Share

Rindu

Liam pun tidak lama kemudian melepaskan pelukan Anne dan berjalan kearah pecahan piring serta sarapan yang berantakan. Belum sempat Liam menyentuh pecahan piring tersebut, Anne pun segera menarik tangan Liam agar menjauhi makanan yang berserakan itu. Liam pun sontak menatap kearah sang Oma.

“Liam mau membantu Bibi Susi, Oma.” Ucap Liam yang kemudian mengalihkan pandangannya kearah asisten rumah tangga yang sedang membersihkan pecahan piring dan makanan di lantai tersebut.

Anne pun menggelengkan kepalanya dengan tegas. Ia jelas tak mengizinkan Liam karena pecahan piring itu bisa saja melukai tangan Liam.

“Ayo kita duduk dan sarapan. Liam harus segera berangkat sekolah, bukan? Daddy tidak suka jika Liam datang terlambat ke sekolah.” Liam hanya menganggukkan kepalanya.

Anne pun segera menggandeng Liam menuju meja makan dan membantu cucunya itu untuk menyiapkan sarapannya. Sejak Liam berusia 2 tahun, David memang sudah menyibukkan Liam dengan sekolah khusus anak-anak dan beberapa bulan yang lalu David memindahkan Liam ke TK karena usia William yang sudah menginjak 4 tahun.

Anne sempat marah dan melarang David yang menyekolahkan Liam sejak berumur 2 tahun itu, namun keputusan David benar-benar tidak bisa terbantahkan sedikitpun tak peduli jika yang sedang menolak keputusannya itu adalah ibu kandungnya sendiri.

***

- DG COMPANY –

David pun segera menuju ruang kerja dan menyandarkan tubuhnya di kursi kebanggannya. Tangannya terulur memijat kedua pelipisnya yang terasa berdenyut sakit.

“Bagaimana mungkin aku bisa bertahan menatap wajah bocah laki-laki itu yang sangat mirip denganmu, Sayang. Luna istriku, kekasihku, pujaan hatiku, belahan jiwakku, seluruh napas hidupku, mengapa kau pergi secepat itu? Kenapa kau meninggalkanku disaat kau sudah berjanji akan hidup menua bersamaku dan anak-anak kita. Kau sudah tau jika aku tidak akan hidup bahagia tanpamu, Luna. Tidak ada yang bisa menggantikanmu sekalipun itu anak. Kenapa kau pergi dan meninggalkan seorang anak untukku? Kenapa tidak anak itu saja yang pergi agar kau tetap bersamaku? Aku membutuhkanmu, Luna…” Lirih David diiringi satu tetes air matanya yang terjatuh membasahi pipinya.

“Bisakah kau membawaku bersamamu, Luna? Sudah 4 tahun namun aku selalu menderita karena merindukanmu. Kau tidak tahu, Luna. Hatiku mati ketika kau pergi meninggalkanku. Hanya kau yang bisa menghidupkannya kembali, hanya kau yang bisa menyentuh hatiku, hanya kau yang bisa memasukki relung hatiku. Kini aku bagaikan mayat hidup yang bahkan sama sekali tidak memiliki gairah untuk menjalani hidup tanpamu.” Lanjutnya.

David menundukkan kepalanya, air matanya sudah mengalir deras membasahi wajah tampannya.

“Aku mencintaimu, Sayang. Aku sangat mencintaimu. Kau mendengar ucapanku, kan? Maafkan aku yang tidak bisa menuruti permintaan terakhirmu, maafkan aku, Luna. Maaf karena aku tidak bisa melakukannya…” Isak David.

*Tok…Tok…Tok*

David segera mengusap air matanya dan menegakkan tubuhnya. Ia bahkan secepat mungkin mengubah ekspresinya menjadi sangat datar lengkap dengan tatapan tegasnya.

“Masuk.”

Setelah David mengatakan perintah untuk masuk, pintu ruang kerja tersebut pun terbuka. Sosok wanita cantik dan sexy yang menggunakan kemeja putih dan rok berwarna hitam itu berjalan memasukki ruang kerja David dengan nampan berisi makanan yang sebelumnya sudah diperintahkan oleh David.

“Ini sarapan yang Anda minta, Pak.” Ucap wanita sexy tersebut yang tak lain adalah sekretaris David yang merangkap sebagai asisten pribadinya selama di Kantor.

“Letakkan saja di meja.” Ucap David tanpa menatap sekretaris itu.

“Tumben sekali Pak David sarapan di kantor seperti ini. Apa---”

“Keluar!” Potong David yang enggan mendengar pertanyaan dari siapapun. Tatapan tajam itu langsung ia layangkan menatap sosok sekretarisnya.

