Bella menghempaskan tubuhnya di ranjang besar di dalam kamarnya. Ahh sangat nyaman, pulang pada waktu hujan tadi benar-benar membuatnya kesal, akhirnya setelah puas menunggu hujan reda hingga jam 6 sore, ia menyerah, dan berakhir menelepon supir rumahnya untuk minta di jemput.
Dan disinilah sekarang dirinya, telentang di ranjang besar Queen Sizenya. Bella merasa ada yang sedang membuka pintu kamarnya, akhirnya ia bangun dan mendapati sang Mama sudah berada di sana dengan nampan yang penuh dengan cemilan dan susu cokelat panas.
“Capek sayang?” Sang mama menaruh nampan di meja kecil sebelah ranjang Bella, lalu duduk di pinggiran ranjang tepat di sebelah Bella.
Bella mengangguk. “Duhh, kapan sih Ma, aku bisa keluar dari perusahaan Kak Brandon?” tanya Bella dengan nada sedikit kesal.
“Memangnya kenapa? Kamu nggak betah? Perasaan selama enam bulan terakhir ini kamu nggak pernah mengeluh kerja di sana.”
“Tapi sekarang beda, Ma.”
“Apa yang membuatnya beda?”
“isshh, Kak Brandon dengan menjengkelkannya menyuruhku menjadi sekertaris pribadi si iblis sialan itu.”
Shasha mengernyit. “Siapa yang kamu bilang Iblis sialan, Bell?”
“Siapa lagi.”
“Aaron?” Bella hanya mengangguk pasrah, “Kamu nggak boleh bilang seperti itu sayang. Aaron baik kok.”
“Baik dari mana coba?”
“Kamu saja yang belum kenal.”
“Memangnya mama sudah kenal? Lagian Mama sama Papa kenapa sih belain dia terus?” Bella tampak heran dengan kedua orang tuanya, seakan mereka lebih mengenal Aaron di bandingkan dengan dirinya.
“Sudah dong, Mama kan sudah mengenalnya sejak kecil.”
Bella masih saja mendengus sebal sambil memakan biskuit yang di bawakan sang Mama.
“Ya sudah, kamu mandi dulu sana, terus turun dan temani Mama makan malam, papa kayaknya makan malam di luar dengan seseorang.”
“Siapa?” Tanya Bella dengan mengangkat sebelah alisnya.
“Calon suamimu mungkin.” goda sang Mama yaang langsung mendapat hadiah pelototan dari Bella.
“Sampai kapanpun aku nggak mau di jodohin, titik.”
Shasha tertawa melihat kelakuan puterinya. “Kami tentu tidak akan menjodohkanmu sayang, tapi tidak menutup kemungkinan kalau kamu akan kami nikahkan dengan seorang yang menurut kami sangat pantas untuk kamu. Lagian, kamu belum punya pacar juga kan setelah pacar kamu yang beberapa tahun yang lalu di usir Papa mu dengan tidak hormat.”
Bella terkikik geli saat mengingat waktu itu. Sekitar tiga tahun, Ramma, sang Ayah, mengusir pacarnya yang sedang main kerumahnya dengan alasan Bella harus tidur. Padahal waktu itu masih sekitar jam delapan malam.
“Ma.” Panggil bella dengan nada sedikit pelan saat Shasha hendak keluar dari kamarnya.
“Iya sayang.”
“Aku, aku sudah punya pacar.”
Pernyataan Bella membuat Shasha tercengang. Benarkah Bella sudah memiliki kekasih? Lalu bagaimana dengan semua rencana mereka nanti? Bagaimana perasaan Bella nanti?
***
Selesai mandi, Bella memilih-milih pakaian dalam lemari besarnya. Tak ada yang menarik minatnya, Bella masih terus-terusan mencari, hingga jari-jemarinya membatu pada sebuah Baju yang sudah sangat lama sekali tidak di sentuhnya.
Bella mengambil baju tersebut, Seragam putih abu-bunya saat sekolah SMA.
Bella membuka lipatannya, ada beberapa warna di bagian punggung baju tersebut. Bella mengusapnya lembut. Ini warna yang di berikan lelaki iblis itu. Lalu Bella menjalankan jemarinya pada kerah baju tersebut, tulisan itu masih d isana, masih tertulis rapi di kerah bajunya, dan tulisan itulah yang menjadi luka untuknya...
