Aaron kembali ke kantor dengan senyuman lebarnya, sedangkan Bella dengan kekesalan yang sudah naik di kepalanya. Dengan tengilnya, Aaron menyuruhnya ini dan itu padahal mereka baru saja sampai di kantor. Belum lagi sikap Aaron yang seakan tak serius bekerja.
“Nih, kopinya.” kata Bella dengan ketus.
“Thanks Bell, ngomong-ngomong, malam ini kamu ada waktu nggak?”
“Nggak.”
“Oke, nggak apa-apa kok, aku juga nggak pengen ngajak kamu janjian, hahhaha” ucap Aaron dengan tawa lebarnya yang langsung membuat Bella mendengus kesal.
Bella lalu menuju ke meja kerjanya. Ya, dengan permintaan sialannya Aaron, Bella yang saat ini menjadi sekertaris pribadi Aaron akhirnya di buatkan meja kerja sendiri di ruangan Aaron.
Bella benar-benar tak habis pikir. Seniat ini kah seorang Aaron mengerjainya?
“Bella.” panggil Aaron dengan nada menggoda.
“Kamu mau apa lagi sih?” sembur Bella dengan kekesalan yang sudah mengakar di kepalanya.
“Nggak apa-apa, cuma pengen ngajak pulang bareng nanti.”
“Nggak perlu.” Jawab Bella dengan ketus.
“Kenapa?”
“Bukan urusanmu.”
“Ada yang jemput ya? Siapa? Cowok culun tadi pagi?” tanya Aaron dengan nada mengejek.
“Setidaknya dia bukan penipu sepertimu.” dengus Bella sambil melangkah keluar ruangan mereka.
“Penipu?” Aaron mengulangi perkataan Bella dengan ekspresi bingungnya.
***
Bella akhirnya memilih ke pantry untuk membuat secangkir kopi, tak jauh dari sana ternyata sudah berdiri beberapa karyawan perempuan yang sepertinya sedang antri dalam ruang fotocopy yang memang tak jauh dari pantry. seperti biasa, mereka tentu menyempatkan diri bergosip ria di sela-sela kebosanan pada jam kerja dengan menjadikan fotocopy sebagai alasannya.
“Ehhh lo tau nggak, ya ampun, Pak Aaron imut banget tau nggak, beda banget sama pak Brandon.” kata seorang karyawan yang mengenakan kemeja putih.
“Sorry, tapi hati gue tetap terpaut pada Pak Brandon, Uhh karisma dan aurahnya benar-benar memancar.” Kali ini si karyawan yang mengenakan Blus merah yang berkata.
“Hei, pak Brandon sudah punya istri dan anak, tahu.”
“Masa bodo, gue mau kok jadi simpanannya.”
Dan bla.. bla.. bla... Bella tak ingin mendengarnya lagi. Astaga, jadi seperti ini isi kepala kebanyakan wanita jomblo di kantor ini? Sangat mengagumi atasanya bahkan ada yang rela di jadikan simpanan? Astaga, mereka belum tahu saja jika semakin kaya seseorang maka akan semakin licik pikirannya, seperti si iblis Aaron.
Nah, kenapa juga dirinya saat ini memikirkan nama Aaron. Bella menggelengkan kepalanya untuk menepis bayang-bayang itu, bayang-bayang yang sangat di bencinya. Tak mau berlarut-larut memikirkan Aaron, akhirnya Bella mengeluarkan ponselnya dan mulai mengirim pesan untuk seseorang.
Bella : Sedang apa?
Selalu dingin seperti itu, bahkan isi pesan untuk pacarnya saja Bella tidak pernah mengetiknya dengan kalimat lebay.
Dimas : Hai, aku baru selesai presentasi.
Bella : Apa kamu kena marah?
Dimas : Iya, tapi lupakan saja, atasanku memang tukang marah.
Bella tersenyum sendiri. Ya dimas memang selalu bercerita jika sang atasan suka marah-marah tak jelas.
Bella : Pulang jam berapa?
Dimas : kayaknya aku pulang larut, apa kamu bisa pulang sendiri? Atau tetap menungguku?
