"Hey, apa yang sedang kamu lakukan!" teriak seseorang yang baru saja memasuki ruangan itu. Kemudian ia menarik tubuh Hendrik dari belakang dan memberikan bogem mentah kepadanya.
Hendrik terhuyung dan terjatuh ke lantai, darah segar mengalir di sudut bibirnya. "Kamu siapa?! Berani-beraninya mengganggu kesenanganku!!" Teriak Hendrik setelah mengusap darah segar di sudut bibirnya.
Lelaki itu tak memberikan jawaban, ia melepaskan jasnya dan menutupi tubuh Erika yang sudah terlihat berantakan. "Pergilah! Biar dia menjadi urusanku." Ucap lelaki itu menyuruh Erika pergi.
"Terimakasih." ucap Erika pelan. Kemudian ia mengambil tas dan dokumen yang ada di atas meja lalu berlari keluar sambil menangis.
Sungguh hari ini adalah hari paling buruk dalam hidupnya. Erika berlari sambil tertunduk, ia tak peduli dengan pandangan para karyawan hotel terhadapnya. Yang ia inginkan adalah segera keluar dari hotel sialan ini.
Dan untuk Hendrik sendiri. Jangan harap ia bisa lolos dari cengkraman pemuda yang sudah memberikan memar di wajahnya. Lelaki muda yang Hendrik sendiri tidak tahu siapa dia, dan dari mana asalnya itu terus menghajar Hendrik sampai babak belur dan memohon ampun.
**********
Erika yang berada di dalam taksi, hanya terdiam dengan air mata mengalir di kedua pipinya. Pikirannya kacau, sekacau penampilan saat ini. Beberapa kali sopir taksi menanyakan arah tujuannya, tapi Erika hanya terdiam tak menjawab.
Kata-kata Hendrik masih terngiang-ngiang di telinganya. Hanya karena video dari cctv yang menangkap gambarnya sedang keluar dari kamar 919, ia sudah di cap sebagai wanita rendahan dan di samakan dengan pelacur.
Tidak bisakah orang sekelas Hendrik mencaritahu dulu kebenarannya, kenapa sampai Erika keluar dari kamar 919 waktu itu? Dan bagi Erika sendiri, ia tidak perlu mengklarifikasi atau pun menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi.
"Mbak, kita mau kemana mbak?" Tanya sopir taksi yang bingung dengan arah tujuan Erika. Karena jujur sang sopir merasa khawatir akan keadaan Erika saat ini.
Erika yang tersadar dan mendengar pertanyaan dari sopir taksi itu, lalu ia mengusap air matanya dengan punggung tangannya. "Ke kantor Adhinata group, pak." Jawab Erika setelah mempertimbangkan keputusannya. Walau hari ini naas baginya, tapi ia tak akan lalai dalam pekerjaannya.
"Baik, mbak." Jawab sang sopir.
Erika kemudian melihat ke arah jendela, pandangan matanya menatap lalu lalang mobil di jalanan. Pipinya masih terasa nyeri akibat tamparan tangan kasar Hendrik, mungkin saja saat ini sudah ada bekas memar di pipi Erika. Tapi rasa nyeri di pipinya tak sebanding dengan rasa sakit di dalam hatinya. Mendapat penghinaan seperti itu, tentu saja membuat harga diri Erika merasa terkoyak.
Untung saja besok adalah weekend, sehingga besok Erika bisa tenang beristirahat di apartemen tanpa harus menghabiskan waktu di kantor. Mengingat kejadian hari ini adalah pukulan berat baginya, mungkin dengan beristirahat sejenak dari rutinitasnya di kantor dapat memulihkan suasana hatinya.
"Kita sudah sampai, mbak." ucap sopir taksi mengagetkan lamunan Erika.
Erika menoleh ke depan untuk memastikan perkataan sang sopir taksi, dan ternyata memang sudah sampai di depan gedung Adhinata group.
