Share

Bab 4 - Saya sudah kembali

Aaron kembali ke kantor dengan senyuman lebarnya, sedangkan Bella dengan kekesalan yang sudah naik di kepalanya. Dengan tengilnya, Aaron menyuruhnya ini dan itu padahal mereka baru saja sampai di kantor. Belum lagi sikap Aaron yang seakan tak serius bekerja.

“Nih, kopinya.” kata Bella dengan ketus.

Thanks Bell, ngomong-ngomong, malam ini kamu ada waktu nggak?”

“Nggak.”

“Oke, nggak apa-apa kok, aku juga nggak pengen ngajak kamu janjian, hahhaha” ucap Aaron dengan tawa lebarnya yang langsung membuat Bella mendengus kesal.

Bella lalu menuju ke meja kerjanya. Ya, dengan permintaan sialannya Aaron, Bella yang saat ini menjadi sekertaris pribadi Aaron akhirnya di buatkan meja kerja sendiri di ruangan Aaron.

Bella benar-benar tak habis pikir. Seniat ini kah seorang Aaron mengerjainya?

“Bella.” panggil Aaron dengan nada menggoda.

“Kamu mau apa lagi sih?” sembur Bella dengan kekesalan yang sudah mengakar di kepalanya.

“Nggak apa-apa, cuma pengen ngajak pulang bareng nanti.”

“Nggak perlu.” Jawab Bella dengan ketus.

“Kenapa?”

“Bukan urusanmu.”

“Ada yang jemput ya? Siapa? Cowok culun tadi pagi?” tanya Aaron dengan nada mengejek.

“Setidaknya dia bukan penipu sepertimu.” dengus Bella sambil melangkah keluar ruangan mereka.

“Penipu?” Aaron mengulangi perkataan Bella dengan ekspresi bingungnya.

***

Bella akhirnya memilih ke pantry untuk membuat secangkir kopi, tak jauh dari sana ternyata sudah berdiri beberapa karyawan perempuan yang sepertinya sedang antri dalam ruang fotocopy yang memang tak jauh dari pantry. seperti biasa, mereka tentu menyempatkan diri bergosip ria di sela-sela kebosanan pada jam kerja dengan menjadikan fotocopy sebagai alasannya.

“Ehhh lo tau nggak, ya ampun, Pak Aaron imut banget tau nggak, beda banget sama pak Brandon.” kata seorang karyawan yang mengenakan kemeja putih.

“Sorry, tapi hati gue tetap terpaut pada Pak Brandon, Uhh karisma dan aurahnya benar-benar memancar.” Kali ini si karyawan yang mengenakan Blus merah  yang berkata.

“Hei, pak Brandon sudah punya istri dan anak, tahu.”

“Masa bodo, gue mau kok jadi simpanannya.”

Dan bla.. bla.. bla... Bella tak ingin mendengarnya lagi. Astaga, jadi seperti ini isi kepala kebanyakan wanita jomblo di kantor ini? Sangat mengagumi atasanya bahkan ada yang rela di jadikan simpanan? Astaga, mereka belum tahu saja jika semakin kaya seseorang maka akan semakin licik pikirannya, seperti si iblis Aaron.

Nah, kenapa juga dirinya saat ini memikirkan nama Aaron. Bella menggelengkan kepalanya untuk menepis bayang-bayang itu, bayang-bayang yang sangat di bencinya. Tak mau berlarut-larut memikirkan Aaron, akhirnya Bella mengeluarkan ponselnya dan mulai mengirim pesan untuk seseorang.

Bella : Sedang apa?

Selalu dingin seperti itu, bahkan isi pesan untuk pacarnya saja Bella tidak pernah mengetiknya dengan kalimat lebay.

Dimas : Hai, aku baru selesai presentasi.

Bella : Apa kamu kena marah?

Dimas : Iya, tapi lupakan saja, atasanku memang tukang marah.

Bella tersenyum sendiri. Ya dimas memang selalu bercerita jika sang atasan suka marah-marah tak jelas.

Bella : Pulang jam berapa?

Dimas : kayaknya aku pulang larut, apa kamu bisa pulang sendiri? Atau tetap menungguku?

Bella : Aku pulang sendiri saja.

Bella tampak berpikir sejenak, lalu dia mulai menulis pesan kembali.

Bella : Dim, Aku sayang kamu.

Dimas : Aku juga, jaga diri baik-baik ya, besok ku jemput lagi.

Bella : Ya.

Dan hanya itu saja, Bella tersenyum merasakan kebahagiaan yang sedang ia rasakan. Dimas.. mampukah lelaki itu meluluhkan hati sang Papa?

***

Aaron melihat wanita tak jauh di hadapannya. Wanita itu terlihat tergesa-gesa merapikan meja kerjanya seakan ingin cepat keluar dari dalam ruangan yang sama dengannya.

“Kamu nggak perlu buru-buru Bell.”

Bella melirik ke arah Aaron. Lalu kembali melakukan  aktifitasnya lagi membereskan meja kerjanya secepat mungkin.

“Apa pacarmu sudah menunggu? Belum, kan? Mungkin Ban motornya bocor lagi.” kata Aaron dengan nada mengejek.

“Persetan denganmu.” jawab Bella dengan kasar lalu pergi begitu saja ketika semuanya di rasa sudah rapi.

Aaron tertawa lebar di dalam ruangannya. Sudah sekian tahun dia merindukan masa-masa ini, masa-masa dimana dirinya mengganggu seorang Issabella Aditya hingga gadis itu memerah karena marah dan juga meledak seketika. Tapi seperti biasa, rasa itu sepertinya ada yang kurang. Apakah itu?