Bella : Aku pulang sendiri saja.
Bella tampak berpikir sejenak, lalu dia mulai menulis pesan kembali.
Bella : Dim, Aku sayang kamu.
Dimas : Aku juga, jaga diri baik-baik ya, besok ku jemput lagi.
Bella : Ya.
Dan hanya itu saja, Bella tersenyum merasakan kebahagiaan yang sedang ia rasakan. Dimas.. mampukah lelaki itu meluluhkan hati sang Papa?
***
Aaron melihat wanita tak jauh di hadapannya. Wanita itu terlihat tergesa-gesa merapikan meja kerjanya seakan ingin cepat keluar dari dalam ruangan yang sama dengannya.
“Kamu nggak perlu buru-buru Bell.”
Bella melirik ke arah Aaron. Lalu kembali melakukan aktifitasnya lagi membereskan meja kerjanya secepat mungkin.
“Apa pacarmu sudah menunggu? Belum, kan? Mungkin Ban motornya bocor lagi.” kata Aaron dengan nada mengejek.
“Persetan denganmu.” jawab Bella dengan kasar lalu pergi begitu saja ketika semuanya di rasa sudah rapi.
Aaron tertawa lebar di dalam ruangannya. Sudah sekian tahun dia merindukan masa-masa ini, masa-masa dimana dirinya mengganggu seorang Issabella Aditya hingga gadis itu memerah karena marah dan juga meledak seketika. Tapi seperti biasa, rasa itu sepertinya ada yang kurang. Apakah itu?
Aaron berdiri dari duduknya dan mulai berjalan keluar dari ruangannya. Ia menuju ke lift untuk turun ke bawah. Bukan lift yang disediakan khusus untuk direksi, melainkan lift untuk Karyawan biasa.
Saat Lift terbuka, Aaron masuk. Di setiap lantai, Lift itu terbuk dan menampilkan beberapa karyawan yang hendak masuk, tapi mereka sedikit terkejut dan tak enak saat melihat Aaron berada di sana.
“Ayo masuk, kalian sedang apa?” ajak Aaron dengan beberapa karyawan yang sudah menunggu di depan lift. Akhirnya dengan canggung para karyawan tersebut masuk dengan saling berdempetan takut menyentuh tubuh Aaron.
Aaron tersenyum miring. “Apa kalian pikir saya punya penyakit mengerikan?”
“Ahh tidak Pak, maaf, kami tidak berpikir seperti itu.” jawab seorang karyawan pria.
“Kalau begitu, bersikaplah seperti biasa, kita semua sama, Oke” kali ini Aaron berbicara sambil menepuk-nepuk bahu si karyawan pria tersebut. Semua yang ada di lift tersebut mengangguk dengan canggung.
***
Sial!!
Kenapa hujan pada saat seperti ini? Rutuk Bella dalam hati. Ini sudah jam 5 sore, Dimas tadi berkata jika tak mungkin menjemputnya, sedangkan hujan sore ini membuatnya tak bisa bergegas pergi dari kantor sialan ini.
Bella masih berdiri di depan lobi kantor menunggu hujan sedikit lebih reda.
Dan seakan kesialannya belum berakhir, Bella melihat Sosok tengil yang di bencinya itu datang mendekatinya.
“Belum pulang Bell?” sapa Aaron yang baru keluar dari Lift karyawan.
“Bukan urusanmu.”
“Ohh tentu jadi urusanku, ingat, kita sudah seperti saudara.” Bella memutar bola matanya ke arah lain. “Kadang aku bingung, kenapa kamu bisa sangat membenciku seperti saat ini?”
“Dan aku juga bingung, kenapa kamu selalu mengusik hidupku seperti saat ini?”
Aaron tersenyum miring. “Jangan GR Bell, aku tak pernah mengusik hidup siapapun.”
“Oh ya?”
“Oke, sepertinya sudah terlalu sore, ayo kuantar pulang.” ajak Aaron sambil menatap jam tangannya.
“Maaf, aku nggak berminat.”
