Share

7

GADIS

Aku membuka mataku, mengerjap sesekali untuk membiasakan cahaya yang menusuk pupilku. Gelap. Aku melihat pergelanganku, 19.20 WIB. Aku terperanjat kaget dan langsung terduduk di tengah-tengah kasurku.

Berantakan. Aku melihat bayanganku di cermin dekat kasur. Eyeliner-ku luntur, rambutku kusut terikat seadanya. Aku menghela nafas kasar. Mencoba meraba dimana iPhone-ku berada.

8 Missed Call

2 New Messages

Aku menggeser layar kunci, dan membuka satu persatu notifikasi tadi. Valerie dan kak Celine yang menelepon. Dan Radit yang mengirim sms.

“Dis, lu sama Valerie dapet off day seminggu ya. Gunain waktu dengan maksimal, holiday maybe. Jangan terlalu capek dan jangan terlalu mikirin seseorang^.^”

Aku tersenyum membaca secuil perhatiannya. Dulu, yang sering begini ya Kavaleri. Lebih manis dan lebih perhatian dari ini. “Ah...” aku mendesah kecil saat menyadari bahwa aku sedang memikirkannya lagi.

“Aku harus mandi.”

.

Aku membanting pantatku di sofa dan memejamkan mataku, mencoba meresapi alunan lagu yang mengalun dari earphone-ku. Hold Me Tight - BTS.

“Hah, aku kira kamu bakal nepatin semua janjimu dulu Kav. Ternyata...”  satu tetes air mata berhasil lolos.

Sentilan kecil di keningku membuatku terperanjat dan membuka mataku cepat. Valerie.

“Hayo ketahuan ya lagi galau!” godanya tepat di hadapan mukaku.

“Galau apasih, gue cuma terharu aja sama lagunya BTS.” Kilahku cepat.

Valerie mengambil undangan pernikahan di meja dekat sofa, membacanya barang sedetik dan langsung berteriak.

“God!!”

Aku yang sudah mengira sebelumnya, hanya mengendikkan bahu saat Valerie menatapku tak percaya.

“Dis, semua ini nggak bisa dibiarin!” Valerie mengambil langkah seribu untuk mendekatiku.

“Terus kita mau ngapain? Ngebom tempat resepsinya gitu?” tanyaku becanda sembari mengambil posisi duduk bersila. Aku mulai menata perasaanku saat membicarakan pernikahan itu. “Ide bagus!” celetuk Valerie.

Aku terperanjat tak percaya saat ide becandaku dianggap serius.

“Udahlah, tugas kita itu cuma dateng ke pernikahannya pak pilot, dandan cantik tapi simpel, duduk manis, makan enak perut kenyang. Udah deh pulang.” Aku berusaha tertawa, walaupun aku tau tawaku terdengar kaku. Valerie memandangiku datar.

“Sarap lu!” Valerie membanting undangannya Kembali ke meja dan beranjak ke dapur.

Tiba-tiba handphone-ku berdering. Celine Incoming Call

“Haloo?” sapaku berusaha segembira mungkin. Jangan sampai Kak Celine tau perasaanku yang sebenarnya.

“Gembiranya adik gue. Baru kali ini nih, setelah ditinggal cabonya pergi.”

“Cabo? Apaan cabo?” aku memandang Valerie sekembalinya ia dari dapur, berusaha mencari jawabannya.

“Calon bojo!!!” Kak Celine tertawa terbahak-bahak. Aku ikut tertawa tanpa memperdulikan rasa perih yang menghinggapi hatiku.

“Dis lu udah dapet off day belum? Kalo udah, sowan gih ke Bali. Kasihan Bapak Ibu udah lama nggak ketemu kita.”

“Seminggu Kak off day-nya. Kak Celine ikutan juga?” tanyaku antusias.

“Yep, gue juga ambil cuti seminggu. Ntar booking tiketnya lewat gue aja, lu terima beres pokoknya.”

“Asik deh, lusa ya berangkatnya. Masih capek nih badan.”

“Oke nggak masalah, lu siap-siap aja, paling gue ambil flight pagi.”

“Jangan Garuda plis! Jangan Kavaleri!!!” pintaku memohon pada Kak Celine. Kuharap dia bisa mengerti keadaan dan posisiku saat ini.

☺☺☺

Bali

Aku memeluk Ibu dan Bapak bergantian. Mereka terlihat sangat antusias menyambut kedatanganku dan Kak Celine.

“Bu, Celine bawain oleh-oleh banyak nih buat Ibu sama Bapak.” Kak Celine menyodorkan tas belanja sejumlah empat kantong.

“Kok repot-repot sih Cel, Ibu kan nggak minta apa-apa. Dengan lihat kalian berdua masih akur dan sowan ke rumah Bapak Ibu, itu lebih dari cukup.”