‘Thanks Bell, Tunggu aku ya.’
Kalimat terakhir lelaki itu terngiang di telinganya, Bella bahkan memejamkan matanya saat merasakan kecupan lembut dari seorang lelaki yang amat sangat di bencinya tersebut.
Pada saat jantungnya mulai berdebar tak beraturan, Bella membuka matanya kembali. Menepis semua rasa sialan yang sudah lama ia buang jauh-jauh. Bella akhirnya membuang seragam sekolahnya tersebut kembali kedalam lemari tanpa di lipat dengan rapi.
Bella mengusap wajahnya dengan kasar. Kenapa dia kembali? Kenapa kembali saat ini? Saat ia tak lagi menunggunya untuk pulang?
***
“Jadi, kamu sudah yakin sama keputusan kamu?” tanya Dhanni dengan serius.
“Ya, Pa,aku nggak pernah seyakin ini.”
“Bagaimana menurutmu Brand?” tanya Dhanni pada putera sulungnya. Mereka bertiga kini memang berada di ruang keluarga.
“Aku juga nggak pernah seyakin ini dengan Aaron Pa, dia mencintai Issabella sejak kecil.”
“Tapi Om ramma itu sahabat Papa, papa hanya nggak mau hubungan kami renggang jika hubungan kalian nanti tidak berjalan dengan baik.” ucap Dhanni penuh pertimbangan.
“Om Ramma sudah menyetujuiku, Pa.” jawab Aaron masih tak mau menyerah. “Dan dia menyetujui rencanaku. Aku tidak mungkin menyakiti Issabella, Pa.” tambahnya.
“Baiklah, kalau begitu, kita lalukan rencanamu minggu depan.”
Lagi-lagi Aaron tersenyum miring. Semoga semuanya berjalan lancar, dan ketika saat itu tiba, ia yakin jika dirinya akan menarik seorang gadis dinging seperti Bella jatuh dalam pesonanya.
***
Entah sudah berapa lama Aaron berada pada Lift karyawan yang kini masih di tempatinya untuk berdiri santai dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku celananya. Dan juga entah sudah berapa kali Lift itu naik turun tapi Aaron tak juga keluar dari dalam Lift tersebut.
Ia sedang menunggu datangnya seseorang, siapa lagi jika bukan Issabella Aditya, sosok yang sudah di anggapnya seperti belahan jiwanya sejak kecil. Lucu memang, tapi itulah Aaron.
Saat tiba di lantai dasar, pintu Lift terbuka, dan ya, tampaklah sosok yang sudah sangat di rindukan seorang Aaron.
Bella tampak fresh dengan kemeja putih khas pegawai kantor lainnya, rok selutut tanpa stocking, dan juga sepatu berhak pendeknya. Tubuh wanita itu terlihat mungil tapi menggiurkan untuk seorang Aaron.
“Hai Bell.” sapa Aaron yang langsug mendapat balasan muka masam dari Bella.
Tanpa menghiraukan Aaron yang cengar-cengir terhadapnya, Bella masuk dengan cueknya dan menekan tombol angka yang ada di dekat pintu Lift.
“Baru datang?” sapa Aaron lagi yang kini berdiri tepat di belakang Bella.
“Ya.”
“Wahhh ternyata kita di lantai yang sama.” goda Aaron.
Bella memutar ke palanya ke arah Aaron. “Ya tentu saja lah, kita bahkan satu ruangan.” jawab Bella dengan ketus.
Aaron tidak dapat lagi menahan tawanya. Ternyata gadis di hadapannya ini benar-benar sangat menggemaskan ketika bersikap dingin dan cuek seperti saat ini.
Tanpa sungkan lagi, Aaron memeluk Bella dari belakang. Bella terkejut, sungguh sangat terkejut, setahunya, Aaron hanya suka menggodanya supaya bisa meledak-ledak, tapi entah kenapa tiba-tiba lelaki ini berperilaku seperti ini padanya?
Akhirnya Bella meronta-ronta dalam pelukan Aaron. “Apa yang kamu lakukan? Lepasin aku, lepasin..”
“Begini dulu saja, aku kangen kamu, Bell.”