Aaron tertawa lebar, “Terserah kamu, aku nggak maksa. Aku pastikan pacar kamu dengan motor butut nya itu tidak akan menjemputmu, mungkin motornya mogok karena banjir.” ucap Aaron masih dengan nada mengejeknya.
“Walau dia nggak jemput, Aku masih bisa jalan kaki.”
“Kamu yakin?” tannya Aaron, sedangkan Bella hanya memalingkan wajahnya dengan ekspresi datarnya. “Oke, kalau begitu selamat menunggu, Bella.” kata Aaron dengan santai sambil meninggalkan Bella.
Bella mendengus kesal. Ahhh dari mana sih datangnya lelaki sialan itu? Kenpa juga anak bandel itu selalu mengganggunya? Astaga, lama-lama Bella bisa darah tinggi jika selalu berdekatan dengan Aaron.
***
Aaron minghirup aroma kopi hitam yang berada di hadapannya, lalu menghisapnya sedikit demi sedikit merasakan setiap rasa yang tercipta oleh kopi asli dari tanah kelahirannya yang sudah lama tak di rasakannya.
Malam ini, ia berada di sebuah cafe, tempatnya dulu sering menghabiskan waktu sendirian ketika perasaannya sedang tak menentu dan rindu seseorang. Namun malam ini ia berada di cafe tersebut bukan karena ingin bergalau-galau ria, Ia akan menemui seseorang untuk meminta apa yang sudah di titipkannya selama ini.
Tak lama, orang yang di tunggu itupun akhirnya datang juga. Aaron lantas berdiri menyambut orang yang di hormatinya tersebut.
“Halo Om, bagaimana kabarnya?” sapa Aaron pada sosok paruh baya yang masih terlihat sangat tampan di usianya tersebut.
“Baik, kamu sendiri?” jawab lelaki tersebut.
“Om bisa lihat sendiri.” Aaron menatap tubuhnya sendiri.
“Kamu terlihat lebih dewasa.” ucap lelaki itu sambil duduk tepat di hadapan Aaron. “Jadi, apa yang membuatmu ingin bertemu denganku.”
Wajah aaron kini berubah serius, tak ada ketengilan yang biasa di tampakannya.
“Saya sudah kembali, saya ingin menagih apa yang sudah menjadi milik saya.”
Lelaki di hadapannya itu tampak tertawa. “Tidak ada yang menjadi milikmu, Aaron.”
Aaron tersenyum miring. “Jadi, Om Ramma melupakan percakapan kita Tiga setengah tahun yang lalu? Saat saya baru pulang untuk pertama kalinya dari Amerika?”
Lelaki yang di panggil Aaron sebagai Om Ramma tersebut hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Saya tidak melupakannya, saya hanya butuh bukti.”
“Saya akan datang ke rumah Om Ramma minggu depan dengan kedua orang tua saya.” ucap Aaron penuh keyakinan.
“Datanglah.” Hanya itu jawaban dari Om Ramma.
Aaron kembali menampakkan Evil smirk khas yang di milikinya. ‘Sebentar lagi Bel, tunggu aku sebentar lagi...’ ucapnya dalam hati.
