Happy reading ;)
--------------
"Aku tak suka mengulang pertanyaan, siapa yang menyuruhmu menabrak Tara dan memasang alat pelacak pada tubuhnya?" Matt menatap tajam dengan mengeluarkan deagle dan menempatkannya di depan mata.
Pria itu bergetar bersama rasa takut yang mulai menguasai diri. Ia tak tahu bahwa yang ia lakukan akan berakibat fatal seperti ini, bahkan ia tak tahu jika wanita itu adalah kekasih dari seorang Mafia.
Matt menarik pelatuk bersiap menembak. "S-simone," ujar pria itu dengan walnut merah dan berkaca.
"Simone? Siapa dia?"
"A-aku tidak tahu, y-yang jelas dia membayarku untuk menempelkan penyadap itu." Matt menghela nafas panjang dan memindahkan posisi muzzle di area pelipis.
"Maafkan aku, ampuni aku. Biarkan aku hidup!" Pria itu memohon dengan tangis yang mulai meledak.
Sementara Matt, ia mendesah kasar menurunkan deagle dan melemparnya pada Fyodor. Ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku dan berjalan menjauh
Happy reading ;)------------"Astaga! Kau tak apa?" Tara segera membantu menepuk bahu prianya yang masih terbatuk."I'm okay," jawabnya dengan berusaha menghela nafas panjang untuk mengisi rongga dada."Sudahlah, lupakan. Lebih baik kita menikmati malam ini sebelum kembali ke Los Angeles."***Kedua kalinya Tara berdehem canggung saat sepatu high heels nya menapaki anak tangga menuju kabin. Beberapa kali pula ia terpesona dengan design interior yang memanjang kedua matanya di sana.Sementara Vin terus menggenggam jemari Tara dan tersenyum lembut seperti biasanya. "Kau ingin makan apa nanti siang?" tanyanya saat mereka telah duduk di ruang utama dan melepas kacamata hitam yang membuat pria itu tampan dengn rate tertinggi."Terserah." Tara membuka ponsel yang tak pernah ia sentuh selama di paris.Tara kau dimana?Mengapa tak mengangkat telepon ku?Aish kau sedang bersama Vin?Tara, apa dia menyatakan
Happy reading ;)---------------Tara yang berada di sebelahnya hanya mengerutkan dahi, ia berusaha menguping dan mencari tahu tentang apa yang mereka bicarakan. Ia membandingkan informasi dari ponsel dengan obrolan mereka. Memang benar bahwa berita info News kali ini membahas terkait perusahaan yang Vin pegang.Namun sekuat tenaga ia mencoba memahami tetap saja ia tak mengerti mengenai pembicaraan mereka. Bahkan apa yang barusan ia dengar? Ada penyambutan yang meriah? Ia baru menyadari bahwa kekasihnya memang memegang dua perusahaan terbesar sekaligus.Jadi tak heran mungkin jika ia melakukan penyambutan itu secara meriah? Tara menggeser duduknya untuk lebih merapa dan menatap tab yang masih setia dalam genggaman sang kekasih."Kau akan melakukan itu?" Pertanyaan Tara membuat walnut ketiganya membulat sempurna. Bagaimana bisa wanita itu mengetahui rencananya?"Apa.. penyambutan mu seperti, pesta meriah dengan ribuan kembang api?" Sontak ket
Happy reading ;)-----------------Seminggu berlalu sejak Vin mengantarnya pulang ke apartemen, pria itu menghilang bak di telan bumi. Tara tak mau ambil pusing, ia lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya di banding harus menunggu kabar prianya.Mengapa juga ia harus menunggu? Pria itu saja tak ingat padanya. Tara melempar ponsel ke dalam tas lalu bergegas meraih jas dokter sebelum berjalan menuju basement. Pikirannya melayang pada liburan yang telah mereka laluiAstaga! Ia segera merogoh kunci mobil dan mulai menyalakan mesin. Tunggu, mengapa mesin mobilnya terus mati? Shit! Ia kembali keluar dan membuka kap mobil. Percuma saja! Ia pun tak mengerti mengenai mesin mobil.Tara mendengus sebal, wanita itu melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Tak ada waktu lagi untuk mengurusi mobilnya. Ia segera membawa jas dan tasnya. Dengan langkah tergesa akhirnya ia telah tiba di halte untuk memesan taxi.Tetapi, suara decitan rem mobil Audi