Aaron berdiri dari duduknya dan mulai berjalan keluar dari ruangannya. Ia menuju ke lift untuk turun ke bawah. Bukan lift yang disediakan khusus untuk direksi, melainkan lift untuk Karyawan biasa.

Saat Lift terbuka, Aaron masuk. Di setiap lantai, Lift itu terbuk dan menampilkan beberapa karyawan yang hendak masuk, tapi mereka sedikit terkejut dan tak enak saat melihat Aaron berada di sana.

“Ayo masuk, kalian sedang apa?” ajak Aaron dengan beberapa karyawan yang sudah menunggu di depan lift. Akhirnya dengan canggung para karyawan tersebut masuk dengan saling berdempetan takut menyentuh tubuh Aaron.

Aaron tersenyum miring. “Apa kalian pikir saya punya penyakit mengerikan?”

“Ahh tidak Pak, maaf, kami tidak berpikir seperti itu.” jawab seorang karyawan pria.

“Kalau begitu, bersikaplah seperti biasa, kita semua sama, Oke” kali ini Aaron berbicara sambil menepuk-nepuk bahu si karyawan pria tersebut. Semua yang ada di lift tersebut mengangguk dengan canggung.

***

Sial!!

Kenapa hujan pada saat seperti ini? Rutuk Bella dalam hati. Ini sudah jam 5 sore, Dimas tadi berkata jika tak mungkin menjemputnya, sedangkan hujan sore ini membuatnya tak bisa bergegas pergi dari kantor sialan ini.

Bella masih berdiri di depan lobi kantor menunggu hujan sedikit lebih reda.

Dan seakan kesialannya belum berakhir, Bella melihat Sosok tengil yang di bencinya itu datang mendekatinya.

“Belum pulang Bell?” sapa Aaron yang baru keluar dari Lift karyawan.

“Bukan urusanmu.”

“Ohh tentu jadi urusanku, ingat, kita sudah seperti saudara.” Bella memutar bola matanya ke arah lain. “Kadang aku  bingung, kenapa kamu bisa sangat membenciku seperti saat ini?”

“Dan aku juga bingung, kenapa kamu selalu mengusik hidupku seperti saat ini?”

Aaron tersenyum miring. “Jangan GR Bell, aku tak pernah mengusik hidup siapapun.”

“Oh ya?”

“Oke, sepertinya sudah terlalu sore, ayo kuantar pulang.” ajak Aaron sambil menatap jam tangannya.

“Maaf, aku nggak berminat.”

Aaron tertawa lebar, “Terserah kamu, aku nggak maksa. Aku pastikan pacar kamu dengan motor butut nya itu tidak akan menjemputmu, mungkin motornya mogok karena banjir.” ucap Aaron masih dengan nada mengejeknya.

“Walau dia nggak jemput, Aku masih bisa jalan kaki.”

“Kamu yakin?”  tannya Aaron, sedangkan Bella hanya memalingkan wajahnya dengan ekspresi datarnya. “Oke, kalau begitu selamat menunggu, Bella.” kata Aaron dengan santai sambil meninggalkan Bella.

Bella mendengus kesal. Ahhh dari mana sih datangnya lelaki sialan itu? Kenpa juga anak bandel itu selalu mengganggunya? Astaga, lama-lama Bella bisa darah tinggi jika selalu berdekatan dengan Aaron.

***

Aaron minghirup aroma kopi hitam yang berada di hadapannya, lalu menghisapnya sedikit demi sedikit merasakan setiap rasa yang tercipta oleh kopi asli dari tanah kelahirannya yang sudah lama tak di rasakannya.

Malam ini, ia berada di sebuah cafe, tempatnya dulu sering menghabiskan waktu sendirian ketika perasaannya sedang tak menentu dan rindu seseorang. Namun malam ini ia berada di cafe tersebut bukan karena ingin bergalau-galau ria, Ia akan menemui seseorang untuk meminta apa yang sudah di titipkannya selama ini.

Tak lama, orang yang di tunggu itupun akhirnya datang juga. Aaron lantas berdiri menyambut orang yang di hormatinya tersebut.

“Halo Om, bagaimana kabarnya?” sapa Aaron pada sosok paruh baya yang masih terlihat sangat tampan di usianya tersebut.

“Baik, kamu sendiri?” jawab lelaki tersebut.

“Om bisa lihat sendiri.” Aaron menatap tubuhnya sendiri.

“Kamu terlihat lebih dewasa.” ucap lelaki itu sambil duduk tepat di hadapan Aaron. “Jadi, apa yang membuatmu ingin bertemu denganku.”

Wajah aaron kini berubah serius, tak ada ketengilan yang biasa di tampakannya.

“Saya sudah kembali, saya ingin menagih apa yang sudah menjadi milik saya.”

Lelaki di hadapannya itu tampak tertawa. “Tidak ada yang menjadi milikmu, Aaron.”

Aaron tersenyum miring. “Jadi, Om Ramma melupakan percakapan kita Tiga setengah tahun yang lalu? Saat saya baru pulang untuk pertama kalinya dari Amerika?”

Lelaki yang di panggil Aaron sebagai Om Ramma tersebut hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Saya tidak melupakannya, saya hanya butuh bukti.”

“Saya akan datang ke rumah Om Ramma minggu depan dengan kedua orang tua saya.” ucap Aaron penuh keyakinan.

“Datanglah.” Hanya itu jawaban dari Om Ramma.

Aaron kembali menampakkan Evil smirk khas yang di milikinya. ‘Sebentar lagi Bel, tunggu aku sebentar lagi...’ ucapnya dalam hati.

-TBC-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status