-TBC-
Bella menghempaskan tubuhnya di ranjang besar di dalam kamarnya. Ahh sangat nyaman, pulang pada waktu hujan tadi benar-benar membuatnya kesal, akhirnya setelah puas menunggu hujan reda hingga jam 6 sore, ia menyerah, dan berakhir menelepon supir rumahnya untuk minta di jemput.Dan disinilah sekarang dirinya, telentang di ranjang besar Queen Sizenya. Bella merasa ada yang sedang membuka pintu kamarnya, akhirnya ia bangun dan mendapati sang Mama sudah berada di sana dengan nampan yang penuh dengan cemilan dan susu cokelat panas.“Capek sayang?” Sang mama menaruh nampan di meja kecil sebelah ranjang Bella, lalu duduk di pinggiran ranjang tepat di sebelah Bella.Bella mengangguk. “Duhh, kapan sih Ma, aku bisa keluar dari perusahaan Kak Brandon?” tanya Bella dengan nada sedikit kesal.“Memangnya kenapa? Kamu nggak betah? Perasaan selama enam bulan terakhir ini kamu nggak pernah mengeluh kerja di sana.”&ldquo
Bella mendorong jauh-jauh tubuh Aaron ketika mereka sudah berada di dalam ruangan Aaron. Harusnya tadi ia menginjak keras-keras kaki lelaki ini atau mendorongnya sekuat tenaga hingga lelaki ini terjungkal. Namun nyatanya, ia tidak enak. Tentu saja karena beberapa karyawan lelaki yang satu lift dengannya tadi yang selalu memperhatikan setiap gerak-gerik mereka berdua.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Aaron dengan nada jengkelnya.“Harusnya aku yang bertanya apa yang kamu lakukan? Kamu itu atasan di sini, apa pantas melecehkan bawahannya seperti tadi?”Aaron mengangkat sebelah alisnya. Lalu berjalan pelan mendekat ke arah Bella. “Melecehkan? Sepertinya kata itu terlalu berlebihan.” ucap Aaron penuh intimidasi, sedangkan kakinya masih berjalan pelan menuju ke arah Bella.Meski Bella masih mengangkat dagunya, kakinya masih saja melangkah mundur, ia tidak ingin terpengaruh oleh tatapan Aaron, tapi di sisi lain, ia berpik
“Karena dia calon istriku.”Aaron menatap wajah Bella yang masih menyiratkan rasa keterkejutannya. Wanita itu nampak tak percaya dengan apa yang di dengarnya, wajah Bella tampak memucat, seakan takut akan sesuatu, dan itu membuat Aaron tidak suka.Sial! Kau sudah menakutinya sialan!! Aaron merutuki dirinya sendiri.Secepat kilat Aaron merubah ekspresi wajahnya. Ia menatap Bella dengan senyuman lebarnya, lalu Ia mulai tertawa terbahak-bahak seakan menertawakan Bella dan Dimas yang masih shock dengan kata-katanya tadi.Bella mengerutkan keningnya karena heran dengan apa yang di lakukan Aaron, lelaki di hadapannya itu tampak menertawakannya. Ada apa? Apa yang membuat Aaron tertawa terbahak-bahak seperti itu? Apa ada yang lucu dengan dirinya?“Wajah kalian lucu tau nggak.” kata Aaron masih dengan tawa lebarnya.“Apa maksudmu?” tanya Bella dengan wajah bingungnya.“Kal
Bella benar-benar kesal karena sejak tadi ada yang mengetuk pintunya. Jika itu sang Mama tentu saja mamanya itu akan segera membuka pintunya dan masuk ke dalam, tapi jika itu salah satu pelayan rumahnya, mereka jelas tidak akan mengetuk pintu kamarnya berkali-kali saat dirinya tidak ingin di ganggu seperti saat ini.Dengan malas Bella bangkit dari ranjangnya dan membuka pintu kamarnya tersebut. Alangkah terkejutnya saat ia menatap sosok yang paling tak ingin ia temui di dunia ini, Aaron dengan seringaian liciknya.“Hai Bell.”“Kamu? Ngapain kamu ke sini?”“Aku ada perlu sama kamu.” kata Aaron dengan santai.“Maaf, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. Aku sudah mengajukan surat pengunduran diri dan segala apapun yang berhubungan dengan kontrak, Papaku yang akan mengurusnya.”Aaron menyandarkan tubuhnya di pinggiran pintu kamar Bella, ia mengambil sebuah amplop cokelat yang berada di dalam saku