"Oh, tunggu sebentar pak, saya akan menghubungi teman saya dulu. Bapak masuk saja ke halaman depan kantor." ucap Erika yang kemudian mengambil ponsel dari dalam tasnya.
"Baik, mbak."
Sopir itu kembali melajukan mobilnya perlahan memasuki halaman gedung Adhinata group, kemudian ia mencari tempat parkir yang kosong.
Setelah menemukan kontak yang di carinya, Erika langsung menghubungi orang tersebut. "Evan, bisa kamu turun ke bawah sebentar?"
"Iya, ada apa, Erika?"
"Aku ingin memberikan beberapa dokumen penting untuk di serahkan ke pak Jimmy. Kamu ambil ke bawah ya." ucap Erika.
"Kenapa kamu nggak langsung saja kasih ke pak Jimmy?"
"Aku masih ada urusan penting, jadi tolong kamu ambil dokumennya ke bawah sebentar." ucap Erika.
"Ok, ok. Kamu tunggu sebentar kalau gitu." Jawab orang yang bernama Evan, kemudian ia mematikan panggilannya.
Erika memilih menunggu Evan di dalam taksi yang terparkir di halaman depan kantor. Tampilannya yang berantakan tak memungkinkan dirinya untuk turun dari taksi tersebut. Matanya terus menatap lobi kantor, untuk memastikan jika ia bisa melihat Evan.
Setelah beberapa menit menunggu, terlihat sosok Evan yang sudah berada di teras kantor Adhinata group. Ia menoleh ke kiri dan kanan seperti sedang mencari keberadaan seseorang. Terlihat juga pemuda yang bernama Evan itu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.
Erika yang sudah melihat sosok Evan berada di teras kantor, ia meminta sopir taksi untuk mendekat ke arah pemuda tersebut. "Pak, ayo jalan ke depan kantor." ucap Erika.
"Baik, mbak."
Seperti paham dengan permintaan Erika, sang sopir taksi menurutinya untuk maju ke depan kantor Adhinata group. Setelah sampai tepat di depan kantor, Erika membuka kaca mobil dan memanggil Evan.
"Evan, ini dokumen dari hotel Winston, tolong kamu berikan ke pak Jimmy." ucap Erika sambil menyerahkan tumpukan dokumen.
Evan mengerutkan keningnya melihat penampilan Erika yang sangat berantakan, matanya terlihat sembab seperti habis menangis. Bahkan Evan juga dapat melihat memar keunguan di pipi Erika.
"Erika? Kamu baik-baik saja kan?" tanya Evan.
Erika hanya mengangguk, "Aku pergi dulu. Tolong bilang ke pak Jimmy, aku ijin kerja setengah hari." Ucap Erika.
"Ok, ok, nanti akan aku bantu ijin kamu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk menghubungiku, Erika." ucap Evan.
Erika kembali mengangguk, "Makasih atas bantuan kamu, Van." jawab Erika lalu ia menutup kaca mobil dan menyuruh sang sopir taksi untuk pergi meninggalkan kantor Adhinata group. Terlihat Evan melambaikan tangan ke arah taksi yang di tumpangi Erika.
Evan masih bingung dan penasaran dengan apa yang terjadi dengan Erika. Tapi sepertinya Erika belum siap untuk menceritakan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Evan yang melihat taksi yang di tumpangi oleh Erika pergi menjauh, ia pun berbalik badan dan masuk ke dalam kantor.
Perlu di ketahui jika Evan adalah asisten pribadi Jimmy Adrean Adhinata. Bisa di bilang juga bahwa Evan adalah tangan kanan Jimmy (pewaris tunggal Adhinata group).
"Pak, ini dokumen dari hotel Winston. Apa perlu saya mengeceknya satu-persatu?" ucap Evan menyerahkan tumpukan dokumen ke arah meja kerja Jimmy.
Jimmy mengerutkan keningnya, perasaan ada yang janggal dalam hal ini. "Mana Erika? Kenapa bukan dia yang memberikan dokumen ini padaku?" tanya Jimmy dengan nada datar.