Bella membatu seketika saat mendengar ucapan Aaron yang terdengar lembut tapi serius. Bella hanya mempu menatap bayangan Aaron di pintu Lift di hadapannya, lelaki itu tampak menatap bayangannya juga, mereka berdiri dengan Aaron memeluknya dari belakang dan dengan saling menatap pada bayangan masing masing.
Aaron lalu memberanikan diri untuk memiringkan kepalanya, menunduk dan menunduk mencari dimana wajah Bella berada, sedangkan Bella sudah tak mengerti apa lagi yang di rasakannya. Jantungnya seakan ingin meledak saat itu juga, Ia tak kuasa menolak Aaron atau lepas dari pelukan lelaki itu. Bella hanya mampu mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan memejamkan matanya, berdoa semoga ini hanya mimpi buruknya saja.
Dan ketika bibir Aaron hampir saja menyentuh kulit lembut di pipi Bella, tiba-tiba.
‘Ding’
Pintu Lift terbuka di lantai delapan dengan beberapa karyawan yang berdiri di sana menatap mereka berdua dengan mata membelalak dan bibir ternganga.
Secepat kilat Bella memisahkan diri dari Aaron, pun dengan Aaron, ia seketika menjauh dari diri Bella. Keduanya lalu memperbaiki penampilan masing-masih dengan wajah merah padam masing-masing.
“Kailan nggak masuk?” Aaron bertanya dengan suara serak-seraknya.
“Ahhh, sepertinya kami tunggu lift selanjutnya saja pak.” kata seorang karyawan lelaki sambil menggaruk kepalanya. Para karyawan tersebut pun terlihat memerah karena hampir saja memergoki sang atasan.
“Ayo, masuk saja, masih muat kok, bukan begitu, Bella?” tanya Aaron dengan santainya pada Bella yang kini benar-benar ingin menenggelamkan dirinya sendiri ke dasar laut.
“Iya.” jawab Bella pelan dengan menundukkan kepalanya. Sial! bagaimana mungkin Aaron membuatnya dalam posisi seperti saat ini?
Akhirnya dengan sedikit tak enak, beberapa karyawan lelaki itupun masuk kedalam Lift yang di dalamnya ada Aaron dan Bella.
Dengan posesif Aaron maju mendekati Bella dan melingkari pinggang Bella tanpa sungkan lagi ketika Pintu lift kembali tertutup.
“Kalian Boleh satu Lift dengan kami, tapi kalian nggak boleh terlalu dekat dengan dia. Karena dia hanya milikku.” ucap Aaron penuh penegasan.
Para Karyawan Lelaki tersebut hanya mengangguk patuh sedangkan Bella memutar bola matanya pada Aaron karena kesal dengan kelakuan Lelaki Iblis di sebelahnya kini.
-TBC-
‘Buuggghhhh’Sekuat tenaga aku membanting tubuh itu ke atas matras yang sedang ku injak. Kemudian secepat kilat aku menguncinya, membuat tubuh tegap itu tidak bisa bergerak di bawahku.“Bagaimana Pa? Saya sudah bisa, bukan?” tanyaku dengan menyunggingkan senyuman kemenanganku.“Belum.” jawab Papa Ramma yang sontak membuatku mengernyit. Dan aku tidak bisa berpikir lagi ketika tiba-tiba tubuh di bawahku tadi membalikku dan mengunciku hingga kini aku yang berada dalam kuasanya. “Satu hal yang harus kamu tahu, jangan pernah merasa menang sebelum kamu melihat lawanmu menyerah.”Papa kemudian melepaskan kunciannya. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya padaku seperti biasanya.“Kamu sudah lebih baik.” Dia berkata sambil menepuk-nepuk bahuku.Ya, tentu saja. Setiap minggu aku di hajar habis-habisan bagaimana mungkin aku tidak lebih baik. Tubuhku kini bahkan lebih berotot lagi dari
“Aarrgghh...” erang Bella sedikit lebih keras dari biasanya.“Cukup sayang, astaga, suaramu membuatku ingin meledak saat ini juga.” Aaron menggertakkan gigi, menahan sesuatu yang ingin meledak dari dalam dirinya.Aaron kembali mendaratkan bibirnya pada payudara ranum milik Bella. Menggodanya, mendambanya seakan mengklaim jika itu hanya miliknya. Tubuhnya belum berhenti memainkan ritme permainan yang membuatnya semakin menggila.“Aaron, astaga, Aaarrgghhh..”Kini Aaron kembali mencumbu bibir Bella dengan panas. Kedua tangannya memenjarakan tangan Bella, membuat posisi keduanya terlihat begitu erotis. Hingga kemudian gelombang kenikmatan tersebut menghantam keduanya. Membuat keduanya saling mengerang panjang, mendesah nikmat sekaligus mandi dengan keringat yang menyatu.“Aku cinta kamu, aku sayang kamu, dan hanya kamu sejak dulu.” ucap Aaron sesekali mengecup lembut bibir milik Bella.
