Erika!! Buka pintunya!!" Teriak Jimmy sambil menggedor-gedor pintu kamar. Bukan lagi sebuah ketukan seperti biasanya, kini Jimmy lebih seperti ingin mendobrak pintu kamar itu.

"Erika!! Buka pintunya. Aku tahu kamu ada di dalam. Cepat buka pintunya atau aku dobrak dari luar?!" Lagi-lagi Jimmy berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar. 

Terdengar suara pintu terbuka dan memperlihatkan wajah Erika. "A-ada apa mas?" Tanya Erika gugup. Karena ia tahu jika saat ini Jimmy sedang marah, terlihat dari caranya menggedor pintu kamarnya. 

Jimmy dengan sorot mata tajam penuh emosi, melangkahkan kakinya maju ke depan. Ia mendorong bahu Erika sehingga membuat Erika hampir saja terjengkang. "A-ada apa sebenarnya mas?" Tanya Erika yang memang tidak mengerti apa penyebab Jimmy begitu murka. 

"Apa ini?" Tanya Jimmy sambil menunjukkan jas tadi kepada Erika. Mata Erika melihat ke arah tangan Jimmy yang membawa sebuah jas. Ya ... Erika ingat, itu adalah jas lelaki yang kemarin menolongnya. Tadi dia menyuruh si bibi membawanya ke laundry.

"Ayo jawab!! Apa ini, Hah?!" Suara Jimmy membentak Erika yang terlihat semakin ketakutan. 

"I-itu, a-aku bisa jelasin mas." Ucap Erika terbata-bata. Ia terus memundurkan langkah kakinya seiring dengan langkah kaki Jimmy yang melangkah maju.

Jimmy melempar jas itu ke sembarang tempat, sorot matanya tak lepas dari Erika. "Jelasin apa? Kamu mau menjelaskan apa padaku? Mau menjelaskan bahwa kemarin kamu pergi dengan laki-laki lain dan tidak menyelesaikan tugas kamu dengan benar, iya?" Pertanyaan Jimmy yang lebih mirip sebuah tuduhan itu, membuat Erika tak tahu harus bagaimana menjelaskan pada Jimmy. 

"Jawab aku, Erika!! Penjelasan apa yang kamu maksud, hah? Pantas saja kemarin kamu tidak datang lagi ke kantor setelah dari hotel Winston. Ternyata dengan alasan urusan pribadi kamu pergi menemui lelaki itu, iya??" Tuduhan itu kembali Jimmy lontarkan pada Erika yang masih ketakutan di hadapannya. 

"Bu-bukan begitu mas, sebenarnya kejadiannya bukan seperti itu." Erika berusaha menjelaskan. "Aku juga tidak tahu siapa nama pemilik jas itu." 

Jimmy tertawa mengejek, lalu ia mencengkram rahang Erika dengan kuat, sehingga membuat Erika meringis menahan sakit. "Bahkan kamu sendiri tidak tahu siapa namanya, tapi dengan suka rela pergi dengan dia. Wanita macam apa kamu, hah?" Desis Jimmy yang sudah di kuasai emosi. 

"Kamu salah paham mas. Tolong jangan seperti ini, aku bisa menjelaskan semuanya, mas." 

"Bukti sudah di depan mata, mau mengelak juga tidak akan berguna." Desis Jimmy yang sudah di selimuti amarah. Lalu ia mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Erika. 

"Ooohh, jadi kamu mau menolak ku, iya? Dan memilih lelaki itu, begitu?" Geram Jimmy saat melihat Erika menggelengkan kepalanya.

"Bu-bukan begitu mas, saat ini mas sedang di kuasai amarah. Jadi aku ..." 

Kata-kata Erika terpotong dengan ciuman Jimmy yang meraup habis bibirnya. Jimmy bahkan tak memberikan kesempatan pada Erika untuk menjelaskan apa inti permasalahannya.

"Aku tidak peduli siapa orang yang sudah merenggut keperawanan kamu, tapi saat ini kamu sudah sah menjadi istriku. Jadi tidak ada hak untuk kamu menolakku, apa kamu mengerti?" desis Jimmy sesaat setelah melepaskan bibirnya dari bibir Erika. Lalu ia kembali melanjutkan aksinya dengan lebih menuntut akan ciuman balasan dari Erika. 

Degg!! 

Jantung Erika tiba-tiba berdebar sangat kencang. Tubuhnya menegang panas dingin di saat bersamaan, antara shock mendengar ucapan Jimmy atau mungkin juga karena merasakan sentuhan tangan Jimmy? 'Apa maksud perkataan mas Jimmy? Dia tidak tahu siapa yang sudah mengambil keperawananku?' batin Erika. Dadanya terasa nyeri. 

"Shit!!" Umpat Jimmy. 

Hanya karena ingin menggertak Erika dengan ciumannya, kini dirinya justru di penuhi oleh kabut gairah. Ciuman itu mampu membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Sehingga Jimmy merasa tak ingin mengakhiri apa yang sudah ia mulai sebelumnya.

Tak ingin menyia-nyiakan apa yang ada di depannya, Jimmy merebahkan tubuh Erika di atas kasur. Walau dalam keadaan emosi, Jimmy tetap memperlakukan Erika dengan lembut penuh cinta, hingga puncak kenikmatan itu ia raih bersamaan dengan Erika yang menikmati setiap sentuhan darinya.

Setelah melampiaskan amarahnya, Jimmy bergegas pergi ke kamar mandi. "Kenapa aku selalu saja tidak bisa mengendalikan diriku saat melihatnya?" gumam Jimmy sambil menarik rambutnya frustasi. Kemudian ia mulai mengguyur tubuhnya di bawah shower yang mengalir. 

Pikiran Jimmy sangat kacau hanya karena melihat jas pria lain ada di apartemennya. Pikiran buruknya tentang Erika semakin menjadi. Entah kenapa Jimmy berpikir kalau Erika sedang main belakang dengan lelaki lain. Padahal kenyataannya tidaklah seperti itu.

Bersambung ...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nani Lestari
Lemah banget jadi cewek,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status