Share

CHAPTER 7

Author: MarniHL
last update Last Updated: 2025-01-14 16:37:27

"Akh!"

Bagas yang baru saja bangun dan hendak mandi seketika mengurungkan niatnya ketika mendengar teriakan Arin dari dalam kamar.

Bagas segera menuju kamar Arin lalu mengetuk pintunya. "Arin. Ada apa?"

"Gak ada apa-apa."

Jawaban Arin justru membuat Bagas tidak percaya. Dia pun membuka pintu kamar Arin. Bagas segera mendekati Arin yang sedang terduduk di lantai sembari memegang kakinya.

Arin yang meringis langsung diam karena Bagas masuk ke kamarnya.

"Kamu kenapa?" Bagas hendak membantu Arin berdiri, namun Arin menolak.

"Saya bisa sendiri." Arin perlahan mencoba berdiri, namun dia kesulitan.

"Saya bantuin." Bagas segera menggendong Arin membuatnya seketika membulatkan mata.

"Ngapain digendong? Saya kan udah bilang saya bisa sendiri."

Bagas mendudukkan Arin di ranjang. "Kenapa bisa jatuh?" Bagas bertanya.

"Mau ganti lampu," jawab Arin ogah-ogahan.

Bagas baru menyadari kalau ada tangga lipat. "Kenapa gak minta tolong?"

"Karena saya bisa sendiri."

"Kalau bisa sendiri gak mungkin jatuh." Bagas benar-benar membuatnya kesal, tapi Arin tidak bisa membantah karena ucapan Bagas memang benar.

Bagas mengambil bohlam lampu baru lalu naik ke tangga untuk mengganti bohlam lampu yang sudah putus. Setelah selesai Bagas membawa keluar tangga tersebut.

***

"Jadi gimana keadaan kaki istri saya, dok?"

"Kaki bu Arin terkilir, tapi kondisinya tidak cukup serius. Untung sementara harus istirahat yang cukup jangan terlalu banyak melakukan aktivitas yang berat. Mungkin sekitar lima sampai enam hari sudah kembali pulih. Untuk obatnya sudah saya resepkan. Jangan lupa ditebus. Dan obatnya harus diminum secara rutin agar tidak terjadi pembengkakan."

"Baik dok, terima kasih sebelumnya."

"Sama-sama, pak. Kalau begitu saya permisi."

Setelah mengantar dokter, Bagas kembali ke kamar Arin.

"Kata dokter kaki kamu terkilir, tapi gak parah. Kemungkinan sembuhnya lima atau enam hari. Nanti obatnya saya tebus di apotek."

"Gak usah, saya bisa tebus sendiri." Arin menolak. Bukan apa hanya saja Arin tidak ingin memiliki hutang budi pada Bagas karena menolongnya.

"Emang bisa jalan?" Pertanyaan Bagas sukses membuat Arin terdiam. Kalau Arin menjawab bisa sudah pasti Bagas akan kembali mengeluarkan kalimat yang mungkin tidak bisa dibalas olehnya. "Kata dokter harus istirahat jangan ngelakuin aktivitas yang berat."

"Ya udah, sana keluar. Saya mau istirahat."

***

"Ya ampun, Rin. Kok bisa kayak gini, sih?" Ela datang ke rumah Arin. Tadi Arin menelepon Ela memberitahu keadaannya. Tidak sampai satu jam Ela sudah sampai di rumahnya.

"Iya, tadi gue pengin ganti lampu kamar gue soalnya putus, eh malah kepleset terus jatuh deh." Arin menjelaskan.

"Itu kan kerjaan cowok, Rin. Lagian kenapa lo gak minta tolong sama Bagas, sih? Jadinya gini, kan."

"Kamar gue ya urusan gue, bukan dia."

"Lah, kamar lo kan kamar dia juga, Rin. Kan kalian sekamar. Itu juga tanggung jawab dia dong. Gimana sih?"

Arin memang tidak memberitahu Ela kalau selama ini dia dan Bagas tidur di kamar yang berbeda. Karena bagaimanapun dia tidak boleh menceritakan semua mengenai hal pribadinya.

"Selagi gue bisa ngelakuinnya kenapa enggak?"

"Kalau bisa mana mungkin kaki lo terkilir, Arin?!"

Arin hanya tertawa kecil.

"Terus lo udah ke dokter belum buat periksa?"

"Tadi udah diperiksa kok. Bagas sempat manggil dokter ke sini. Terus dia juga udah tebus obatnya."

Ela mendadak tersenyum.

"Kenapa lo senyum-senyum gitu? Aneh banget."

"Gak nyangka gue ternyata Bagas perhatian juga sama lo. Lo baper gak?"

"Ya gak lah. Aneh banget lo. Dia cuma nolongin."

"Yakin lo gak baper, hm?" goda Ela sembari mencolek dagu Arin.

Arin menepis tangan Ela dari dagunya. "Gak usah aneh-aneh, deh. Gue gak bakal baper sama cowok sok dingin kayak dia."