Secepat kilat Bella mendorong tubuh Aaron menjauh. Dan Aaron tertawa lebar dengan kelakuan Bella.“Ingat, aku belum memaafkanmu Aaron.”Aaron masih saja tertawa sambil melemparkan diri di atas ranjang melihat kelakuan Bella. Wanita itu sungguh menggemaskan, dari cara bicaranya ia terlihat enggan di sentuh tapi saat melihat wajahnya yang memerah, sungguh, Aaron ingin melahapnya hidup-hidup.“Kamu gila?” tanya Bella yang menatap Aaron yang masih tertawa lebar di atas ranjang.Aaron bangun dan duduk di pinggiran ranjang. “Kamu yang membuatku gila Bell.” ucap Aaron dengan nada seriusnya.“Berhenti menggombal. Pakai bajumu dan aku akan mengobati lukamu.” ucap Bella sambil melempar kaus dalam dan celana piyama untuk Aaron. Aaronpun akhirnya mengenakan pakaian tersebut.Bella kemudian duduk tepat di sebelah Aaron. Aaron menatap Bella dengan tatapan yang sulit di artikan. Bibirnya tidak berhenti menyun
Samar-samar, Aaron melihat Bella meninggalkan dirinya. Wanita itu pergi begitu saja ketika dirinya kini sedang di hajar oleh seorang sinting yang tidak punya otak seperti Yogie. Issabella, istrinya itu pasti saat ini sedang salah paham padanya.Sialan! Semua ini karena si tolol Yogie.Dengan sisa-sisa kekuatan yang di milikinya, Aaron membalik tubuh Yogie hingga lelaki itu kini berada di bawahnya.“Brengsek lo! Berani lo hajar gue? Sialan!” Aaronpun tidak berhenti mengumpat kesal sedangkan tangannya masih sibuk menghajar Yogie. Aaron tidak menghiraukan wajahnya sendiri yang sudah penuh dengan darah. Yang terpenting saat ini adalah memberi si brengsek sialan ini pelajaran. Kalau Bella sampai salah paham padanya dan tidak mau memaafkannya, Aaron bersumpah akan membunuh Yogie saat itu juga.Setelah kelelahan karena baku hantam. Keduanya tergeletak lemas penuh darah masing-masing. Napas keduanya juga terputus-putus seakan menahan amarah yang
Bella masih sibuk memilihkan kemeja untuk di kenakan Aaron ke kantor ayahnya siang ini. Sebenarnya ia sedikit bingung, harus memilihkan kemeja yang bagaimana dan seperti apa, karena ini pertama kalinya ia melakukan hal seperti ini.Bella merasakan sebuah lengan kekar melingkari perutnya. Kemudian sesuatu yang lembut dan basah menyentuh permukaan kulit lehernya.“Jangan menggangguku.” ucap Bella yang benar-benar merasa terganggu.“Kamu menggodaku, sayang.”“Astaga, apa yang membuatmu tergoda denganku?”“Uumm, piyama yang kamu gunakan, caramu berjinjit-jinjit dengan kaki telanjang, dan rambutmu yang setengah basah.”“Haisshh, dasar tukang nggombal. Sudah sana, aku bingung mau memilihkan kamu kemeja yang mana.”“Pilihkan saja kemeja yang membuatku terlihat tampan di matamu.”Bella tampak berpikir sejenak. “Aku suka saat melihatmu menggunakan kemeja