“Yaudah, sekarang kalian ke kamar aja dulu istirahat. Nanti sore kita lanjut ngobrol-ngobrolnya. Bu, kasihan anak-anak pasti capek.” Potong Bapak sambil mengelus bahu ibuk.

“Iya bener juga ya Pak. Yaudah kalian ke kamar masing-masing ya. Udah diberesin sama Mbok Un.”

Aku dan Kak Celine mengangguk lalu menyeret koper kami menuju lantai atas. Tenang, damai, dan asri merupakan tiga kata yang tepat dalam menggambarkan rumah milik Bapak Ibu di Bali ini. Dulu, waktu jabatanku belum setinggi sekarang, jadwal belum sepadat saat ini, dan tiap punya masalah dengan Kavaleri, aku pasti datang ke rumah ini. Dua hari saja aku tinggal di sini, pasti semua masalah yang aku hadapi jadi mudah untuk diselesaikan. Selain itu juga, aku selalu dapat pelukan Ibu yang menghangatkan dan mendamaikan hati.

Sesampainya di kamar, aku membuka jendela yang menyuguhkan pemandangan sawah terasering khas Bali. Aku berusaha merilekskan otot-ototku dengan mengangkat kedua tanganku ke atas sembari mengeluarkan suara lenguhanku.

Ddrrt ddrrtt

iPhone-ku bergetar. Aku segera meraihnya.

From : Capt.Kvlr

Udah sampai Bali Dis?

Aku mengernyitkan dahiku heran. Dari mana dia tahu kalo aku di Bali? "Ah terserahlah. Gue nggak peduli." Aku membanting iPhone-ku ke kasur dan berjalan hendak mandi. Belum juga membuka pintu kamar mandi, handphone-ku berdering. Aku segera berlari kecil mengambilnya.

"Shit!" Umpatku tertahan. Kavaleri. Aku berlari bukan karena antusias menerima teleponnya! Aku kira itu dari Valerie atau Radit mungkin. Dengan berat hati aku meletakkan ponselku ke kasur lagi. Mencoba untuk menutup gendang telingaku, agar tidak membujuk hati kecilku untuk menggeser layar ponselnya. 

"Ah ayolah Dis! Lu pasti bisa buat ngehirauin teleponnya Kava!" batinku sambil mondar-mandir di dekat kasur. Dan saat smartphone-ku berhenti berdering, aku langsung berlari ke kamar mandi.

☺☺☺

Aku menuruni satu per satu anak tangga yang terlapisi karpet berwarna emas ini. Aku melihat Bapak dan Ibu sedang bersantai di dekat kolam renang menikmati indahnya senja Pulau Dewata. Aku menghampiri mereka dan duduk di bibir kolam.

“Duh enaknya yang lagi mesra-mesraan…” godaku.

“Nggak tidur to kamu Dis?” Tanya Ibu saat aku sedang bermain air. Aku menggeleng pelan dan tersenyum kepada beliau.

“Nanti malam kamu sendiri atau sama Pak Ketut Dis yang jemput?" tanya Bapak sembari membalikkan koran yang ia baca. Aku melihat ke arah Bapak heran. Memanyunkan sedikit bibirku ke depan dan memutar bola mataku.

“Jemput? Siapa yang mau dateng?” Aku mendekati Bapak dan menatap beliau intens. Bapak juga terlihat bingung dengan pertanyaanku. Tapi tiba-tiba Kak Celine datang dan membuat semuanya terlupakan begitu saja.

“Nanti jadi kan Pak, Bu? Celine udah booking tempatnya.”

“Mau kemana?” tanyaku seraya memberikan tempat duduk untuk Kak Celine.

“Jalan-jalan dong, ke Kuta.”

Aku excited sekali, dan langsung masuk ke kamar untuk memilih baju.

.

CELINE

“Pak, jangan bilang ke Gadis kalo ntar malem Kava dateng. Soalnya Kava mau kasih surprise ke Gadis.”

Bapak manggut-manggut mengerti. “Maafin Bapak, Bapak nggak tau kalo itu surprise.”

“Nggak salah juga sih Pak, soalnya Celine juga lupa kasih tau ke Bapak Ibu.”

“Emangnya ada apa harus kasih surprise segala? Apa udah nggak ketemu lama?” Tanya Ibu sembari mengembalikan cangkir kopinya ke meja.

“Um...” aku bingung harus menjelaskan apa. “Umm, sebenernya waktu Gadis ke Singapura itu ditemenin Kava. Tapi cuma sehari. Nah ini Kava ada waktu libur, dia pengen ketemu Bapak sama Ibu. Mau ngomongin sesuatu sama Bapak Ibu.” jelasku panjang lebar.

“Ngomongin soal apa Cel?” tanya Bapak serius. Aku hanya menggelengkan kepalaku lemah. Jujur, aku sangat khawatir dengan kesehatan mereka berdua jika nanti Kava memberikan suatu kabar buruk tentang hubungannya dengan adikku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status