"Dia minta ijin cuti setengah hari, sepertinya dia sedang ada masalah pribadi di luar," jawab Evan.
"Apa begini cara kerja orang yang profesional? Melimpahkan tugasnya kepada orang lain, hanya karena masalah pribadi?" tanya Jimmy dengan nada sinis.
Evan hanya diam tak menjawab perkataan bosnya. Karena ia sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi dengan Erika. Mengingat penampilan Erika yang berantakan saat bertemu dengannya di bawah tadi, membuat pikiran Evan sedikit terganggu. Ada apa sebenarnya dengan Erika?
"Evan, potong gajinya bulan ini. Karena ia tidak profesional dalam bekerja." perintah Jimmy yang mulai membuka dokumen yang ada di depannya.
Evan spontan melihat ke arah Jimmy, ia sangat terkejut akan perintah Jimmy yang sepertinya sengaja mempersulit Erika.
"Baik pak." hanya kata itu yang mampu keluar dari bibirnya.
Evan tak berani untuk mendebat perintah sang bos, karena Evan tahu betul bahwa selama ini antara bosnya dan Erika seperti ada hawa perang dingin yang cukup kuat. Tapi perang dingin karena apa? Evan sendiri juga tidak tahu. Yang Evan ketahui hanya Erika adalah istri sah dari Jimmy Adrean Adhinata tidak lebih dari itu.
Bersambung ...
Pandangan mata Jimmy tidak lepas dari Erika yang berdiri di samping ranjang baby Nino yang tertidur pulas. Raut wajah penuh rasa khawatir tergambar jelas di sana. Karena kelahirannya yang prematur, maka mau tidak mau baby Nino masih berada di dalam boks inkubator. Untuk menjaga agar tubuhnya tetap hangat.'Apa ini mimpi?' batin Jimmy yang masih bingung dan tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi hari ini. Walau tubuhnya masih terlihat capek sehabis perjalanan jauh, namun itu tidak membuatnya mengeluh.'Kalaupun ini mimpi, rasanya aku tidak ingin terbangun. Mimpi ini terlalu indah.' batin Jimmy dengan perasaan campur aduk tak karuan.Setelah demam Nino turun, dokter memberikan ijin untuk dipindahkan ke ruang perawatan khusus bayi. Di ruangan VVIP itu hanya tinggal Jimmy dan Erika yang menemani. Angela memilih untuk pulang dan memberikan ruang bagi keduanya bicara dari hati ke hati.Jimmy masih belum bisa percaya bahwa dirinya kini telah menjadi seorang
Seminggu sudah berlalu semenjak acara konferensi pers berlangsung, namun berita panas tentang pernikahan Jimmy masih saja menghiasi berbagai layar kaca. Banyak yang tidak menyangka jika pernikahan mereka sudah berjalan lebih dari setahun lamanya.Entah Jimmy yang pandai menyembunyikan hal itu, atau mungkin para wartawan yang lengah dengan hal itu. Namun yang pasti saat ini dari pernikahan Jimmy dan Erika, mereka sudah memiliki seorang bayi mungil yang sangat menggemaskan."Er, bagaimana kalau sepulang dari sini kita mampir dulu ke tempat Indri. Sudah lama kita tidak ngumpul." ajak Zack saat berada di salah satu bioskop untuk nonton bareng film 'My Boss' bersama beberapa artis yang terlibat dalam penggarapan film itu."Nino gimana?" Erika sepertinya mencemaskan Nino yang ditinggalkannya di rumah bersama baby sitter."Apanya yang gimana, suruh aja mbaknya ke cafe Indri sekalian bawa Nino. Biasanya juga gitu kan?" ucap Zack yang sepertinya tidak mene