“Apa Pak David baik-baik saja? Kenapa mata Anda merah sekali, Pak? Pak David tidak habis menangis kan?” Tanya wanita bernama Sarah itu tanpa rasa takut sedikitpun meskipun David sedang memberikan tatapan tajamnya saat ini.

“Saya tidak akan segan memecat Anda jika masih berdiri disini.” Tegas David yang berhasil membuat wanita itu kalang kabut dan dengan cepat beranjak keluar dari ruang kerja David.

David pun segera beranjak dari kursi kebanggannya dan berjalan menuju sofa untuk segera menyantap sarapannya. Tatapannya pun mendadak sendu kala melihat Broccoli Cheddar Potatoes yang ia inginkan itu. Ya, menu itu adalah menu sarapan favorit David yang hampir setiap hari dibuatkan oleh Luna. Meskipun hingga saat ini belum ada yang bisa menandingi betapa lezatnya masakan Luna dilidah David.

“Aku rindu kau membuatkanku sarapan seperti ini setiap pagi, Sayang.” Lirih David yang kemudian mulai memakan sarapannya itu.

***

12:15 Siang.

Bocah laki-laki itu terlihat begitu serius mengerjakan PR yang diberikan gurunya tadi pagi. Jika anak-anak lain merasa malas dan memilih langsung bermain setelah pulang sekolah, lain halnya dengan Liam yang sudah terbiasa terjadwal untuk mengerjakan PR setelah pulang sekolah sebelum makan siang dan dilanjut untuk tidur siang. Entah kenapa, Liam memang jauh terlihat dewasa dan cerdas dibandingkan anak seumurannya.

Liam terlalu cepat dalam bertumbuh dan berpikir layaknya anak yang berumur jauh lebih tua dibandingkan umurnya. Namun tetap sikap polos dan menggemaskannya terlihat layaknya anak seumurannya. David memang sangat ketat dalam memberi peraturan dan perintah untuk Liam, meskipun terkesan tidak peduli namun tetap sedikit terasa jika sebenarnya sosok Daddy itu ingin mendidik putranya dengan tegas dan disiplin demi kebaikan masa depannya juga.

*Tok…Tok…Tok*

“Liam, boleh Oma masuk?”

Liam yang mendengar suara Anne pun segera beranjak dari meja belajarnya dan berjalan untuk membuka pintu yang sebenarnya tidak dikunci. Namun baik Anne maupun Liam sendiri begitu menghargai dan menghormati privasi sehingga sebelum melakukan sesuatu pasti akan bertanya dan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu.

Liam pun langsung menyambut Anne dengan senyum khas miliknya, lesung pipit yang terdapat dikedua pipinya semakin membuat bocah laki-laki itu terlihat manis.

“Apa kau sudah selesai mengerjakan tugasmu, tampan?” Tanya Anne yang langsung dibalas dengan gelengan kecil kepala oleh Liam.

“Tinggal 2 baris lagi, Oma. Miss Mila memberikan PR menulis sampai nomor 10, tapi aku baru selesai sampai nomor 8.” Jawab Liam.

“Makan siang sudah siap, mau makan sekarang dan melanjutkan tugasmu nanti atau bagaimana, hm?”

Liam pun menatap kearah meja belajarnya dan kembali menatap kearah sang Oma.

“Liam harus menyelesaikan PR terlebih dahulu, Oma. Sedikit lagi nanti Liam baru makan siang. Gapapa kan, Oma?” Tanya Liam dengan raut ekspresinya yang sedikit merasa takut mengecewakan Anne.

“Baiklah, Oma temani ya. Ayo, Liam bisa melanjutkan mengerjakan PR sekarang.” Ujar Anne yang membuat Liam menyengir lebar dan dengan semangat kembali duduk di kursi belajarnya.

Anne pun memilih duduk dipinggir kasur seraya menatap bangga Liam. Ia mengingat sosok David kecil yang memang sangan senang belajar sejak kecil namun berubah kebiasaannya ketika ia mengenal dunia remaja yang penuh kebebasan.

Senyum Anne kembali luntur kala mengingat sikap David yang terkadang terlalu keterlaluan pada Liam. Namun, Anne yakin jika suatu hari nanti David akan menerima Liam sepenuhnya sebagai putra dan tak lagi menyalahkan Liam atas kepergian Luna.

“Terimakasih Luna, terimakasih telah berhasil melahirkan sosok cucu yang begitu tampan dan cerdas. Kau tenang saja disana, mama akan membantu David agar ia menyayangi Liam sebagai semestinya. Mama juga akan membantu David dalam menjaga dan mengurus Liam. Lihatlah Liam sekarang, dia telah menjadi anak yang hebat dan kuat. Kau pasti bangga memiliki putra seperti Liam, kan? Sama halnya dengan mama, Luna. Mama juga sangat bangga dan merasa bersyukur ditakdirkan sebagai Oma untuk Liam…” Batin Anne.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status