Bella melemparkan tubuhnya di atas ranjang besarnya. Wajahnya masih memerah. Ia meraba sepanjang bibirnya, di sana masih terasa panas, bekas ciuman intens yang di berikan oleh Aaron. Ciuman yang sarat akan kerinduan yang menggebu. Apa lelaki itu merindukannya? Ayolah Bell, jangan mudah percaya lagi. bisik Bella pada dirinya sendiri.Bella masih mengingat bagaimana Aaron memperlakukannya tadi. Membuat jantungnya kembali berdetak tak menentu, membuat tubuhnya seakan panas dingin karena ucapannya.*** Lumatan itu terhenti, bibir mereka masih sangat dekat bahkan masih sedikit menempel satu sama lain. Desah napas bersahutan di antara keduanya. Hening, tak ada kata. Keduanya hanya diam, seakan saling menikmati satu sama lain. Telapak tangan Aaron masih menangkup kedua pipi Bella, ibu jarinya sesekali mengusap lembut pipi wanita di hadapannya tersebut, mengagumi kecantikannya, kelembutannya yang seakan membuat Aaron menegang s
Paginya, mau tak mau Bella kembali masuk kerja, sedikit malu karena kembali menginjakkan kaki di kantor lelaki yang sangat di bencinya itu, tapi mau bagaimana lagi, ia terikat dengan kontrak. Lagi pula sang papa sepertinya sangat mendukung Aaron, sebenarnya ada apa sih dengan Papanya dan juga Aaron?Bella masuk ke dalam ruangannya yang satu ruangan denga Aaron, ternyata di dalam sana sudah duduk Aaron di kursi kebesarannya dengan wajah seriusnya dan juga berkas-berkas kerja di hadapannya.Bella canggung, ingin menyapa atau tidak. Jika tidak, maka akan terlihat sangat tidak sopan, bagaimanapun juga Aaron adalah atasanya.“Selamat pagi pak.” sapa Bella sedikit hormat.“Pagi.” hanya itu jawaban Aaron.Entah kenapa jawaban Aaron membuat Bella tak suka. Aaron tidak terlihat seperti biasanya, Dia terlihat bersikap cuek pada diri Bella, dan entah kenapa Bella merasa tidak nyaman dengan semua itu.Bella lalu bergegas duduk di
Aaron masih sibuk mengemudikan mobilnya. Sesekali matanya menangkap bayangan Bella dari kaca di hadapannya. Wanita di sebelahnya itu tampak murung. Apa Dimas mempengaruhi Bella hingga dapat membuat Bella murung seperti saat ini?“Kita pulang atau ke suatu tempat?” tanya Aaron kemudian.Bella mengernyit menatap ke arah Aaron. “Bukannya ini masih jam kerja?”“Aku malas balik ke kantor.” jawab Aaron dengan enteng.“Kamu itu calon penerus perusahaan, bagaimana mungkin sikapmu seenaknya seperti saat ini, keluar pergi sesuka hatimu.”Sial! Apa kamu tidak tahu kalau saat ini aku ingin menghiburmu? gerutu Aaron dalam hati.“Bailkah, lupakan saja. Kita akan kembali ke kantor.”Lalu keduanyapun sama-sama terdiam sepanjang perjalanan kembali ke tempat kerja mereka.***“Bell, maaf, aku tidak bisa jemput hari ini.”“Kenapa Dim? Kam
Hari demi Hari di lalui Bella dengan sedikit Berbeda. Ya tentu saja, setiap pagi Dimas masih menjemputnya untuk ke kantor, tapi pada sore harinya, Dimas jarang bisa mengantarnya pulang seperti biasanya. Frekuensi hubungan di teleponpun semakin menurun. Dimas Seakan terlihat sedikit menjauhinya. Apa karena malam itu? Karena malam di mana Aaron menciumnya dan Dimas melihatnya? Ohh yang benar saja, kenapa selalu Aaron yang menjadi pusat dari masalahnya?Di kantorpun saat ini menjadi lebih menjengkelkan karena beberapa gosip yang beredar di kalangan karyawan tentang dirinya dan Aaron. Banyak karyawan perempuan yang dengan terang-terangan menyindirnya.Belum lagi sikap Aaron yang baginya kini semakin membuatnya kesal. Tidak, Aaron tidak tengil dan usil lagi padanya, tapi lebih cenderung pada cuek dengannya. Dan entah kenapa Bella merasa tidak nyaman saat Aaron bersikap cuek dengannya.Aaron bahkan selalu bersikap profesional dan berkata dengan bahasa formal pad