"Masa sih? Yakin banget apa yakin aja?"

"Ela!"

Ela tertawa puas. "Bercanda Rin."

***

Bagas baru saja tiba di rumah. Dia menghampiri Arin yang tertidur di sofa dengan televisi yang masih menyala.

"Rin. Arin." Bagas menepuk-nepuk pelan lengan Arin mencoba membangunkannya.

Arin perlahan membuka matanya.

"Kenapa tidur di sini?" tanya Bagas.

Arin tidak menjawab.

"Udah makan? Saya bawain makan."

Arin menggeleng. "Udah kenyang." Arin sempat makan tadi dengan Ela. Karena tidak bisa memasak, Ela memesan makanan untuk mereka makan.

"Udah minum obat?"

Arin hanya mengangguk singkat.

"Mau ke mana?" tanya Bagas ketika Arin hendak berdiri, namun kesusahan.

"Kamar."

"Saya bantuin." Bagas memapah Arin ke kamarnya.

"Makasih," ucap Arin ketika sampai di kamar.

Bagas hanya mengangguk. "Nanti kalau butuh apa-apa telfon aja."

Arin tidak menanggapi hingga Bagas pun keluar.

Tidak seperti apa yang dikatakan Ela kalau Arin terbawa perasaan dengan Bagas, justru Arin merasa aneh karena sikap Bagas yang tiba-tiba peduli dengannya. Apa yang merasuki tubuh Bagas hingga pria itu secara tiba-tiba perhatian padanya? Atau mungkin Bagas seperti itu karena dia sakit? Tapi dulu saat Arin sakit Bagas tidak perhatian seperti sekarang ini. Arin seketika langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mau berlarut-larut memikirkan Bagas. Anggap saja hari ini Bagas sedang baik padanya. Arin yakin kalau dia sudah membaik pasti Bagas akan kembali ke setelan awal yaitu cuek dan dingin.

*****************************

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Cold Husband   CHAPTER 117

    "Pak Bagas."Bagas yang hendak menuju lift menghentikan langkahnya sejenak. Lalu menoleh."Pak, ini ada kiriman makanan." Karyawan resepsionis Bagas menghampirinya sembari membawa paper bag berukuran sedang."Dari siapa? Istri saya?" tanya Bagas."Kalau tidak salah dari Bu Gita, pak."Ekspresi Bagas seketika berubah datar. "Buat kamu saja.""Baik pak." Bagas pun menekan tombol lift, lalu masuk ke dalam. Bagas benar-benar tidak habis pikir dengan Gita. Untuk apa dia bersikap seperti ini? Padahal hubungan mereka sudah berakhir. Bagas berjalan menghampiri Diana. "Diana.""Iya pak?""Nanti kamu tolong bilang ke resepsionis untuk jangan pernah terima barang apapun dari Gita.""Baik pak. Nanti akan saya sampaikan.""Oke, makasih." Bagas kemudian masuk ke dalam ruangannya. Bagas mendudukkan bokongnya di kursi. Dia memejamkan matanya sejenak sembari memijat pelipisnya. "Masuk," ucapnya ketika mendengar pintu ruangannya diketuk."Capek, ya?"Bagas langsung membuka matanya saat mendengar sua

  • My Cold Husband   CHAPTER 116

    Arin membuka pintu ruang kerja Bagas dengan sangat pelan dan hati-hati. Arin tidak langsung masuk, melainkan dia mengintip sejenak karena takut mengganggu Bagas."Kenapa Rin?"Arin cukup terkejut karena ternyata Bagas tahu kalau sedaritadi dia sedang mengintip. Arin pun perlahan membuka pintu sedikit lebih lebar. "Boleh masuk?""Boleh. Kenapa enggak?"Arin pun mendekati Bagas yang sedang berkutat dengan beberapa dokumennya. "Kamu lagi sibuk banget, ya?""Lumayan.""Aku ganggu, ya?"Bagas menggeleng. "Kenapa?""Kamu mau kopi? Atau snack buat nemenin kamu kerja?" tawar Arin."Em, kayaknya enggak deh."Arin manggut-manggut. "Maafin aku, ya.""Kenapa tiba-tiba minta maaf?" Kening Bagas mengerut."Aku udah nyuruh kamu buat ketemu sama Gita. Padahal aku tahu banget kalau kamu gak mau ketemu sama dia.""Aku tahu niat kamu baik kok. Kamu kan bilang kalau aku terus-terusan menghindar, aku bakal selamanya terjebak dimasa lalu.""Iya, tapi harusnya aku gak desak kamu buat ketemu dia sekarang. Ka

