Arnold kini sudah berada di dalam sebuah kamar hotel bintang lima itu, tubuhnya sudah polos tanpa busana, tengah bergumul sambil menautkan bibir dengan sosok itu. Kulit mereka saling bersentuhan, bergesekan dan menyatu, menghidupkan gelayar aneh dalam diri Arnold.
Dia memang menolak menikah dengan wanita ini, namun jika sekedar menikmati tubuh wanita ini, tidak ada salahnya, bukan?
Mereka terus beradu, saling menautkan bibir dan mejelajahi inci tiap inci tubuh mulus nan harum di bawah kungkungan tubuhnya itu. Sungguh menggiurkan memang, hanya saja, Arnold tidak mencintai wanita dalam dekapannya ini. Ia hanya mencintai Sisca, bukan siapapun.
“Please, let start now, Babe!”
Sumpah! Suara Scarletta benar-benar sexy! Arnold pastikan bahwa di Amerika sana dia sudah terbiasa mengumbar tubuh dengan teman-teman kuliahnya. Namun Arnold tidak peduli, bukankah dia juga sama? Dia juga sama sudah banyak mencicipi wanita dalam sepanjang hidupnya. Jadi apa sa
“Main lu hebat,” puji Scarletta sambil mengeringkan rambutnya, tidak sia-sia dia memanggil terapis sampai ke rumah, Arnold langsung mengajaknya main ternyata, dan tubuhnya ternyata tidak memalukan malam ini.“Biasa saja,” Arnold kembali memakai baju-bajunya, kemudian duduk di tepi ranjang yang nampak begitu berantakan efek pergumulan mereka itu.Scarletta dengan manja bergelayut di leher Arnold, menciumi pipi Arnold dengan begitu genit. Arnold hanya terdiam dan tersenyum simpul, tangannya terulur mengelus kepala Scarletta yang nampak begitu menikmati apa yang sudah mereka lakukan tadi.“Pulang sekarang? Gue masih harus handle beberapa pekerjaan,” Arnold sudah dapat apa yang dia mau, tentu lah dia lebih memilih segera menyingkir dari sisi gadis ini daripada terus menerus bersamanya.“Handle pekerjaan atau handle cewek lain?” tanya Scarletta sarkas.Arnold hanya tertawa keras-keras, ia kembali mengelus
"Sis ...."Sisca menoleh, ia tidak jadi melepaskan seat belt-nya, menoleh dan menatap Rizal dengan seksama."Ya?""Kabari aku ya, kapan aku bisa ketemu papa."Sisca tertegun, ia tersenyum begitu manis dan mengangguk pelan, ia hendak melepas seat belt-nya ketika Rizal mendekatkan wajahnya, membuat Sisca terkejut dan tercengang di tempatnya duduk."Boleh cium lagi?"Sisca tersenyum, ia tidak mengangguk, tidak menjawab, malah maju dan meraih bibir Rizal lebih dulu, satu tangannya diletakkan di bahu Rizal, satu lagi di belakang kepalanya, menekan kepala Rizal agar ia makin mudah memagut bibir itu dengan begitu lembut.Cukup lama bibir mereka berpagut, hingga kemudian Sisca melepaskan pagutan bibir mereka. Dielusnya bibir memerah Rizal dengan jemarinya, menatap mata itu dalam-dalam.Wajah mereka belum menjauh, ujung hidung mereka masih bersentuhan, Rizal hendak kembali meraih bibir Sisca ketika kemudian ponsel Sisca berdering.
Dirly hendak masuk ke dalam kantor ketika melihat mobil putih itu berhenti dan Sisca turun dari mobil itu. Ia menatap dengan seksama siapa yang mengantarkan Sisca ke kantor pagi ini, apakah itu pacar Sisca? Si dokter hewan itu?Sisca tampak melambai dengan wajah berbinar, menantikan mobil itu melaju pergi dari depan kantor mereka. Setelah mobil itu pergi dan menghilangkan, Sisca baru berbalik dan melangkah ke kantor."Eh pagi, Ly!" Sapa Sisca dengan senyum merekah."Pagi, cerah amat sih wajah lu? Dianter pacar ya?" Dirly mendadak kepo, bukankah kemarin dia bilang kalau nggak cinta sama pacarnya itu?"Iya lah, mumpung pak Bos belum balik!" Sisca tekekeh, melangkah menuju lift untuk naik ke ruangan Arnold."Sis!"Dirly mengejar langkah Sisca, ikut masuk ke dalam lift yang sudah terbuka itu, nampak Sisca mengerutkan keningnya, menatap Dirly dengan seksama."Kenapa?""Katanya lu nggak cinta? Kenapa malah sekarang macam anak SMA kas
Arnold terus memacu tubuh yang berada di bawah kungkungannya itu. Sebodoh amat dia nggak cinta, dia sudah mengeluarkan puluhan juta untuk gadis itu hari ini, jadi apa yang bisa Arnold ambil dan nikmati tidak akan pernah dia sia-siakan. Scarletta melengguh panjang, membuat Arnold makin membara. Bagaimana rasanya jika Sisca yang berada di bawah kungkungan tubuhnya? Bagaimana jika sekarang yang tengah memejamkan mata sambil mendesah penuh nikmat itu adalah Sisca? Kenapa hasrat Arnold pada sosok itu makin menggebu-gebu? Tidak mau hilang barang sedikitpun meskipun Arnold sudah meneguk nikmat dari wanita-wanita lain yang sama menggodanya. Kenapa Sisca begitu lain? Arnold makin tidak terkendali memacu tubuh itu, membuat Scarletta melonjak-lonjak tidak karuan didera nikmat yang luar biasa sangat Arnold suguhkan sore itu. Dia memang laki-laki lokal, tapi jangan lupa, bertahun-tahun hidup di London, Arnold belajar banyak tentang teknik menguasai wanita di bawah tubuhhn