3 Bulan kemudian. "Apa kamu sudah siap, sayang?" suara Jimmy terdengar sudah tidak sabar dari luar kamar. "Sebentar lagi, mas." jawab seorang wanita dari dalam kamar. "Buruan, sayang. Acaranya sebentar lagi akan dimulai. Nanti kita bisa terlambat." ucap Jimmy mengingatkan. "Iya, ini sudah selesai kok." Tak lama setelah menjawab 'iya', seorang perempuan cantik keluar dari kamar dengan kaos lengan pendek berlogo judul film 'My Boss', serta celana jeans panjang dengan seorang balita imut berada di gendongannya. "Tadi Nino pup, makanya lama." ucapnya merasa bersalah telah membiarkan Jimmy menunggu lama diluar kamar. Bukannya marah, Jimmy justru memberikan kecupan hangat di kening perempuan itu. "Aku tidak akan keberatan walau harus menunggu seumur hidupku." ucap Jimmy yang kini mencium sekilas bibir perempuan tersebut yang tidak lain adalah Erika. "Ih ... Gombal." ucap Erika dengan senyum menggoda sambil
Jimmy langsung menutup panggilannya dan segera pergi menuju ke rumah sakit. Jantungnya berdebar kencang, ia takut terjadi sesuatu hal buruk pada Erika. "Apa yang membuatmu sampai harus ke rumah sakit?" ucap Jimmy.Setelah sampai di rumah sakit, seorang petugas parkir dengan sigap mengambil alih kemudi mobil Jimmy untuk memarkirkan mobilnya di tempat khusus yang hanya dirinya dan keluarga yang boleh menempati tempat tersebut.Jimmy langsung berlari menuju tempat dimana Erika saat ini berada. "Apa kamu merindukan anak kita? Kepergian anak kita pasti membuatmu sangat terpukul." Jimmy berhenti saat melihat Erika berdiri didepan ruang rawat bayi.Jimmy berpikir mungkin saja Erika sangat merindukan bayinya, sehingga dia rela berdiri begitu lama didepan ruang rawat bayi hanya untuk melihat beberapa bayi yang berada di dalam ruangan tersebut.Erika yang fokus melihat keadaan didalam ruang perawatan bayi, tidak menyadari kedatangan Jimmy yang kini sudah berdiri te
Berita tentang Monika yang melakukan tabrak lari, kini menghiasi berbagai media cetak maupun media elektronik. Rekaman cctv yang menunjukkan hal itu, berseliweran juga diberbagai media sosial. Sehingga menambah berita tersebut semakin viral. Apalagi Monika adalah model papan atas, sehingga membuat keadaan semakin memanas.Kini kasus itu juga sedang ditangani pihak kepolisian, dan Monika sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus tabrak lari. Dan dari pengakuan Monika, ia tidak sengaja melakukannya. Hanya karena takut dihakimi massa, sehingga dia memilih untuk kabur.Polisi yang tidak semudah itu percaya dengan pengakuan Monika, masih melakukan penyelidikan lebih lanjut motif dibalik peristiwa itu. Namun hingga kini polisi belum bisa berkomunikasi dengan korban tabrak lari itu, yang tidak lain adalah Erika. Karena hingga kini Erika belum mau menemui polisi, dengan alasan masih dalam tahap pemulihan pasca operasi.Berbagai media berlomba-lomba menyoroti
"Mama akan tunggu di luar ya sayang." ucap Angela saat akan keluar dari kamar Erika. "Iya, Ma." jawab Erika singkat sambil tersenyum. Lalu ia melanjutkan kembali sapuan make up tipis di wajahnya. Dua wanita beda generasi itu sepertinya sedang bersiap untuk pergi keluar rumah. Sudah menjadi agenda kegiatan rutin bagi keduanya, apalagi semenjak Erika tinggal di rumah Angela. Mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu berdua, baik itu di luar rumah atau didalam rumah itu sendiri. Mereka sering sekali pergi bersama-sama. Bahkan terkadang bisa memakan waktu hingga seharian penuh, dan akan kembali ke rumah itu di sore hari atau malam hari. Tujuan mereka sebenarnya tidak lain adalah ke tempatnya Indri. Kalau tidak ke cafe milik Indri, ya ke rumahnya. Itu saja. Jimmy yang tahu akan hal itupun, tidak pernah melarang. Karena Jimmy merasa tenang kalau Erika pergi bersama dengan Mamanya. Ditambah lagi ada bodyguard yang selalu saja menemani mereka. Sehingga Jimm
