Selly masih duduk di ruang koas sambil menggenggam iPhone miliknya. Ia masih dalam kebimbangan. Ia ingin melaporkan apa yang sudah dokter itu lakukan kepadanya, kalau perlu pada direktur rumah sakit sekalian. Kali ini Anggara sudah memperkosanya! Kalau malam itu Selly dalam keadaan mabuk dan pengaruh obat perangsang, kini ia seratus persen sadar dan Anggara memaksakan kehendaknya pada Selly!
Anggara tidak hanya bisa dijerat dengan pasal KUHP perlindungan anak dan perempuan, tapi juga bisa dijerat dengan pelanggaran kode etik kedokteran yang sudah di tetapkan dan disahkan oleh KKI dan IDI. Memperkosa mahasiswa koas dan lokasi kejadiannya di rumah sakit? Entah mungkin Anggara bisa kena sanksi pencabutan STR dan terancam kehilangan gelar dokternya.
Namun kalau dia lapor ke orang tuanya, kemungkinan besar masalah ini malah tidak akan dibawa ke ranah hukum! Antara orang tuanya dan orang tua Anggara kenal dekat, dan ini bisa jadi aib kalau sampai diangkat ke publik. Yang ada m
Selly benar-benar bahagia, akhirnya ia lulus dari Stase bedah juga perhari kemarin. Setelah perjalanan panjang mengulang delapan Minggu, kini ia bisa pindah ke stase lain, mendekati kelulusan dan gelar dokternya!Nah di sinilah dia sekarang, stand by di poli obsgyn karena sekarang Selly resmi pindah ke stase obsgyn. Di Stase ini dia akan mempelajari banyak hal mulai dari pemeriksaan kehamilan, penyakit-penyakit organ reproduksi wanita, menolong persalinan baik pervaginam atau sectio caesarea dan masih banyak lagi selama sepuluh Minggu lamanya.Stase yang mungkin akan lebih melelahkan dibanding Stase sebelumnya, atau malah sama saja? Hanya satu harapan Selly, tidak ada residen atau konsulen yang rese dan menyebalkan macam Dokter Anggara!Sosok itu sampai sekarang benar-benar memegang janji dan ucapannya bahwa dia tidak akan menganggu Selly. Dia sama sekali tidak lagi memburu Selly untuk hal-hal tidak penting, termasuk membahas malam penuh dosa yang pernah mereka lak
Selly bangkit dan langsung berlari ke kamar mandi, ia jongkok di depan kloset dan menumpahkan semua isi perutnya."Hoek ... Hoek ... Hoek ...."Perut Selly rasanya seperti diaduk, sangat mual sekali sampai ia merasa begitu lemas selepas menumpahkan semua isi perutnya di kloset kamar mandinya. Sungguh rasanya sangat mual sekali.Selly bersandar di kloset, wajahnya pucat dan air matanya menitik. Kenapa ia muntah-muntah? Kenapa rasanya sangat mual sekali? Ia baik-baik saja kemarin bukan? Tidak ... Dia tidak mungkin hamil! Selly tidak hamil, tidak!"Nggak, aku nggak mungkin hamil, aku nggak mau hamil, tolong aku nggak mau hamil!" rintih Selly sambil bercucuran air mata, tubuhnya sangat lemas, membuat ia kesulitan melangkah kembali ke kasurnya.Ia harus masuk kan hari ini? Ia bisa, ia tidak apa-apa, dia tidak sakit, tidak hamil dan dia baik-baik saja! Selly dengan susah payah duduk di ranjang, meraih minyak kayu putih yang ia simpan di laci nakasnya, me
"APA?" Anggara berteriak kencang saat mendengar suara dari ujung telepon itu. Matanya terbelalak tidak percaya, pulpen yang ia pegang jatuh ke bawah." ... "Suara itu kembali menggema dari ujung telepon, menjelaskan kronologi yang terjadi, membuat Anggara mematung di tempatnya duduk.Jadi ....Anggara menghela nafas panjang, sudah tidak bisa dibiarkan lagi! Ia bergegas memberesi mejanya lalu bangkit dari kursi dan melangkah keluar dari ruang praktek."Gue kesana, dia ada di mana?" Tanya Anggara bersungguh-sungguh, hatinya risau, ia harus segera ke sana untuk memastikan dan menyelesaikan semua masalah itu." ... ""Oke, gue kesana! Tunggu!"TutAnggara dengan tergesa melangkah ke bangsal rawat inap yang tadi sudah disebut suara yang ada di ujung telepon. Ternyata ini jawabannya? Astaga! Kenapa ia begitu ceroboh? Delapan Minggu? Sudah tidak bisa dielakkan lagi!***Selly mengerjapkan matanya, kepalanya masih begitu pus
"Pa, tapi Selly nggak mau nikah sama dia!" teriak Selly yang masih belum terima dengan keputusan sang papa."Nggak mau nikah sama dia, tapi tidur sampai hamil sama dia mau. Maksud mu apaan sih, Sel?" Kevin masih begitu emosi, Indah sejak tadi tidak melepaskan tangannya dari lengan anak sulungnya itu."Ko, semua itu kecelakaan!" guman Selly menegaskan."Kecelakaan apa maksudnya?" suara Bambang masih begitu tenang, namun siapa pun yang mengenal dia, pasti tahu bahwa suara itu menggambarkan kekecewaan dan kemarahan yang sedang ia coba tekan sekuat tenaga."A-aku ....""Iya semua kecelakaan, Vin, Om, Tante," Anggara menghela nafas panjang."Saya dapat undangan mantan pasien saya ke klub malam yang beliau kelola, dan saya bertemu Selly yang saat itu tengah mabuk berat dan hendak di perdaya beberapa laki-laki yang minum bersamanya."Selly tercekat, ia menipuk jidatnya dengan gemas. Mampus! Habis ini dia pasti habis dicecar banyak orang! Tapi apa b