Bella sedikit bingung karena mau menyiapkan sarapan apa untuk dirinya dan juga Aaron. Entah kenapa ia ingin sekali menjadi wanita yang serba bisa di hadapan Aaron. Apa karena ungkapan sayang yang di ucapkan Aaron tadi? Bella menggelengkan kepalanya mencoba menepis semua bayangan manis tadi pagi yang membuatnya senyum-senyum sendiri sejak tadi.“Ehh, puteri Mama rajin sekali.”Suara lembut di belakang Bella memaksa Bella meolehkan kepalanyanya. Sang Mama sudah berjalan menuju ke arahnya dengan pakaian yang sudah rapi.“Mama rapi sekali, mau kemana, Ma?”“Loh, Aaron tidak memberitahumu? Mama sama Papa mau ke palembang beberapa hari.”Bella mengernyit. “Ke palembang? Kenapa buru-buru sekali?”“Tidak buru-buru, kami sudah merencanakan sejak sebelum kalian menikah.”“Benarkah? Kenapa aku tidak tahu?”“Sebagai kejutan.” bisik Shasha pada puterin
“Saya di pecat? Yang benar saja.”“Kenapa? Kamu nggak mau di pecat?” tanya Aaron masih dengan nada angkuhnya.“Hei, ada apa denganmu? Kenapa aku tiba-tiba di pecat? Yang benar saja, kemarin aku mengundurkan diri tapi Kamu membujuk ku untuk kembali dengan serangkaian alasan konyolmu. Kenapa sekarang tiba-tiba aku di pecat?”“Kamu sudah tidak di butuhkan di sini.” jawab Aaron dengan santai.“Sudah tidak di butuhkan?” geram Bella yang sudah menahan emosinya.“Maksudku, kinerja kamu sudah tidak di butuhkan di sini, lagi pula aku juga mau pindah ke kantor Papa kamu.”“Aku tidak peduli mau kamu pindah ke manapun. Intinya, kalau kamu ingin memecat seseorang, kamu harus memberinya alasan yang jelas.” Dengan kesal bella keluar dari ruangan Aaron. Lelaki tersebut benar-benar tahu bagaimana merusak moodnya. Astaga. ia harus pulang dan berendam. Persetan d
“Karena sebelum berangkat ke luar negeri, Aaron sendiri yang meminta ayahnya untuk melamarkan kamu untuknya.”Bella hanya ternganga mendengar kalimat yang keluar dari bibir sang Papa tersebut. Aaron ingin melamarnya? Saat itu? Kenapa ia tidak pernah tahu?“Aaron sangat ingin melamar kamu dan meminta kamu sendiri kepada Papa saat itu, tapi Kata Om Dhanni, anak itu merasa belum pantas melakukannya. Tentu saja, siapa yang mau menerima lamaran anak bau kencur yang baru lulus SMA?”Ramma kemudian berdiri, dan menerawang jauh pada masa itu. Masa saat Dhanni, sahabatnya tersebut memintanya untuk menyerahkan puteri semata wayangnya untuk Aaron.“Papa hanya berkata jika akan menjagamu, tapi bukan berarti Papa menerima lamaran mereka, Om Dhanni menerima keputusan Papa, dan dia juga berkata, jika suatu saat nanti Aaron sendirilah yang akan datang kepada Papa.”Ramma menghela napas panjang. Kemudian melanjutkan ceritanya ter
Bella masih menatap jauh ke luar jendela mobil milik Aaron. Pikirannya masih kacau. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan seks sepanas itu dengan lelaki yang sangat di bencinya ini? Dan Aaron, astaga, lelaki itu seakan tidak berhenti bersikap manis terhadapnya.“Ada masalah?” suara Aaron memaksa Bella menoleh ke arah lelaki yang sedang mengemudi tepat di sebelahnya.“Enggak.”“Kamu terlalu pendiam.”“Sejak dulu aku seperti ini.”Aaron tersenyum miring. “Tapi aku suka.”Tiga kata, tapi mampu membuat tubuh Bella kembali membatu.“Kita tidak bisa bulan madu dalam waktu dekat ini, ada yang harus kuurus di kantor Papamu.”“Tentang perusahaan kami yang hampir bangkrut?”Aaron tersenyum miring. “Bella, harusnya kamu tahu kalau hal itu tidak pernah terjadi.”“Apa? Apa maksud Kamu?” Bella sangat terkejut dengan apa yan