"Gue besok balik," guman Arnold sambil mengancingkan kemejanya, nampak Scarletta yang tengah mengeringkan rambut dengan handuk itu terkejut."Cepet amat? Kata bokap lu, lu udah bikin jadwal libur seminggu mumpung gue balik?"Arnold mendengus, bagaimana mau seminggu kalau dua hari saja dia sudah menghabiskan tabungan yang sudah susah-susah Arnold kumpulkan? Tahu sendiri, kan, papanya itu memangkas uang bulanannya sampai hampir enam puluh persen?"Ada urusan penting, gue harus balik. Lagipula elu memang nggak pengen kongkow, jalan sama geng lu semasa sekolah dulu?"Tampak Scarletta kembali berpikir, membuat Arnold menatapnya dengan sedikit cemas, semoga rayuannya berhasil, intinya Arnold ingin melarikan diri secepatnya dari sini."Bener juga sih, dari balik kemarin gue belum meetup sama mereka."PlongRasanya Arnold lega luar biasa, senyum itu mengembang di wajahnya. Ia melangkah mendekati Scarletta yang duduk di tepi ranjang, mengecup
Dirly mengerjapkan matanya, ia bangkit dengan kesal menuju pintu depan ketika mendengar bel itu dipencet tanpa berhenti, siapa sih?Dengan kesal ia membuka pintu apartemennya, belum sempat ia melihat wajah yang menggedor pintunya, sosok itu sudah menerjang masuk ke dalam apartemennya."Nah gue udah sampai, jadi ceritakan!"Dirly menguap sambil mengusap wajahnya, ternyata Dajjal satu ini yang datang."Lu pagi bener sampai sini? Naik apa?" Tanya Dirly kemudian melangkah duduk di sofa."Bawel lu, cepetan cerita!"Dirly melotot, menatap sepupunya itu dengan kesal. Jadi pagi-pagi ganggu dia tidur cuma penasaran sama cerita soal Sisca? Benar-benar edan laki-laki satu ini!"Astaga!" Dirly sontak lemas, ia kembali mengusap-usap wajahnya dengan kasar, kemudian mengangkat wajahnya, menatap Arnold dengan seksama."Menurut pengakuan dia, dia terpaksa terima cinta dokter itu cuma biar elu nggak berharap lagi sama dia."Arnold melotot
Sisca tengah membalas pesan-pesan dari Rizal ketika sosok itu mengetuk pintu rumahnya dengan begitu berisik.Dengan kesal Sisca bangkit, melangkah menuju pintu depan dan menemukan Arnold berdiri di depan pintunya dengan senyum lebar."Apaan sih? Katanya gue libur hari ini?" tanya Sisca sambil menatap sosok itu lekat-lekat."Lu udah makan siang? Gue order banyak tuh, yuk makan di rumah gue."Sisca menatap dengan seksama sosok yang berdiri di hadapannya ini, kenapa rasanya Sisca ragu menerima ajakan itu? Padahal tidak sekali dua kali sosok itu mengajaknya makan, bukan? Kenapa kali rasanya ...."Gue emang ganteng, tapi nggak usah segitunya juga elu lihatin gue, Sis!" desisnya songgong yang sontak membuat tangan Sisca terayun menggebuk lengannya dengan gemas."PD lu! Sok kecakepan!" Sisca mencibir, lantas keluar dari rumah dan menutup pintu rumahnya, "Yuk ah kalau gitu, emang lu pesen apa? Pakai ngajak gue makan segala?"Arnold tersenyum
Sisca menjambak rambut Arnold yang masih memacunya tubuhnya dengan begitu liar, keringat sudah membanjiri tubuh mereka berdua. Jika awalnya penyatuan itu terasa pedih dan menyiksa, kini dorongan-dorongan itu terasa begitu nikmat.Terlebih ketika Arnold sengaja menghentak sedikit lebih kuat, Sisca merasa seperti sedang berada di awang-awang, begitu nikmat, indah dan memabukkan! Rasanya Sisca tidak mau berhenti, tidak mau kembali turun, ia ingin tetap di sini, menikmati setiap sentuhan sang pacuan Arnold yang benar-benar luar biasa membuatnya gila itu.Sisca terus mendesah, melenguh panjang sambil menjambak rambut Arnold dengan sedikit frustasi. Kenapa senikmat ini? Kenapa rasanya ...Sisca mengigit bibir bagian bawahnya, menahan teriakan yang ingin ia teriakkan efek betapa nikmat surga yang Arnold suguhkan kepadanya siang ini."Aku nggak mau berhenti, Sis. Tolong ingat itu!" Bisik Arnold mesra di tengah-tengah desahannya.Sisca tidak peduli, tidak m