  • My Cold Husband   CHAPTER 115

    "Thank you, ya, kalian udah mau makan bareng. Akhirnya rasa kangen gue terobati. Gue senang banget," ucap Gita ketika mereka selesai makan."Sama-sama, Git. Saya juga senang kok bisa makan makan bareng kamu dan ngobrol-ngobrol.""Thanks ya, Rin, udah mau bantuin saya buat ngajak mereka. Soalnya mereka kan susah banget buat dihubungi."Arin manggut-manggut. "Iya, wajar sih mereka kan orang kantoran jadi emang suka sibuk banget. Jarang ada waktu.""Dulu waktu kuliah, masih sering banget ngumpul terus jalan-jalan. Karena gak sesibuk sekarang."Ela memutar bola matanya malas. Sudah tidak betah mendengar setiap omongan yang keluar dari mulut Gita. "Em, sorry, tapi kayaknya gue harus balik sekarang deh. Mau nemenin nyokap pergi," ucap Ela."Gue juga harus balik." Juan bangkit berdiri. "Duluan ya, sorry, gak bisa lama-lama.""Iya gak papa, sekali lagi makasih ya udah mau datang."Juan hanya mengangguk."Rin, Gas, duluan, ya." Ela berpamitan hanya pada Bagas dan Arin, tidak dengan Gita."Hati

  • My Cold Husband   CHAPTER 114

    "Gas? Ayo. Kok malah diam?" Arin yang sudah berjalan lebih dulu membalikkan badan begitu menyadari kalau Bagas tidak ikut jalan.Bagas masih diam di tempatnya. Dari ekspresinya terlihat jelas kalau Bagas tidak berniat masuk ke dalam restauran tersebut. Kalau saja bukan karena Arin yang meminta, tidak mungkin Bagas berada di sini. Karena Bagas tidak mau bertemu dengan Gita."Kita pulang aja, ya.""Kita udah sampai sini kok malah minta pulang, sih? Buruan. Gak enak, udah ditungguin sama Gita."Karena Bagas tak kunjung bergerak, Arin langsung menarik lengannya. "Rin ....""Udah, gak papa, kan ada aku. Kamu diam aja kalau gak mau ngomong. Kalau kamu terus-terusan menghindar sama aja kamu buat dia mikir kalau kamu belum move on dari dia. Kamu gak mau dia mikir kayak gitu, kan?"Bagas hanya menggeleng."Ya udah, ayo." Bagas pun akhirnya melanjutkan langkahnya, meskipun terlihat ragu.***"Hai, udah nunggu lama, ya?" tanya Arin.Gita menoleh, kemudian tersenyum. "Hai. Gak kok, saya juga bar

  • My Cold Husband   CHAPTER 113

    "Sayang, kamu hari ini ke mana aja?"Arin yang sedang menata meja untuk makan malam menoleh pada Bagas. "Gak ke mana-mana kok. Cuma di resto aja. Kenapa?""Beneran gak ke mana-mana?" tanya Bagas lagi."Iya Gas. Kamu kok kayak gak percaya gitu sih?" "Kamu bukannya ketemu sama Gita?"Arin tertegun sesaat. Darimana Bagas tahu kalau dia bertemu dengan Gita? Apa Gita memberitahu Bagas? Padahal, Arin berniat tidak mau memberitahu Bagas, tapi kalau Bagas sudah tahu dia tidak mungkin menyangkal."Iya, aku tadi ketemu sama Gita, tapi ketemu di resto. Dia datang ke resto terus ngobrol. Gita bilang sama kamu?"Bagas menggeleng. Lalu menunjukkan kartu nama Gita. "Aku tadi ngeliat kartu namanya di meja ruang tv.Arin lupa kalau dia tadi sempat mengeluarkan kartu nama Gita dari tasnya."Iya, dia tadi kasih ke aku. Katanya dia mau ngajak kita makan-makan. Soalnya udah lama gak ngumpul bareng kamu sama Juan.""Kamu masih gak bilang ke dia kalau kamu udah tahu siapa dia?"Arin mengangguk."Kenapa?"

  • My Cold Husband   CHAPTER 112

    "Masuk." Pintu ruangan Arin terbuka. "Permisi mbak, ada tamu. Katanya pengin ketemu sama mbak Arin.""Siapa?""Gak tahu, mbak, tapi orangnya cantik.""Oke, makasih, ya, Tin.""Sama-sama, mbak. Saya permisi."Arin berpikir sejenak. Siapa yang ingin bertemu dengannya disiang hari seperti ini? Tidak mungkin Ela, karena semua karyawannya sudah mengenal Ela. Safira juga tidak mungkin. Tidak mau berpikir lama, Arin pun keluar dari ruangannya untuk menemui orang tersebut.Arin melangkah menuju meja tempat orang tersebut menunggunya. Karena orang itu duduk membelakanginya, Arin tidak bisa langsung mengenalinya."Permisi.""Hai Arin!"Arin yang semula tersenyum langsung terdiam. Gita? Bagaimana bisa Gita tahu restaurannya?***"Keren ya kamu punya restauran sendiri.""Kebetulan ini restauran orang tua saya. Saya cuma bantu ngurus aja."Gita manggut-manggut. "Kamu kok bisa tahu restauran saya?" Arin bertanya."Dulu saya pernah ke restauran ini sama orang tua saya dan makanannya enak-enak. Keb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status