Happy reading ;)--------------------"Jangan katakan bahwa kalian sedang mencoba kembali bersama," ujar Gabriella menatap tajam Tara yang berada tepat di sebelahnya."Tidak kami hanya kebetulan berangkat bersama." Tara memutar kursi mengahadap sahabatnya."Omong kosong.""Gab, kau tahu selama satu minggu ini priaku tak menghubungiku sama sekali, ah astaga masihkah ia menjadi priaku saat pesan singkat yang ku kirim padanya pun tak terbalas?""Positif thinking saja, ia pria super sibuk. Berbeda dengan Nick yang punya banyak waktu luang untuk menghianatimu."Tara mendesah kasar. "Aku belum selesai, tadi ia mengirimiku pesan untuk bertemu. Bagaimana menurutmu?" tanya wanita itu dengan serius."Kau merindukannya?" Tara mengangguk. "Bertemulah.""Ku rasa aku akan mengabaikannya saja.""Katamu kau merindukannya?""Itu benar, tetapi pria itu harus ku beri pelajaran." Tara melipat kedua tangannya di dada. Gabriella
Happy reading ;)------------------"Orang orang brengsek." Vin melipat tangan di dada seraya menatap gedung gedung yang menjulang tinggi mengisi negara Italia. Angin yang berhembus kencang mencoba menenangkan di tengah kekesalan terkait bisnis yang mengharuskan kehadiran sang ayah."Mereka adalah mitra bisnis, kau harus menghormati walau brengsek." Mr Kiel mengikuti arah pandang sang anak."Kau tak perlu bersusah payah untuk datang kesini Dadd, akan membahayakan kesehatan mu," ujar Vin khawatir. Ia melirik sesaat pada pria paruh baya yang entah mengapa kian menua seiring berjalannya waktu.Sedangkan Mr Kiel menepuk bahu sang anak dengan senyum khas. "Maka dari itu, berikan aku cucu. Ku dengar kau menjalin hubungan dengan Tara.""Kau selalu memata mataiku. Ku tebak kali ini Matt yang membocorkan rahasiaku.""Fyodor," ujar sang ayah dengan kekehan kecil."Kau masih kurang dalam menganalisis, tak heran jika mereka menginginkanku
Happy reading ;) ------------------ Tara terduduk lemah dalam koridor, ia hampir saja kehilangan pria tua itu. Kedua jemarinya memijit pelipis yang terasa kaku. "Aku sudah memesan ayam kesukaanmu Tara," ujar Gabriella yang ikut duduk di samping sahabatnya. "Benar, aku sangat lapar. Namun, Gabriel apa kau akan berprasangka buruk jika hal ini terjadi pada kekasihmu?" tanya wanita itu seraya melipat kedua kaki. "Maksudmu?" "Tunggu." Tara meraih ponsel yang berdering. "Ya, dokter Laura." "Jika kau sudah selesai operasi tolong segera kemari, ada pasien luka tembak yang tak ingin diobati. Ia ingin kau yang menanganinya, tapi peluru itu sempat ku keluarkan," ujar Laura di sebrang telepon. "Apa?!" "Dia bilang, dia calon suamimu, dan dia pergi ke ruang praktikmu sekarang," kekeh Laura. "Baik, aku akan kesana. Terimakasih." Tut. "Ada apa?" tanya Gabriella mengernyit heran. "Mari kita makan
Happy reading ;)-------------------"Tara!" seru Gabriella saat wanita itu datang menyusul sahabatnya di caffe. "Kau menepati janjimu," ujarnya kemudian."Tentu." Tara segera duduk dan melahap potongan ayam panggang yang telah tersedia di sana. "Aku jarang melihatmu dokter Tara." Felix yang membawa minuman kesukaan Tara segera duduk di berdampingan dengan Tara."Aku sibuk Felix, tapi bisakah kau bawakan aku wine?""Wine? Kau tak boleh mabuk di rumah sakit," tolak Felix."Aku tak ada jadwal setelah ini, aku terlalu pusing hari ini." Tara memijit pelipisnya keras."Bawakan saja ia wine, kalau perlu semua wine yang ada di sini berikan padanya," saran Gabriella dengan kekehan kecil. Pria itu menghela nafas dalam kemudian berlalu."Tara, jadi apa yang terjadi?" tanyanya kemudian."Dua luka tembak Mr Kiel, satu pelurunya ada pada Vin.""Apa?!" pekik Gabriella. Tara menghembuskan nafas kasar. Ia menatap sahabatnya denga
Happy reading ;)--------------------"Bicaralah.. ." Tara melepas sedikit tali bathrobe sebelum memeriksa luka Vin. Sedetik kemudian ia merutuki diri atas getaran halus akibat walnut yang bertabrakan dengan otot otot di sana."Maafkan aku," lirih Vin lemah. Entah harus mulai dari mana dan apa yang harus ia katakan pun tak akan mengubah keadaannya."Ya." Tara menutup kembali dan mengikat tali bathrobe seperti semula. "Kau tertembak di area yang sama, istirahatlah jangan melakukan hal berat." Wanita itu hendak berdiri. Vin meraih jemari Tara memintanya untuk tetap disana."Kau akan meninggalkanku lagi?" Vin mengerjap canggung. Damn! ini tak bisa di biarkan berlangsung lama jika tak ingin berakhir di rumah sakit jiwa."Apa? Lagi?" Wanita itu menatap Vin dengan kerutan kening dalam. Ia menghembuskan nafas kasar lalu mengalihkan pandangan pada jendela kamar."T-tara.. kau masih marah padaku?""Kau bertanya?""Aku sudah minta