"Sekali lagi saya minta maaf, Om. Saya sudah begitu kurang ajar pada putri Om."Bambang mengangguk pelan, ia menepuk punggung Anggara sambil tersenyum kecut, matanya menatap lurus ke depan. Mereka tengah duduk di barisan bangku depan ICU yang lumayan padat itu. Cukup jauh dari ruang rawat inap Selly."Boleh Om tanya sesuatu, Ang?" tanya Bambang lirih."Silahkan Om, apa yang hendak Om tanyakan?" Anggara memang sudah siap mental, jangankan cuma ditanya, mau dihajar sampai babak-belur pun Anggara siap kok."Kamu mencintai putri om atau tidak, Ang?"Anggara sudah menduga bahwa inilah yang akan Bambang tanyakan kepada dirinya. Kenapa? Karena Anggara tahu, cinta itu diperlukan dalam mahligai pernikahan bukan? Ia sendiri juga sudah pernah menikah, jadi ia tahu betul itu."Kalau saya katakan yang sejujurnya, apakah Om akan mempercayai saya?" desis Anggara lirih, ia melirik androlog itu sekilas, lalu kembali menundukkan kepalanya."Katakan sem
Selly tercekat, ia menatap kepergian dokter itu dengan hati pedih. Apakah jahat jika Selly berkata demikian? Apakah ia benar-benar mencintai Adit? Ahh ... Selama ini ia hanya menganggap residen itu sebagai sahabat, kakak ketika di rumah sakit tidak lebih. Dosakah Selly jika mencatut namanya agar bisa bebas dari Anggara?Selly menghela nafas panjang, ia menundukkan kepalanya dan menatap perutnya yang masih rata itu. Delapan minggu, ada janin berusia delapan Minggu di dalam rahimnya yang sedang tumbuh dan berkembang hingga kemudian siap dilahirkan.Ia akan menjadi seorang ibu, sungguh sesuatu yang jujur belum terlintas sedikitpun di dalam benak Selly. Apalagi mengingat siapa laki-laki yang sudah menanamkan benihnya di dalam rahim Selly. Sosok itu tidak lain dan tidak bukan adalah Anggara Tanjaya, laki-laki tiga puluh tujuh tahun yang juga sahabat baik kakak tertuanya, Kevin.Menikahi laki-laki itu adalah mutlak! Itu perintah, namun tidak ada yang meminta Selly tetap
Anggara menatap nanar print out hasil USG benih yang ia tanamkan di rahim Selly itu. Air matanya menitik. Ada rasa haru, bahagia, namun ada juga rasa sakit dan pedih yang menjalar di relung-relung hati terdalam Anggara.Fakta bahwa Selly sama sekali tidak mencintai dirinya dan menginginkan laki-laki lain membuat hati Anggara hancur berkeping-keping. Ia kecewa, marah dan terluka. Apakah ini balasan karena Anggara sudah mengingkari janjinya pada mendiang Diana? Apakah kemudian ia harus menyandang status duda untuk kedua kalinya?'Kalau saya bilang iya, apakah kemudian Dokter mau menceraikan saya ketika anak ini lahir dan membiarkan saya mengejar laki-laki yang saya cintai itu?'Kalimat itu masih terngiang jelas di telinga Anggara, sebuah kalimat yang mampu merobek hatinya seketika. Air mata Anggara kembali menitik. Apakah kemudian anaknya akan kembali besar tanpa pelukan dan kasih sayang dari ibunya? Dosa apa Anggara sampai-sampai Tuhan selalu mengambil wanita yang d
Anggara tertegun sejenak di jok mobilnya, ia terlambat pulang. Padahal ia sudah janji pada Felicia untuk mengantar dia pergi beli buku bukan? Anggara menghela nafas panjang, melepas seat belt-nya lalu melangkah turun dari mobil.Anggara hendak menekan knop pintu ketika kemudian mobil hitam mewah itu masuk ke halaman rumahnya. Anggara sontak mengerutkan keningnya, itu kan mobil ....Kaca mobil bagian belakang turun, Felicia melambaikan tangan sambil tersenyum lebar, membuat Anggara sontak tertegun dan membeku di tempatnya berdiri."Papa ... Felicia di jemput Opa Yusak!" teriak Felicia dengan penuh semangat.Anggara tersenyum, ia kemudian melangkah menghampiri mobil itu, membuka pintu mobil dan meraih Felicia dalam gendongannya. Tampak gadis kecilnya itu begitu bahagia, di tangganya ada plastik putih berisi buku dan alat tulis, rupanya ia sudah membelinya bersama sang kakek."Apa kabarmu, Ang?" sapa Yusak sambil tersenyum, Anggara mengecup punggung t