Erika hanya diam saat mobil yang dikemudikan Jimmy membawanya pulang kearah rumah Angela. Diamnya Erika dikarenakan ada beberapa hal yang mengganggu pikirannya saat ini, salah satunya soal Zack.Erika terlihat sedih karena tidak bisa ikut dengan Zack, saat Zack menjemputnya di rumah sakit tadi. Ya tentu saja itu semua karena ulah Jimmy yang melarang keras Erika ikut dengan Zack. Kecemburuan Jimmy membuat Erika terpaksa harus ikut dengannya.Melihat Erika yang lebih banyak diam, membuat Jimmy sesekali melirik kearahnya. Untuk memastikan apa yang sedang Erika lakukan. Jimmy melihat Erika duduk dengan kepala bersandar ke kaca jendela serta matanya melihat pemandangan lalu lalang diluar sana.Perjalanan yang sudah hampir 30 menit berlalu itu hening, tanpa ada satu patah katapun dari keduanya. Jimmy yang masih merasa kesal dan cemburu pada Zack memilih diam, sedangkan Erika yang sedih tidak dapat pulang bersama Zack juga melakukan hal yang sama. Padahal j
Erika terkejut mendapat respon Jimmy yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Seketika Erika pucat pasi karena takut membayangkan amarah Jimmy. 'Apa mas Jimmy menyalahkanku atas kecelakaan itu?' batin Erika.Tatapan intimidasi dan juga aura dingin yang Jimmy berikan, membuat lidah Erika kelu seketika dan tak mampu untuk berkata-kata. Bahkan beberapa kalimat yang sudah dia rangkai dan dia susun sebelumnya, hilang begitu saja tanpa jejak di kepalanya.Erika hanya bisa terdiam dan seperti kehilangan fokus, dia tidak tahu harus bagaimana lagi supaya Jimmy tidak mendominasi hidupnya. Dia tidak tahu lagi bagaimana membuat Jimmy mengerti bahwa dia tidak ingin anak yang ada di kandungan Monica lahir tanpa sosok seorang ayah dan disebut sebagai anak haram.Ditambah sebenarnya Erika juga sudah lelah dengan semua yang telah ia lalui selama menjadi istri seorang Jimmy Adrean Adhinata. Walaupun dia mencintai laki-laki itu, tapi hatinya tidak siap jika harus terus tersakiti. E
Erika terlonjak kaget ketika mendengar ada seseorang sedang membuka pintu ruangan VVIP di rumah sakit yang ia tempati saat ini. Erika dengan mudah dapat menebak siapa yang barusan datang, sehingga dia cepat-cepat mengakhiri panggilan video call-nya dengan Angela (mertuanya). Erika yang duduk bersandar pada sandaran ranjang rumah sakit, seketika raut wajahnya tegang disaat orang yang tadi membuka pintu berjalan memasuki ruangan. Bahkan orang itu semakin mendekat kearah ranjang tempatnya beristirahat. Apakah Erika berbuat kesalahan? Sehingga kedatangan Jimmy membuatnya setakut itu? Entahlah. Hanya saja dia tidak menyangka akan kedatangan Jimmy di jam kerja seperti ini, itulah yang membuat Erika benar-benar terkejut bukan main. 'Mas Jimmy? Kenapa dia datang di jam kerja seperti ini? Sungguh ini diluar dugaan.' batin Erika. Ia melihat sekilas Jimmy yang sekarang berdiri tepat disisi ranjang. Jimmy mengerutkan keningnya saat ia melihat ekspre